Part 16-b

4.1K 137 2
                                    

Tuan besar Umari melebarkan matanya saat mendapati siapa yang baru saja bertamu ke ruangan kerjanya. Sama sekali tak menyangka jika pemuda ini bernyali luar biasa untuk menemuinya, bahkan hingga ke tempat yang bisa saja membuatnya celaka dengan mudah.

"selamat siang, tuan." Sapa Rio, pemuda tadi sambil sedikit merunduk, bibirnya tersenyum ramah, tak gentar dengan wajah getas dan siap meledak milik Pratama Umari. Apapun yang akan terjadi akan dihadapi seperti tekatnya. Tak akan menyia-nyiakan bantuan Cakka untuk dapat masuk dengan mudah ke perusahaan besar ini.

"mau apa kamu?!" nada keras langsung meluncur dari pria berwajah tegas penuh wibawa itu.

"maaf jika saya lancang, tapi ini bentuk kesungguhan saya, untuk putri anda."

"keluar kamu! Saya tetap tak akan mengijinkan!"

"bisa saya berbicara sedikit saja, setelah itu, terserah anda akan melakukan apapun pada saya, bahkan kalau anda ingin membunuh saya, saya tidak akan melawan."

Pratama terhenyak. Pemuda yang ada di hadapannya ini benar-benar berbeda dengan ayahnya yang sampai saat ini tak pernah bisa ia maafkan. Rio berjiwa besar, seorang gentleman. Ia teringat putrinya yang sampai saat ini masih dalam keadaan baik-baik saja dan ada di dekatnya, walaupun ia tahu pasti dengan mudah Rio bisa membawa lari Ify kapanpun karena Ify benar-benar mencintai Rio, namun hal itu tak pernah dilakukan.

"saya tahu pasti jika tuan Pratama Aji Umari adalah orang yang bijak dan baik, buktinya anda tak pernah membunuh saya dengan segala kekurangajaran saya, bahkan ayah saya anda biarkan hidup." Ucap Rio tenang. Waktu yang ia lalui selama ini mengajarkannya jika api hanya akan padam oleh air.

Ada magnet dari perkataan Rio yang membuat Pratama menoleh. Senyum itu, tatapan mata sayu itu benar-benar mengingatkannya pada sesorang, merasakan jika Evina, perempuan yang pernah amat sangat ia cintai itu hidup dalam diri anak ini. Walaupun sedetik kemudian emosi itu kembali memuncak saat setiap lekukan tegas wajah Rio benar-benar mirip dengan mantan sahabat karibnya.

"saya tahu benar apa yang anda rasakan dulu, dan mengapa anda begitu membenci ayah saya pun dapat saya mengerti." Rio memulai monolognya setelah melihat wajah keras Pratama melunak. "saya merasakannya." Ucap Rio, suaranya sedikit bergetar, ada emosi yang mulai bergejolak.

"kalau akhirnya Krishna bisa bersatu dengan Safira, tidak dengan saya dan Evina!"

Terdengar suara gebrakan meja cukup keras mengimbangi suara bentakan Pratama, luapan emosi dari cinta yang tak bisa, dan tak akan pernah bisa menyatu.

"saya masih mencintainya." Lanjutnya lirih.

"sama seperti saya mencintai putri anda."

Rio tahu hanya cara ini yang mampu ia gunakan untuk bisa membuat cintanya dan Ify menyatu tanpa pertentangan. Luka yang sama, penanggungan yang sama dengan ayah gadis yang ia cintai.

"dan saya rasa, hingga saat terakhirnya pun, mama masih menyimpan rasa untuk anda."

Rio mengangsurkan sebuah buku harian berwarna ungu muda ke hadapan lawan bicaranya. buku harian sang bunda yang ia dapatkan dari ayahnya tempo hari. Rahasia perasaan seorang wanita yang tak mampu berbuat apapun kecuali mengikuti apa yang sudah ditentukan, tak mampu lagi melawannya.

"saya rasa itu hak anda. Itu tulisan mama."

Ruangan besar itu mendadak sunyi, hanya terdengar bunyi seretan kertas mulai usang yang dibaca Pratama. Rio hanya bisa memperhatikan setiap perubahan mimik tuan besar Umari dari seberang meja, tersenyum, kembali datar, marah, tegang, bahkan hingga ada air mata yang turun.

Rio sudah membaca semua isi diari itu. Dan memang sangat mengaduk-aduk perasaannya. Bahkan seakan ia membaca kisahnya sendiri pada buku itu. Bedanya, sekarang ia masih bisa memperjuangkan akhirnya, agar tak sama, agar ada bahagia.

Song Of LoveWhere stories live. Discover now