5

19 5 0
                                    

Kini seluruh negeri tengah diributkan akan kabar tunangan tak terduga Dekan. Oh tentunya, siapa yang tidak terkejut saat pria yang tidak pernah terikat hubungan dengan wanita lain ternyata sudah memiliki tunangan.

Sebagian besar dari mereka mendukung kisah cinta mereka. Para remaja dari pedesaan begitu senang dan mulai berandai dengan kisah romansa mereka yang bisa saja seperti Angelina.

Namun sisanya sibuk mengkritik tindakan ceroboh Dekan. Tentunya hal itu banyak dikemukakan oleh bangsawan kelas menengah ke atas.

Prangg!

"Kau! KAU! APA KAU INGIN AKU SEGERA MATI, HAH?!"

Duke Kleine memegangi lehernya. Seketika belakang kepalanya menegang karena emosi yang tiba-tiba memuncak di pagi hari ini. Pria paruh baya itu tampak begitu kesal. Urat-urat muncul di leher dan pelipisnya, menandakan bahwa ia berada pada emosi tertingginya.

"TIDAK BISAKAH KAU BERBUAT BAIK, HAH? APA INI BALASANMU PADAKU?!"

Johnson de Kleine menggebrak meja keras. Ia mengedarkan pandangannya, mencari tongkat yang selalu ia gunakan. Namun, benda sakti itu tidak ada. Dan tentu saja pelakunya adalah Dekan.

Ya, semalam ia menyelinap ke ruang kerja ayahnya untuk mengambil tongkat dengan ukiran naga itu dan menaruhnya di gudang.

"ARGHHH! SIAL! ANAK SIALAN! TAK BISAKAH KAU MENURUT SEKALI SAJA?!"

Dekan menatap sang ayah. Ia tersenyum miring dan mendengkus. "Hah, bukankah aku selalu menurutimu? Aku belajar pedang sesuai keinginanmu! Aku belajar ekonomi, matematika, dan lain sebagainya! Apa itu tidak cukup?!"

Duke Kleine semakin kesal. Bagaimana bisa anak semata wayangnya ini begitu? Oh astaga, sepertinya ia akan mati karena darah tinggi jika ini terus berlanjut!

"KE MANA KAU?! BELUM SADAR JUGA KAU SELAMA INI, HAH?!"

Dekan segera menghindar saat sang ayah mulai berjalan ke arahnya. Dia berlari ke arah pintu masuk yang ternyata dikunci dari luar.

Sial, siapa yang menguncinya, hah?!

Mau tidak mau, Dekan harus menyelamatkan dirinya. Ia pun beralih ke jendela yang terbuka lebar menuju taman. Oh, tentunya ini adalah lantai dua. Jika dia melompat, bisa saja dia keseleo atau parahnya patah tulang.

"APA YANG KAU PIKIRKAN DENGAN MELAKUKAN HAL HINA SEPERTI ITU, HAH?!"

"Memangnya apa yang hina bertunangan dengan orang yang aku cintai, Ayah?"

Duke Kleine kembali memegang leher belakangnya. "OH ASTAGA OH ASTAGA, ANAK SIAPA KAU INI! APA KAU INGIN AKU CEPAT MATI, HAH?!"

Justru itu lebih baik, cibir Dekan dalam hatinya.

"Anak sialan. Tidak bisakah kau memilih wanita yang benar? Oh astaga, bahkan ada Alita yang sempurna namun kau meninggalkannya demi seorang rakyat jelata."

Mendengar nama Alita berhasil membuat darah di dalam tubuh Dekan mendidih. Rahangnya mengeras, ia menahan emosi yang ingin meletus di dalam dirinya. Namun tidak bisa.

Karena dia, Yosa dan ayah jadi menyalahkanku.

"Alita lagi, Alita lagi. KALAU BEGITU JADIKAN SAJA DIA PUTRIMU! MEMANGNYA APA YANG BAGUS DARINYA, HAH?"

Duke Kleine terdiam. Untuk pertama kalinya sang putra meninggikan suara di hadapannya. Padahal sebelumnya tidak pernah terjadi.

"LIHAT DIRIMU INI! BERANI SEKALI KAU MENINGGIKAN SUARAMU DI HADAPAN ORANG TUA, HAH?! PASTI INI KARENA WANITA SIALANMU ITU! OH ASTAGA!"

I Know He Doesn't CareWhere stories live. Discover now