Marlboro-16

2.8K 223 64
                                    

"Udah puas?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Udah puas?"

"Udah puas apa?"

"Udah puas berharap sama manusia yang gak pernah bersyukur dapet cinta tulus dari lu?"

MARLBORO-16

"Etdah pegangan kalo ngantuk, lu mau nyari mati?" Kesal Desta kepada Ibas.

Sang lawan bicara hanya bergumam pelan, ia mengedipkan matanya untuk menetralisirkan rasa kantuknya.

Ibas mengaitkan tangannya kearah pinggang Desta, sang empunya bergidik kegelian. Namun tak ayal ia menggenggam kedua tangan Ibas mengenakan jemari kirinya, takut terjatuh.

Desta menghembuskan nafasnya pelan, merepotkan sekali.

"Bas!" Panggilnya, ia berusaha untuk membuat Ibas tetap terjaga.

"Apa?" Jawabnya malas. Ia kesal, seakan kehabisan tenaga untuk menjawab. Matanya sangat lengket, ia mengantuk berat.

"Jangan tidur lah, melekin mata lu." Perintah Desta. Ia melajukan motornya dengan kecepatan rendah. Sekitaran jalan juga sepi pengendara, jadi ia merasa aman mengendarai kuda besinya menggunakan satu tangan.

Pohon-pohon berjejer, angin sepoi-sepoi malam serta suara jangkrik seakan membuat ketenangan tersendiri bagi Desta, pengganggunya hanya satu, yaitu pemuda kebo di belakangnya.

Gelapnya malam didukung dengan bulatnya bulan purnama nampak indah sekarang, Desta menikmati itu semua, bibirnya menciptakan senyuman tipis dari helm fullface yang ia kenakan.

_

Gevan tertawa dalam hati, ia menatap jalanan kota yang sepi pengendara itu dengan tatapan kecewa. Rasanya campur aduk, ia benci perasaan ini.

Mengapa ia harus menyukai bajingan seperti Arsen itu?

Ia kira Arsen baik, Gevan menilai jika Arsen juga ramah kepada sesama. Arsen ini suka flirt, mungkin dulu Gevan termakan dengan itu.

Bajingan, satu kata yang menggambarkan Arsen di benak milik Gevan. Benci tapi cinta, jadi ia bisa apa?

"Kalo gua bisa ngatur hati gua sendiri, gua ogah naksir lu, Sen. Bisa-bisanya hati gua idiot bener karena milih lu." Ujar nya pelan. Ia bermonolog, tak habis pikir dengan hatinya ini.

Setelahnya ia terdiam, berusaha fokus berkendara hingga tak terasa ia sampai di rumahnya, membuka pintu gerbang hitam yang ia punya, melajukan motornya ke dalam pekarangan rumahnya.

Turun dari atas motornya dengan membawa helm yang sempat ia beli baru-baru ini. Membuka pintu tanpa mengetuk, menemukan mama nya tengah terduduk di sofa ruang tamu.

"Kenapa baru pulang, Kak?" Tanya Mama saat tersadar anaknya telah sampai.

"Tadi barbeque-an dulu, Ma." Ujar nya dan melangkah mendekat guna menyalimi wanita itu.

Mama mengangguk, "Duduk dulu, Mama mau ngomong." Ujar nya.

Gevan mengangguk, ia terduduk di sebelah malaikatnya itu.

Ia menatap Mama nya dengan tatapan seolah bertanya, "Tadi Syeira kesini, nyariin kamu. Mama kira kamu mau pergi sama dia, tau nya kamu pergi sama temen-temen kamu." Ujar nya.

"Syeira baik, dia cerita ke Mama kalo ternyata hubungan kalian udah selesai. Mama udah kenal luar dalemnya dia, Kak. Mama juga udah tau latar belakangnya, keluarganya gimana-" Lanjut Mama namun disanggah oleh Gevan.

"Ma, yang jalanin hubungan ini Gevan sama Syeira. Kalo kita udah putus, artinya kita berdua udah merasa gak cocok satu sama lain." Ujar Gevan menyanggah. Tak perduli jika ia akan dibilang durhaka karena menyanggah ucapan orang tua.

Mama nya menatap sang anak dengan tatapan sayang, "Syeira masih punya rasa sama kakak." Ujar nya.

Gevan tersenyum sinis, "Tapi Gevan enggak!" Tegas nya.

Mama menghembuskan nafasnya pelan.

"Kenapa?"

"Mama gak perlu tau."

"Siapa yang kamu suka?"

Nada bicara wanita itu kini berubah, lebih sedikit ada kemarahan disana.

"Ada, rahasia."

"Mama gak akan pernah ijinin kamu untuk pacaran sama orang lain selain Syeira, Gevan!" Perintah nya mutlak.

"Aku gak pacaran sama dia, aku cuma suka." Ujar Gevan membuat pembelaan.

"Cukup suka sama Syeira aja." Ujar nya.

"Aku muak, Ma. Hidup aku selalu disetir sama Mama. Aku juga punya keinginan, aku punya hati, aku pengen bebas ngejar apa yang aku mau." Ujar Gevan.

"Kamu bisa seperti sekarang ini ya karena Mama, apa itu semua kurang?"

"Gevan haus kasih sayang, Ma." Lirih nya.

"Mama sayang kamu, Papa sayang kamu, Syeira sayang kamu. Kita semua sayang kamu." Ujar nya lembut.

Gevan akui, Mama nya sangat pandai memanipulasi sang lawan bicara. Terbukti sekarang Gevan hampir luluh, namun ia tetap mempertahankan pendiriannya.

"Jangan bahas Papa, dia cuma cinta sama pekerjaannya, sama kaya Mama!"

"Gevan!" Tegur sang Mama.

"Bener kan apa yang Gevan bilang? Papa jarang dirumah, dia gak sayang Gevan!" Ujar Gevan.

"Gevan iri sama anak lain, Gevan iri sama temen-temen Gevan yang selalu bisa pergi bareng sama keluarganya kemanapun yang mereka mau."

"Gevan iri sama temen Gevan yang selalu disayang penuh sama Mama Papa nya, Gevan haus, Ma. Gevan cuma butuh kasih sayang, Gevan selalu nyari dan minta rasa itu di orang lain." Penutup nya.

"Mama sama Papa kerja, Gevan. Kalopun kita gak ada, masih ada Syeira yang bisa nemenin kamu."

"Syeira, Syeira, Syeira. Apa-apa dia, selalu dia. Aku udah gak ada rasa lagi sama dia, jadi cukup." Ujar nya.

"Mama gak akan pernah restuin kamu pacaran sama orang lain selain Syeira." Tegas nya.

"Terserah, aku juga gak yakin aku bisa pacaran sama dia." Ujar Gevan dan pergi meninggalkan wanita itu. Ia lelah dengan semuanya.

Ia haus perhatian, ia haus cinta, ia haus kasih sayang. Dimana ia bisa mendapatkan itu semua?

MARLBORO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang