T3 (26) : Petasan

413 33 1
                                    

♥ Happy reading

"Sesuai kesepakatan, sabu dan ganja. Dua jenis barang yang paling banyak Tuan saya pesan," celetuk Aira memulai percakapan.

Gio terkekeh, sepertinya kali ini dia akan mendapatkan pelanggan tetap dengan jumlah pembelian yang amat banyak. Jika terus begini, dia akan semakin kaya, dan hartanya akan semakin berlimpah.

"Di mana uangku?" tanyanya tanpa beban.

Dengan telaten, Aira meletakkan koper berisi uang merah itu di meja, membukanya dan menghadapkan pada Gio. Gadis itu tersenyum manis, senyum yang mampu membuat Gio tergoda.

"Silahkan dicek, uang ini asli," ujar Aira dengan suara lembutnya. Menahan jemarinya agar tidak bergetar karena hawa yang cukup seram. Apalagi ruangan ini dominan gelap, membuat otaknya berpikir kalau tiba-tiba saja ada hantu yang muncul. Iya, Aira lebih takut hantu ketimbang orang-orang bersenjata yang ada di sini.

Dengan perlahan, Gio mengambil segepok uang dari dalam koper, menariknya melewati hidung sembari mencium aromanya dengan nikmat. Mengulurkan uang itu ke arah Aira dengan kedua alis yang dinaikkan.

"Untukmu," ujarnya.

Aira dibuat gelagapan, ini tidak ada dalam script. Bagaimana ini? Dengan kaku ia mengambil uang itu, namun rupanya Gio hanya modus dengan memegang tangannya yang terlapis sarung tangan berwarna putih.

"Berapa hargamu?"

Pertanyaan kurang ajar itu terlontar tanpa beban, membuat Gio langsung mendapatkan balasan saat tiba-tiba saja tangan Aira ditarik seseorang hingga tubuhnya jatuh ke pangkuan. Bulu kuduk Aira meremang saat tangan kekar itu memeluk perutnya posesif.

Deru napas hangat yang menyapu bahu kiri membuat detak jantung Aira berdentum-dentum. Ya Tuhan! Ini sungguh tidak ada dalam naskahnya! Za juga tidak mengatakan kalau akan ada adegan seperti ini!

"Dia milik saya, Anda tidak akan mampu membelinya, bahkan dengan seluruh uang yang Anda punya," jawab Lanka dengan suara rendahnya. Tatapan setajam singa itu menghunus tajam Gio dari balik topeng kaca yang ia kenakan.

Kekehan Gio membuat Aira menilik jam tangannya. Sudah lebih dari lima menit, dan tidak ada tanda-tanda kalau Lana akan datang. Bagaimana ini? Apakah rencana mereka akan gagal? Apakah Lana tertangkap? Sempat Aira bayangkan kalau dirinya dan Lanka nekat memberontak maka peluru-peluru itu pasti sudah bersarang di kepalanya. Tunggu! Tidak! Aira tidak ingin mati muda.

Menggeleng kecil, diam-diam Aira melirik ke arah pintu diikuti oleh Lanka juga. Gadis itu menggigit bibir bawahnya cemas. Bukan hanya Aira, Lanka pun kini was-was. Ini sudah lewat dari waktu yang direncanakan.

⭐★★⭐

Empat orang bertubuh kekar yang menjaga pintu depan itu sudah terkapar tak berdaya. Lana sempat menahan napas karena kaget. Tadi itu, entah datang dari mana, tiba-tiba saja Johan datang dan mengaku-ngaku kalau dia juga pemesan narkoba.

Remaja laki-laki itu sempat di bombardir pertanyaan oleh para penjaga, bahkan beberapa siap memukul karena merasa dibohongi. Tapi dengan anehnya, pemuda itu malah mengatakan 'empat' sejak dilayangkan berbagai pertanyaan. Ditanya 'siapa' jawabannya empat. Ditanya 'kenapa' jawaban yang dilontarkan juga sama. Seolah, dia sedang mengode seseorang.

Lalu tak lama setelah itu, tiga orang datang dan membekap para penjaga hingga mereka pingsan, satu lagi diurus oleh Johan. Lana blank karena sejak tadi dia hanya berdiam diri sembari memikirkan cara untuk mengambil ponselnya. Mungkin tanpa sadar, dia melewatkan banyak waktu yang sudah ditentukan oleh Za.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Twin Transmigration Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang