Part 11

3.6K 117 1
                                    

Rio mengerjapkan matanya agar kedua indra penglihatannya itu dapat beradaptasi dengan cahaya dari matahari yang mulai memasuki kamar tempatnya dirawat melalui celah-celah cendela yang tidak tertutup kain korden.

Setelah secara nyata ia mampu melihat arah di hadapannya yang hanya berupa langit-langit bercat putih bersih seperti kebanyakan rumah sakit, ia mengedarkan pandangannya mencari petunjuk sudah berapa lama ia tidak sadarkan diri. Lebih dua puluh menit dari pukul enam pagi. Namun Rio tak mampu menebak sudah berapa kali hari berganti tanpa ia saksikan.

Pemuda hitam manis itu mendengus pasrah. Ia dapat merasakan tubuhnya yang begitu lemah saat ia mencoba menegakkan tubuhnya mencoba untuk bangun, namun ternyata cukup sulit. Mata sayunya menatap tangan kirinya yang kini sudah dilekati jarum infus. Ia benar-benar tak suka dengan keadaan seperti yang dialaminya saat ini.

Sampai pintu yang juga bercat putih yang terletak di sudut ruangan besar dengan fasilitas paling mutakir untuk ukuran rumah sakit itu berdecit karena seseorang membukanya membuat Rio mengalihkan perhatiannya. Ia kembali memaksakan seulas senyumnya saat mendapati kepala Gabriel yang menyembul dari balik pintu.

"udah sadar? Gimana keadaan lo?" tanya Gabriel sambil meletakkan sebuah box makan di atas meja kecil yang berada tepat di samping bed.

"gue akan merasa lebih baik kalau nggak ada di tempat ini. Berapa hari gue nggak sadar atau berapa gue dipaksa kehilangan kesadaran?" kata Rio sambil kembali memusatkan perhatiannya pada cendela yang seakan membingkai gambaran nyata langit biru cerah di luar sana. Seingatnya yang saat itu masih dalam keadaan sadar penuh, ia mendapatkan suntikan yang membuatnya merasa sangat lemah dan mengantuk, tentu bukan secara alami ia menjadi tidak sadar untuk beberapa waktu.

"dua hari, kalau nggak digituin, pasti nggak akan pernah mau lo diperintah istirahat." Jawab Gabriel menjelaskan mengapa ia melakukan hal itu pada sahabatnya.

"terus gue kenapa?"

"lo cuma butuh istirahat, bersyukur Tuhan nggak nambah ujian elo, jaga kesehatan, jangan sampai elo bener kenapa-napa." Nasehat Gabriel bijak.

"Ify?"

"udah dua hari gue nggak liat dia di sekolah, besok kan hari pertunangannya?"

Rio terdiam. Ia hanya tinggal memiliki sisa waktu dua kali dua puluh empat jam untuk menggagalkan pertunangan itu, untuk menjaga agar gadisnya tidak menjadi milik siapapun, kecuali dirinya. Sudah sangat sulit untuk melakukannya kecuali dengan modal kenekatannya.

"lo nggak akan bisa berbuat apapun kalau keadaan lo nggak juga membaik." Ucap Gabriel seakan mengerti apa yang sedang dipikirkan sahabatnya.

"gue ke sekolah dulu." Pamit Gabriel kemudian berlalu.

"Yel, siapa yang biayain ini semua?" tanya Rio menghentikan Gabriel yang sudah berdiri di ambang pintu.

"bokap lo, nanti dia pasti dateng." Jawab Gabriel sebelum ia benar-benar pergi.

"ada titipan?" tanya Gabriel sambil menyembulkan kepalanya sekali lagi, cukup mengagetkan Rio yang sudah mengalihkan perhatiannya ke arah lain.

"Alyssa Umari aja satu." Jawab Rio sambil memamerkan cengiran kudanya.

"upss.. sudah dipesan tuan muda Sindhunata." Goda Gabriel sambil terkekeh penuh kemenangan.

"saya akan bayar berapapun dan dengan apapun asal dia menjadi nyonya Haling!" jawab Rio tak mau kalah.

"oke, you're the winner, see ya, bro!" pamit Gabriel sekali lagi sambil melihat arloji yang melingkar di tangan kirinya. Pasti ia akan terlambat jika tidak bergegas menuju sekolahnya.

Song Of LoveTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon