Sect. VI: 六

74 18 14
                                    

Hari terus berjalan damai hingga dua hari setelahnya. Mereka bertujuh bertemu dengan berbagai kawan baru dan juga belajar menguasai kemampuan baru, seperti contohnya Ice sekarang ini, dirinya sedang berada di lapangan tembak dengan Halilintar yang mengajarinya diam-diam. Bilangnya sih mau ikut latihan, tapi ternyata malah dirinya yang mengajar.

Ngomong-ngomong, mereka sudah izin memakai area tersebut pada Solar. Bahkan, Solar juga meminta pada para pelayannya untuk menyiapkan beberapa senjata lain yang tersedia untuk latihan mereka. Sungguh seorang tuan muda yang kaya raya.

Bahkan, pakaian yang mereka kenakan saat ini merupakan pakaian milik Solar. Mereka menggantinya sebab pakaian lama mereka kotor, apalagi milik Halilintar, penuh dengan darah.

"Kau yakin mau memakai ini? Kurasa terlalu berat untukmu, Ice." Halilintar memberinya Itacha M-37 dan di terima dengan baik oleh Ice yang menyeringai.

"Tenang saja, aku tahu karakteristik dari senjata ini." Ice mulai membidik sebuah target berbentuk manusia dari kejauhan.

Itacha M-37 adalah sebuah senapan api yang Ice ketahui dari permainan video Resident Evil. Tentunya, Halilintar juga tahu karakteristik senjata itu yang mana bagian dari revoilnya akan menaikkan bidikan target.

Begitu Ice melepaskan pelatuknya, peluru melesat dengan cepat dan tertancap di bagian leher membuat Ice menggeram kesal. "Sial, padahal aku sudah membidik di bagian dada, tapi kenapa tidak kena sampai kepala?"

"Berikan padaku."

Ice langsung memberikan senapan itu kembali kepada Halilintar yang mengambil sesuatu dari bilik perlengkapan.

Terlihat Halilintar sibuk memasang sebuah Aimpoint di atas senapan tersebut.

"Ini, jenis Aimpoint CompM2 memudahkanmu untuk membidik, cobalah." Halilintar memberikannya pada Ice yang tertegun.

Darimana Halilintar tahu jenis-jenis Aimpoint tersebut? Ice kira, Halilintar hanyalah seorang murid biasa karena terlihat dari tampangnya yang selalu memberikan tatapan 'I dont give a fuck" pada semua orang

Begitu Ice mencobanya, dengan tepat dirinya menembak ke arah kepala. "Shoot! Berhasil!"

Ia bersorak kegirangan ketika peluru itu tepat mengenai kepala dari targetnya membuat Halilintar tersenyum tipis. Ilmu yang ia dapatkan dari sang pelatih berguna juga ternyata.

"Kau hebat. Bagaimana jika kau gunakan ini untuk seterusnya?"

"Eh? Bolehkah?"

Halilintar menggumam berpikir. "Kurasa Solar tidak keberatan, tapi akan ku tanya dia dulu."

Halilintar pergi ke tempat Solar biasanya berada; taman kaca khusus miliknya. Di dalamnya lengkap dengan meja, bangku dan juga dessert tray yang dipenuhi oleh berbagai makanan penutup.

Begitu Halilintar sampai, terlihat Solar sedang menikmati minum teh seraya membaca buku. Halilintar juga melihat ternyata ada Duri yang sibuk berbicara dengan tanaman yang ada di sana. Sekilas Halilintar mempertanyakan kewarasan adik kelasnya itu, tapi tak mengutarakannya.

"Oh? Hali? Ada apa? Sudah selesai dengan latihan menembakmu?"

Duri ikut menoleh.

"Ah, sudah. Aku penasaran milik siapa senjata-senjata itu, kalau gak keberatan bolehkah aku meminjamnya untuk jangka waktu yang lama?"

Solar tertawa pelan dan membenarkan letak kacamatanya. "Tentu saja. Pakailah apapun yang kamu mau. Lagipula, itu milik ibuku."

"Milik ibumu? Bukannya bakal jadi masalah kalau mereka memakainya?" Duri ikut dalam percakapan.

AdamantWhere stories live. Discover now