Chapter 11

1 1 0
                                    

"Killian!" Aku memanggil nama nya dengan napas tersengal. Kedua telapak tangan ku bertumpu pada lutut. "Maafkan..aku ..terlambat..datang..Tadi..aku..
ke perpustakaan..dahulu.." Setiap kata yang aku ucapkan dijeda oleh deru napas yang kencang.
"Astaga..duduk, duduk." Killian bergeser, mengisyaratkan agar aku ikut duduk. Aku menurut.
"Maaf, aku terlalu asyik membaca dan tidak memperhatikan jam. Padahal aku sendiri yang mengajakmu hari ini, malah aku sendiri yang terlambat. Maaf, ya." Aku menjelaskan, napas ku sudah mulai kembali normal.
"Ah, tidak apa apa. Santai saja. Justru awalnya aku kira aku yang akan terlambat karena datang agak telat, jadi aku tidak menunggumu selama itu, kok." Killian melambaikan tangan nya. "Kau mau istirahat dahulu? Kelihatan sekali lelah mu, apalagi berlari dari perpustakaan sampai ke sini tanpa henti."
Aku menolak. "Aku tidak apa apa. Kamu mau mengunjungi kelas apa?"
"Terserah, kelas yang aku anggap menarik saja nanti." Killian menjawab.

     Dan barulah lima menit kemudian, aku dan Killian menuju gedung tengah, melihat lihat kelas tambahan.

***

    Kami sudah mengunjungi dua kelas. Yang pertama kelas Menjahit, atas kemauanku, dan yang kedua kelas Pencaksilat, atas kemauan Killian.
     Tidak ada yang terlalu spesial dan mencolok dari kedua kelas tersebut. Kelas Menjahit, sesuai namanya, penuh dengan alat alat menjahit. Juga setiap lemari dan rak rak kecil dipenuhi oleh berbagai macam kain dan warna, tentu saja dilengkapi dengan kancing dan benang yang pun berbagai banyak jenis dan warna.
     Sementara kelas Pencaksilat tidak jauh berbeda dengan kelas Taekwondo yang trlah kami kunjungi beberapa hari yang lalu. Bedanya, kelas Pencaksilat dipenuhi oleh dekorasi dan lukisan kelas yang tradisional. Terkadang ada ukiran kayu juga pada kaki bangku istirahat, atau pada sisi samping lemari yang berisi dengan segala macam peralatan lain.
     Sekarang, kami sedang mencoba memutuskan ruang kelas apa yang akan dikunjungi selanjutnya.
"Kamu yang pilih saja!" ucap Killian.
"Kenapa aku? Aku saja masih bingung." Aku menjawab.
"Kan yang terakhir kali memilih kelas aku, berarti sekarang giliranmu!" seru Killian.
"Yasudah yasudah!" Aku menyerah. Masalahnya, aku tidak tahu mau mengunjungi kelas apa.
     Aku diam, jari ku sibuk memegangi dagu. Kanan, kiri, aku melirik semua pintu yang berjejer. Masing masing memiliki papan yang menamakan kelas mereka sendiri. Taekwondo sudah..Menjahit sudah..Memasak? Tidak tertarik. Hm... Kecantikan? Juga tidak tertarik.
     Aku membaca satu satu papan nama tersebut. Memanah dan Berpedang! Aku tersenyum, tapi tidak lama langsung pudar. Sembari menggeleng dan mengetuk ngetuk kepala dengan mata tertutup aku mencoba menyadarkan diri sendiri.

     Tidak, tidak boleh! Memanah itu hanya diperbolehkan untuk laki laki! Bukan perempuan. Tapi....aku sangat ingin ikut ke kelas itu... Kalau masuk, nanti aku semakin ingin mendaftar kelas Memanah... Kan tidak boleh...
Ih! Membingungkan!

"Anu...Islette? Kamu kenapa? Sudah memilih kelas yang mana?" Killian bertanya tanya, memiringkan kepalanya, memberhentikan aku yang masih mengetuk ngetuk kepala.
"Ah! Yasudah! Yasudah! Kelas itu saja!" Aku menunjuk ke pintu dengan sembarangan. Saat membuka mata, aku baru tahu kelas apa yang aku tunjuk. Kelas Sejarah.
     Aku menghela napas. Ya...tidak buruk sepertinya...
"Ayo!" Killian mulai berjalan, aku mengikut di belakang punggung nya.

***

Tok tok tok
     Aku mengetuk pintu kelas. Terdengar suara pintu berdecit.
"Selamat pagi." Aku menunduk, disusul oleh Killian.
"Selamat pagi." Seorang pria berusia 50 -an menyapa kami. Rambutnya hitam kebiru biru an, mulai memutih. Pupil nya cokelat muda cenderung ke oranye. Ia tersenyum ramah.
"Kami ingin melihat lihat kelas sebentar, apakah boleh?" Aku bertanya.
Pria tersebut diam sejenak, lalu menjawab. "Tentu saja boleh, ayo masuk."

***

      Suasana di ruangan terasa menyenangkan, menurutku. Sisi langit langit tidak membentuk  90°, melainkan 45°. Setiap sudut dipenuhi oleh rak buku yang terisi penuh. Lukisan lukisan indah digantung di dinding. Jam dengan motif kuda yang timbul bak di kerajaan menggunakan angka Romawi. Di meja guru (sepertinya, karena terletak di bagian paling depan kelas) terdapat sebuah patung cupid kecil berwarna putih, memegangi sebuah panah dengan ujung berbentuk hati, badan nya kecil, hanya secarik kain yang menutupi tubuhnya.
"Panggil saya Tuan Feto, atau Pak Feto saja."
"Baik, Tuan Feto. Saya Islette." Aku menganggukan kepala.
Tuan Feto berpindah menatap Killian.
"Saya Killian, Tuan." Killian tersenyum ragu ragu.
"Permisi, saya..ingin mendaftar." Seorang perempuan sedang menengok dibalik pintu. Kami (Tuan Feto, aku, dan Killian) refleks melihat ke arah pintu.
"Tunggu di meja sebelah situ." Tuan Feto menunjuk pada meja di seberang, lalu kembali berbalik badan." Baiklah..Silahkan jika kalian mau melihat lihat, atau apalah. Kalau mau bertanya bilang saja. Saya akan mengurusi pendaftaran sebentar."
      Aku tersenyum sebagai jawaban.
Menatap langit langit, aku perlahan mendekati tumpukan buku di rak. Bukunya memantulkan cahaya, plastik masih membungkusnya, sepertinya buku buku ini baru dibeli dan belum sempat ditata.

***

Sepuluh menit kemudian.
     Ada dua orang lagi yang mengunjugi kelas, juga untuk mendaftar. Aku menggigit bibir. Melihat orang lain mendaftar di kelas ini, aku jadi ingin juga. Berpikir keras, aku mengehela napas berat.
"Kamu ingin mendaftar sekarang, Islette?-"
"Shht!" Aku memotong ucapan Killian.
Di saat sedang berpikir keras Killian malah bertanya, membuatku makin galau saja.
Lebih baik sekarang atau nanti mendaftarnya? Sekarang? Atau nanti? Ah..nanti saja. Tapi..lebih baik sekarang, agar sekaligus, tidak usah bulak balik. Tapi...
     Aku mengetuk kepala berkali kali.
"Jadi...kamu mau mendaftar sekarang atau-"
"Heh! Diam!"

Another Side Of Earth Where stories live. Discover now