"Gue udah ngerti hubungan antara titik dan garis, cepet kan? Iyalah. Apalagi hubungan kita, kan?"

"Lo kenapa sih? Gatel banget." Shaga mengerut tidak suka, nada bicaranya saja sangat tidak santai. Seolah ingin memutuskan pita suaranya sendiri menurut Sera yang kini hanya memberi tanggapan dengan senyum mengejek.

Sera memutar tabletnya hingga Shaga dapat melihat dengan jelas materi yang gadis itu buka, "Gue nggak paham tentang konsep Dalil Menelaus. Sebagai orang yang berpengalaman lo pasti paham!"

Hah? Dalil Menelaus?

Shaga mengerjap beberapa kali, berusaha menetralkan pendengarnya yang terasa berdengung. Gadis ini dari planet mana sebenarnya? Kenapa hobi sekali menyusahkan dirinya.

"Baca! Baca materinya di goggle sana, gue nggak punya bakat ngajarin orang," ujar Shaga langsung menolak Sera mentah-mentah. Membuat Sera memberikan dengan tidak terima, gadis itu bersedekap dada membuat siluet tubuhnya semakin terlihat nyata. Mungil.

"Lo tahu, Shaga, apa yang buat tim bisa menang?"

Shaga menanti, alis laki-laki itu terangkat menunggu jawaban. Apa lagi yang gadis ini akan katakan? Kalimat tidak penting lagi? Atau hal-hal memuakkan lainnya?

"Kesetaraan pikiran saat sedang berkompetisi untuk lawan musuh, mereka harus kompak bukan dalam segi jawaban aja, tapi konsep pemikiran juga nggak bisa jomplang banget. Lo pikir kenapa sebuah tim itu susah banget terbentuk dan bener-bener menciptakan struggle, karena banyak perbedaan yang tercipta karena perbedaan konsep itu. Mereka jadi nggak bisa kompak, padahal salah satu unsur terbesar kemenangan itu ada di kekompakan itu sendiri."

Sera tersenyum puas, ternyata ada gunanya juga mulutnya yang tidak bisa berhenti bicara jika sudah disaat seperti ini. Lihat? Saat ini saja Shaga pasti terpesona, laki-laki itu menatapnya tanpa berkedip.

"Lo ngomong apa? Nggak masuk di otak gue." Seloroh Shaga kemudian kembali membuka-buka bukunya, sesekali dahinya mengerut seperti memikirkan sesuatu yang keras.

This human who was talked about yesterday is very smart? why does he look like he doesn't have a brain now? Batin Sera berteriak kesal. Ia menatap Shaga aneh, apa itu hanya pencitraan. Orang di depannya ini sebenarnya tidak punya otak, pasti saat sedang Olimpiade ia mendapatkan jawaban dari hasil menyogok. Segala pikiran buruk memenuhi pemikiran Sera. Semakin menambah nilai minus pada Shaga.

"Emang cocok!" gumam Sera kembali sibuk sendiri.

"Lo ngomong apa?"

Sera memaksakan senyuman, "Kita emang cocok. Gue pinternya kebangetan dan lo yang berusaha menjadi manusia pinter."

"Jadi, menurut lo apa dasar konsepnya, Shaga?"

*******

"Sera, lo seriusan manggil gue jam segini? Ini gue nggak salah, kan?" Zoya masuk ke dalam kamar besar Sera setelah sang pemilik mempersilahkannya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Sera, lo seriusan manggil gue jam segini? Ini gue nggak salah, kan?" Zoya masuk ke dalam kamar besar Sera setelah sang pemilik mempersilahkannya. Bisa ditendang ia dari lantai tiga ini jika nyelonong masuk tanpa mengetuk pintu dulu.

"Stop in there! Don't you dare climb into my bed." Baru saja akan memringkan tubuhnya suara Sera membuat Zoya terpaksa mengurungkan niatnya, memilih duduk di kursi empuk panjang yang berada tepaT di depan tempat tidur gadis itu.

"Mau baring, Sera. Gue kesini butuh effort tahu. Lo seharusnya itu istirahat, nggak capai apa! Udah mau jam 12 malam ini."

"Pasti lo dari club, kan? Lo bau tahu nggak! Bau rokok." Sembur Sera seraya menyemprotkan parfume ke tubuh Zoya agar bau yang menguar tersamarkan. Sera akhirnya duduk tidak jauh dari Zoya.

"Lo kasih informasi yang salah ke gue kan? Shaga itu stupid. Lo itu gimana sih? Atau standar pintar di otak lo itu kayak Shaga?" tanya Sera kesal. Ia merasa dibodohi. Shaga itu dimatanya saat ini benar-benar gambaran manusia kosong yang suka marah-marah.

Zoya langsung menoleh, kantuknya hilang seketika. "Kak Shaga?"

"Iya! Siapa lagi emang!" Benar-benar mode senggol bacok ini. Zoya meneguk ludah takut-takut.

"Emang pintar, kok. Dia salah satu murid berprestasi di angkatannya."

"What? Seriously?" Sera terpekik tidak habis pikir. "Angkatannya pasti jelek banget, bisa-bisanya orang yang nggak tahu
konsep dasar kayak dia jadi salah satu murid berprestasi."

Menurut Zoya, Sera itu jagonya membunuh orang lain dengan kalimat-kalimatnya. Zoya jadi bertanya-tanya bagaimana jika Shaga mendengar apa yang bos-nya ini katakan? Beberapa prediksi sudah ada di kepala Zoya sekarang.

"Mungkin aja dia pinter nebak-nebak, kan, kita nggak tahu. Dia beneran pinter lho, piala di sekolah juga banyak karena Kak Shaga."

"Gue juga!" sela Sera tidak ingin kalah. "Intinya lo udah nipu gue." Sera bangkit dari duduknya, gadis itu meletakkan ponsel di meja dan melihat ke arah jendela yang tirainya terbuka lebar. Memperlihatkan balkon kamar yang tertutup pintu kaca. Sera naik ke atas ranjang, menarik selimut berwarna abu-abu dengaris krem di ujungnya hingga menutupi betisnya.

"Lo pulang! Gue mau tidur." Tanpa menunggu jawaban, Sera menekan tombol di remot sehingga lampu utama mati, menyisakan lampu tidur di samping ranjangnya.

"Hah?" Zoya terpengarah tak percaya. Ini seriusan? Ia datang hanya untuk dimaki-maki lalu disuruh pulang begitu saja?  Seharusnya ia tidak terkejut, gadis itu mana tahu belas kasih. Dengan wajahnya tertekum kesal ia bangkit; meninggalkan kursi empuk, hawa dingin, dan harum vanilla.

"Gue pulang." Walaupun merasa dongkol, Zoya tetap membuka suara untuk pamitan.

Sera segera membuka matanya, ia melirkk jam dinding besar yang ada di atas meja rias. Sudah pukul 00.23 WIB, melirik Zoya yang melangkah keluar kamarnya membuat dirinya merasa tidak enak pada hatinya dan Sers tidak tahu mengapa ia harus merasakan hal itu.

"Minta Pak Sono anterin lo pulang." Saat merasakan pergerakan Zoya yang akan berbalik, Buku-buku Sera menutup mata dan berbalik memunggungi orang yang menemaninya selama hampir lima tahun itu.

"Seriusan? Tapi... Mobil gue gimana?" Karena Zoya tadi dari salah club malam di Jakarta ia kesini langsung dengan mobil alya merahnya itu. Mobil yang jarang ia gunakan jika bukan ke tempat-tempat tertentu.

"Besok dianter sama orang gue. Udah deh sana pulang! Gue mau tidur." Suara ketus Sera tidak membuat Zoya melunturkan senyumannya. Jadi, tidak salah ia mengabdikan masa remajanya pada gadis keras kepala itu.

______________________________________________

MENYALA SERA KUUU❤‍🔥❤‍🔥❤‍🔥❤‍🔥

AYOK TAKLUKKAN MANUSIA BERNAMA SHAGA ITU.

MARI UGAL-UGALAN NAKKU🫂🫂🫂🫂

DUKUNG SERA GUYSSS!!!!

MARI KITA BUAT MANUSIA BERNAMA SHAGA ITU BUCYNNNN YA KAN????

INVISIBLE STRINGWhere stories live. Discover now