Part 16-a

3.9K 140 1
                                    

Gabriel melayangkan pandangannya tepat ke arah pintu masuk taman. Menunggu gadis yang selalu saja berhasil membuatnya tak karuan. Dan acara menunggu hari ini rasanya jauh lebih menyebalkan dari biasanya. Jarum jam panjang di arloji yang melingkar di tangan kirinya seakan tak beranjak. Padahal baru sekitar sepuluh menit ia menunggu, itu pun ia sampai lima belas menit lebih awal dari waktu yang ia janjikan pada Shilla.

Tatapan tak terbacanya kini beralih pada mata Taddy Bear berukuran cukup besar, berwarna cokelat muda yang ia dudukan di sebelahnya. Mencari kemantaban hati yang sudah dibangunnya. Ia laki-laki, seorang pengambil keputusan. Kodrat.

"sorry, Yel." Ucap suara yang sudah sangat tidak asing di telinga Gabriel, nafasnya tersengal pertanda cukup berat usaha yang ia lakukan untuk mencapai tempatnya sekarang.

"buat kamu." Tanggap Gabriel tak acuh pada permintaan maaf Shilla. Ia mengulurkan boneka yang sudah setia menemaninya menunggu. Senyum manis terpeta di bibirnya, menyamarkan segala dilemanya.

Mata Shilla berbinar menerima pemberian Gabriel. Boneka menggemaskan itu ia peluk erat-erat. Senyum lebar terpoles di bibirnya. "jadi, mau kemana kita?" tanyanya antusias, persis seperti bocah.

"kemana kamu mau." Jawab Gabriel. Dan selalu, kebahagiaan gadis ini mutlak menjadi bahagianya juga. Ia menyodorkan tangan kokohnya ke hadapan gadisnya, menanti sambutnya.

"pantai!" seru Shilla semangat. Tanpa ragu ia meraih tangan Gabriel dan menariknya. Berjalan menyusuri jalan setapak taman penuh canda. Taman tempat mereka pertama berjumpa, tempat yang dipilih Gabriel untuk mengawali rencana besarnya hari ini.

***

Entah berapa lama waktu yang mereka berkejaran satu sama lain, kalah dengan gulungan ombak. Dan semua gelak tawa yang sudah tercipta. Gundukan pasir tak beraturan yang mereka sebut istana pun sudah luruh, rata kembali oleh gelombang yang mulai pasang.

Gabriel merebahkan tubuhnya di atas butiran pasir putih bersih asal-asalan. Di atasnya langit sudah merona kemerahan. Salah satu hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya, setelah hari-hari lain, hari dimana ia berada bersama gadis yang kini duduk tepat di sebelahnya, memandangi ufuk barat dimana rajanya hari akan sekejap beristirahat untuk kembali bertugas esok hari.

"kamu mau ngomong apa, Gab?" tanya Shilla tanpa mengalihkan pandangannya dari lukisan indah Tuhan di hadapannya.

Gabriel menghela nafas, ia tahu, semakin lama ia menunda semuanya, semakin lama juga semua tersakiti. Ia, Shilla, dan juga Cakka.

"aku selalu belajar buat mencintai kamu." Gabriel menegakkan tubuhnya, merapat pada Shilla. Ditatapnya gadis cantik itu dengan tatapan yang sulit diartikan, bahkan oleh Shilla sendiri, orang yang merasa sangat mengenal Gabriel. Tangan kokohnya ia letakkan di atas puncak kepala Shilla dan di belainya penuh sayang, tak merasa terusik dengan kuatnya angin yang terus berusaha menerbangkan helaian rambut indah pujaannya. "dan aku baru mengerti kalau memang benar belajar itu nggak akan pernah selesai. Selalu ada yang baru."

Gabriel merangkul Shilla erat-erat, namun tatapannya kini beralih pada hamparan lautan lepas.

"kamu... yang baru?" tanya Shilla takut-takut. Ia bahkan tak mampu lagi mengucap apa yang ada di otaknya. Ia mengenal siapa Gabriel. Lelaki yang biasanya tak cukup satu wanita. Banyak kemungkinan hal itu juga akan terjadi padanya.

Dari ekor matanya Gabriel mengintip ekspresi Shilla. Gadis itu menggigit kecil bibirnya. wajahnya memetakan kekawatiran dan ketakutan yang jelas.

"bukan." Jawab Gabriel lirih. Tak tahan juga harus menyiksa Shilla lebih lama. "bukan aku, kamu. Kamu bahagia sama Cakka?" lanjutnya tanpa basa-basi.

Song Of LoveWhere stories live. Discover now