"Udah pesan minum?" Mengabaikan fakta jika dirinya sedikit tersinggung, ia lebih memilih untuk mulai melancarkan aksinya. Memanfaatkan waktu sampai Olimpiade nanti.
"Buta lo? Kita mau belajar. Yang ada nggak konsen. Nanti aja."
Tanpa perlu berpikir dua kali Sera dengan sengaja membuat pulpen mahal di tangannya terpental hingga mengenai kening Shaga. Membuat laki-laki itu sempat meringis beberapa saat. Shaga menatap Sera tajam, mata laki-laki itu menyipit menatap Sera yang justru meraih kembali pulpennya.
"Sorry, gue nggak sengaja. Kayaknya gue kekencengan nekannya, jidat lo nggak papa? Butuh ke rumah sakit, nggak? Takutnya ada beret atau benjol?" tanya Sera dengan raut wajah khawatir, melihat Shaga hanya diam saja ia kembali melanjutkan kegiatannya; membuka map putih yang sudah Zoya siapkan untuknya, mengeluarkan tab, dan sticky notes. "Kayaknya nggak papa, deh. Kalau gitu kita langsung mulai materinya aja. Tadi malam gue udah riset bahan-bahan materi yang Mister Clay kasih." Lanjut Sera dengan wajah serius.
Shaga mendengus malas, ia masih dendam karena gadis di depannya ini benar-benar memiliki seribu muka, ia lama-lama jadi muak. Jika, bukan karena tuntunan mana mau ia berada disini. Bersama manusia jadi-jadian yang sangat menjengkelkan.
Sok baik, sok pinter, sok ngatur, sok tenang, dan masih banyak lagi.
"Terserah!" Shaga meraih dengan kasar bukunya. Membuka dengan kasar dan dengan wajah menekuk kesal.
Rasain batin Sera berkata puas, lihat saja, akan ia buat perhitungan lainnya. Sera tidak akan ragu membalas satu kekesalannya menjadi sepuluh kali lipat kepada orang yang membuatnya seperti itu.
"Jadi, kayaknya kita mulai dari materi yang berat aja. Kalau materi ringan gue bisa atasi, tapi tetep butuh bantuan dari lo. Karena itu, mohon bantuannya, Shaga!" Sera melebarkan senyumnya, nada suara yang manis tentu saja membuat siapa saja jatuh hati pada gadis itu. Ia terlihat seperti malaikat dengan hati selembut sutra.
Namun, tidak dengan Shaga, laki-laki itu mendengus malas. Ia menatap catatan yang telah ia buat dengan alis berkerut. Semua tidak lepas dari pandangan Sera yang sedari tadi memperhatikan setiap pergerakan Shaga.
"Lo kayak nggak pernah lihat materinya aja, padahal kan setiap semester lo bisa ikut Dua sampai tiga perlombaan Math." Sera yang kembali sibuk sendiri tidak menyadari perubahan raut wajah pada Shaga dalam beberapa detik, kemudian terdengar suara dehaman Shaga.
"Ini pertama kalinya gue belajar bareng sama patner gue, jelas gue ngerasa aneh. Jangan sotoy lo!" ujar Shaga tidak santai. Sera jadi bertanya-tanya kemana rumor jika laki-laki ini memiliki sifat tenang, baik hati, ramah dan sifat baik lainnya itu? Ia merasa tertipu sekarang. Isabella benar-benar memiliki selera yang jelek, sangat cocok dengan gadis itu.
"Jadi, gue yang pertama? Gue jadi ngerasa spesial." Sera ini astaga! Setiap ada kesempatan langsung gerak saja. Terlalu sat set dan tidak bisa lihat kesempatan nganggur. Shaga lagi-lagi mendengus tidak perduli, yang ada ia akan emosi jika meladenin manusia jadi-jadian ini.
"Lo mau belajar apa dulu? Belajar sendiri-sendiri aja deh, metode belajar kita pasti beda."
Sera menggeleng tegas, bisa-bisa gagal modusnya jika belajar sendiri-sendiri. Sera tidak bisa melancarkan aksinya jika ada kesempatan karena saat dirinya sudah belajar ia akan lupa sekitar.
"Nggak bisa. Gue butuh bimbingan dari orang yang lebih ngerti, oke! Kita mulai belajar geometri aja." Sera berdeham sebentar, menatap tablet-nya kemudian melarikan pandangannya pada Shaga yang menunjukkan raut wajah tidak ramah. Bodo amat! Shaga pikir Sera perduli begitu? Tidak akan. Motto hidup Sera, selama ia bahagia, orang lain mau menderita lah atau apa lah, ia tidak perduli. Bukan urusannya.
YOU ARE READING
INVISIBLE STRING
RomanceKaya raya, cantik, trendsetter, pintar, dan mandiri. Sempurna bukan? Ya, itu Seraphina Zephyra Jenggala. Gadis cantik yang digadang-gadang bisa menjadi Miss Indonesia beberapa tahun lagi jika tubuh gadis itu bisa semakin bertumbuh tinggi. Namun, mem...
