28. Epilog (The Power Of Love)

249 15 2
                                    

Memasuki minggu kedua setelah pernikahan. Belum banyak yang tahu jika Jendral dan Naya sudah berubah status menjadi suami dan istri, namun sebagian juga sudah tahu dan tak jarang mereka mengucapkan selamat kepada keduanya. Setelah hari itu, mereka menjadi semakin dekat. Cincin yang terpasang di jari manis mereka masing-masing juga membuktikan dengan kuat adanya pernikahan antara mereka berdua. Mereka baru saja pulang dari kampus menuju rumah baru itu, dan langsung disambut oleh seorang kurir paket yang tampaknya sudah berdiri diambang pintu gerbang cukup lama.

"Permisi Mas, paket untuk siapa?" tanya Naya dengan sopan kepada kurir paket tersebut.

"Dengan Mba Naya bukan, ya?"

"Iya, saya sendiri," jawab Naya sembari mengangguk. "Ada paket untuk saya, Mas?"

"Iya nih, Mbak. Pengirimnya bernama Pradja, sepertinya hadiah untuk Mbak nya, nih," ucap Mas kurir itu sembari tersenyum menggoda.

"Paket dari siapa itu, sayang??"

Senyum Mas kurir itu hilang setelah mendapati seorang pria bertubuh jangkung lainnya yang berdiri disebelah Naya dengan sebutan 'sayang'.

"Ini ada hadiah dari temen aku, nanti kita buka bareng, ya, sayang."

Mas kurir paket tersebut salah tingkah sendiri. Rupanya, pengirim paket itu bukanlah kekasih wanita bernama Naya, entah tidak tahu apa hubungan mereka, yang pasti laki-laki tinggi yang cukup seram menurut Mas kurir tersebut adalah kekasih asli gadis itu.

"Ya sudah Mbak saya izin pergi duluan ya, hati-hati dibukanya Mbak," pamit Mas kurir lalu langsung pergi begitu saja.

"Dari Raja?" tanya Jendral kepada Naya disebelahnya. Wanita itu mengangguk pelan sembari membuka bungkus paket tersebut.

"Kemarin dia gak datang ya waktu acara?"

Naya menggeleng. "Kemarin dia sibuk ngurusin proposal buat dipresentasikan ke dospem nya, maklum kali ya udah masuk semester enam. Jadinya dia ngirim ucapan selamat ke aku, terus katanya hadiahnya nyusul."

Jendral berdeham sebagai respon. Matanya tidak sengaja menangkap sepucuk kertas yang terlipat.

"Ada suratnya Nay."

Naya mengambil kertas itu dari tangan Jendral, lalu ia mulai membukanya.

Dear Naya & Jendral.

Halo, Naya. Halo juga, Jendral.

Maaf ya, kemarin gue berhalangan hadir ke acara pernikahan kalian. Tapi yang pasti, gue tau kok kalian pasti bahagia banget sekarang, dan gue yakin pasti acaranya berlangsung dengan lancar dan meriah. Gue turut bahagia ya soal pernikahan lo berdua.

Ini hadiah dari gue, semoga bisa bermanfaat untuk kalian selama menjalani hubungan erat sebagai suami istri. Oh ya, kalau nanti anak-anak kalian tanya siapa yang ngasih ini, bilang ya ini uncle Raja yang ngasih (hahaha uncle banget gak tuh)). Gue gak tau mau nulis apa lagi, kayaknya itu aja sih yang mau gue bilang buat lo berdua. Btw Jen, jagain Naya, ya, gue percaya sama lo kok.

Selamat menempuh hidup baru.
– Raja.

Naya terkekeh setelah membaca surat dari teman SMP nya itu.

"Dia baik banget, ya, ternyata," ucap Jendral.

"Raja itu emang baik, Jen. Dulu, dia yang selalu bantuin aku kalau aku gak ngerti tentang suatu pelajaran, atau hal apapun itu, deh."

"Gapapa, Nay. Selagi dia masih bisa berbaik hati ke kamu, aku gak akan larang kamu untuk berinteraksi dengan dia," jeda Jendral. "Lagi pula sekarang kan kamu udah jadi istri aku, apa lagi yang harus aku khawatirkan?"

Naya tersenyum. Dia tahu bahwa Jendral akan selalu seperti ini, selalu baik kepadanya.

"Kayaknya kalau gak ada Raja, kisah kita gak akan jadi sepanjang ini gak, sih, Nay?"

Naya tertawa. "Hahah, iya juga, ya. Kayaknya seru deh kalau dibuat cerita."

"Jangan ah, nanti yang baca baper."

Naya memukul pelan pundak Jendral.

"Sana gih mandi, malem ini kita dinner di luar," titah Jendral membuat Naya tersenyum lebar.

"Beneran?"

"Emang muka aku keliatan bercanda?"

Naya terkekeh. "Oke, aku mandi duluan."

"Mandi bareng aja boleh gak?" tanya Jendral tersenyum nakal.

"GAK MAU! CERAI AJA KITA KALO GITU." Naya memekik heboh. Ia langsung melarikan diri dari Jendral yang tatapannya mulai mengada-ngada terhadapnya.

Jendral tersenyum memperhatikan belakang punggung istrinya yang terlihat sangat lucu. Terkadang, pria itu bersyukur kalau takdirnya adalah bersama Naya. Memang benar sepertinya apa kalimat temannya tempo hari, kalau biasanya yang baru tersakiti akan mendapatkan yang lebih baik. Dan Jendral pikir, ia menemukannya. Di suatu sisi, ia senang jika akhirnya Tuhan dan semesta alam merestui rencananya untuk menjadikan Naya sebagai istrinya. Dan di lain sisi, ia terkadang merasa pilu jika harus mengingat kembali bagaimana masa lalunya yang begitu kejam menyisakan ego nya terhadap Naya.

Hal lain yang dirasakan oleh Naya. Gadis itu sama bahagianya dengan apa yang dirasakan oleh Jendral. Namun bukan hanya bahagia ketika ia menikah dengan orang yang tepat, namun ia juga bahagia setelah mendapati bahwa hubungannya dengan Raja masih baik-baik saja meskipun dulu sempat terguncang oleh secercah perasaan.

Satu hal yang gadis itu sadari hingga saat ini.
Manusia punya rencana, tapi Tuhan-lah yang berkehendak.


— THE END —

Angrybao || ENGAGEMENT RINGS {End}Where stories live. Discover now