Marlboro - 4

3.6K 220 12
                                    

"Dunia emang terlalu lawak, buat gua yang gasuka ketawa

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

"Dunia emang terlalu lawak, buat gua yang gasuka ketawa."

MARLBORO - 4

Sesampainya Gevan di rumah, dirinya sudah disambut oleh sang Mama yang menampilkan raut wajah galaknya, menyadari itu, Gevan terkikik canggung.

"Eh, Mama. Lagi ngapain, Ma?" Tanya Gevan dan menyalimi tangan malaikat tercintanya.

"Telat berapa jam?" Tanya Sang Mama, Gevan meringis dalam hati. Ia mengecek pukul berapa sekarang, tercatat 00.05 di layar ponselnya, ia menggaruk rambutnya yang tak gatal, sesekali bergumam maaf.

"Maaf, Ma." Ujar Gevan tulus, Mama menghembuskan nafas sabarnya.

"Masuk kamar terus bersih-bersih, habis itu tidur. Jangan begadang, Kak!" Perintah Mama yang dibalas gestur hormat dari Gevan.

"Siap, Ma!" Jawabnya, sebelum pergi dari hadapan Sang Mama, ia masih sempat mencium pipi halus wanita itu.

++++

Di dalam kamar, setelah membersihkan diri. Gevan memutuskan untuk membuka laptopnya, matanya masih segar, ia ini sedang overthinking.
Ia mengetik satu persatu angka password pada laptopnya, itu tanggal lahir Arsen.

Tangannya dengan lihai menggerakkan mouse untuk membuka file, berjejer gambar pemuda yang ia kagumi akhir-akhir ini, mulai dari foto formal ataupun yang ia ambil secara diam-diam. Itu semua adalah foto Arsen.

"Kenapa susah banget buat ngorek hidup lu, Sen?,"  Ujar Gevan frustasi. Tangannya menggapai ponsel barunya, ia mencari kontak bernama Kiano disana. Menekan tombol yang biasa orang gunakan untuk Vidcall, tak lama panggilan pun terjawab, terpampang wajah Kiano dengan latar belakang Basecamp.

"Ngapa, Pan?," Tanya Kiano. Kiano mengkode semua teman lainnya agar terdiam dan melanjutkan aktifitas mereka masing-masing.

"Lu belum balik?," Tanya Gevan yang dibalas anggukan dari Kiano.

"Ada siapa aja disana?," Tanya nya kembali. Kiano yang peka, setelahnya ia mengecilkan volume ponselnya dan bergerak menjauh.

"Nyari siapa?," Tanya Kiano, Gevan terdiam sejenak.

Ia menggeleng, netranya menatap ponsel. "Besok sehabis pulang sekolah, gua mau ngobrol sama lu, penting. Ini menyangkut masa depan gua." Ujar Gevan, Kiano lagi-lagi mengangguk. Pemuda keturunan Belanda itu agaknya sangat kalem hari ini.

"Gua jemput ke kelas lu?," Tanya Gevan.

"Boleh, lu mau modus sama anak kelas gua sekalian ya?," Tanya Kiano tengil. Gevan tak jadi menganggap Kiano kalem hari ini, ternyata masih sama.

"Gak ada, cuma mau jalan-jalan muterin sekolah aja, sekalian." Jawabnya seperti orang bingung, Kiano mah cuma mantuk-mantuk aja.

##

Pagi harinya, seperti apa yang dikatakan Gevan kepada Kiano tadi malam. Pemuda itu melangkahkan kakinya dengan langkah lebar ke kelas Kiano, XII IPS 3. Sesampainya disana, ia disambut dengan tawa girang dari Julak, teman seperjuangannya.

"HAHAHA BEGO!" Tawa Julak yang berhasil menyambut kedatangan Gevan.

"Oit!" Ujar Gevan menegur Julak, Pemuda yang tadinya tertawa kini terdiam dan menoleh ke belakang, mendapati Gevan yang tengah berdiri tegak dengan tangan yang ia masukan kedalam kantung celananya.

"Ada apa, Pan?" Tanya Julak dengan tangan yang bergerak untuk mengelap keringat pada lehernya.

"Kiano mana?" Tanya Gevan sembari celingukan.

"Noh, pojok. Lu tinggal masuk bae, biasanya juga nyelonong lu." Tunjuk Julak menggunakan dagunya, tangan kanannya ia gunakan untuk mengorek kotoran hidungnya yang sudah mengering, melihat itu, Gevan bergidik sejanak.

Gevan melangkah menghampiri pemuda berambut gondrong itu yang tengah menelungkupkan wajahnya diatas lipatan tangannya.

"No!"

Kiano berdehem.

"Ikut gua, gua mau ngomong." Ujar Gevan sembari sesekali mengguncang tubuh Kiano.

Kiano menegakkan badannya, menggaruk sekilas pipinya, menoleh kearah wajah Gevan yang dengan berdiri di samping mejanya.

"Mau ngomong apa?"

"Jangan disini, ikut gua sebentar."

MARLBORO Donde viven las historias. Descúbrelo ahora