41

7.2K 731 939
                                    

Jangan lupa untuk vote dan komen cerita aku.

Jangan lupa follow akun aku juga.

Rate cerita ini 1-10


Tangan Tania terkepal erat dengan mata menatap lurus kedepan untuk menyalurkan hasrat ingin menendang wanita paruh baya didepannya itu.

Jika saja dia bukanlah orang tuanya, Tania mungkin sudah berhasil membuat mulut yang ia gunakan untuk berbicara menjadi penuh darah. Tania rasanya ingin mencabik-cabikan muka Clara tua itu.

Yang semakin membuat Tania semakin marah adalah ibunya bersikap seolah tidak terjadi apa-apa dan masih bisa bersikap penyayang kepadanya.

"Makan yang banyak Tania, nanti kamu akan sakit jika tidak makan." Ujar Clara saat Tania tidak menyentuh sedikitpun makanannya.

Apakah wanita tua itu tidak merasakan rasa bersalah terhadap dirinya? Tania sangat tidak suka kepada seseorang yang setelah melakukan kesalahan dirinya tidak bersalah. Setidaknya mereka harus meminta maaf. Dirinya saja pasti akan meminta maaf kepada orang yang ia rugikan.

Tania mengalihkan pandanganya kearah piring yang berisikan nasi dan lauk. Tania tidak berselera makan jika ia belum bisa menuntaskan hasratnya untuk memukuli orang yang ada didepan.

"Dimakan Tania makanannya.. jangan diliatin gitu aja." Regan membuka suara membuat Tania mau tidak mau membuka mulutnya untuk memasukkan makanan.

"Kalau gak enak masakannya bilang biar mama buatkan yang baru."

"Gak usah. Tania makan yang ini aja."

Mendadak dirinya ingin cepat-cepat balik ke pesantren.

***

Sekarang Tania duduk diatas pembatas balkon sambil menikmati semilir angin malam yang menerpa wajahnya. Duduk sambil melihat awan yang yang berwarna gelap yang dipenuhi bintang-bintang.

Disaat-saat seperti ini, inilah waktu yang bagus untuk Tania memikirkan hal-hal yang diluar nalar. Tania saat ini memikirkan jikalau baginya dunia yang ia tempati saat ini sangat aneh. Seringkali ia merasa dunia seolah-olah mendorongnya untuk jatuh. Dan anehnya lagi dirinya tidak pernah jatuh lantaran ada yang menopang berat tubuhnya.

Dan lagi, Tania memikirkan jikalau sosok jiwa tanpa raga itu sudah pergi apakah dia akan kembali lagi? Dan apakah sosok jiwa tanpa raga itu akan memasuki tubuhnya kembali? Dan Tania akan terdampar di dunia lain lagi? Sepertinya Tania sudah kebanyakan mikir dan berakhir negatif thinking dan overthinking.

Lamunan Tania buyar saat suara ketukan pintu membuatnya harus bangkit untuk membuka pintu. Saat Tania membuka pintu kamarnya ia melihat sosok wanita paruh baya tersenyum lembut kearahnya.

"Boleh mama masuk?." Tanya Clara meminta izin.

Tania tidak menjawab melainkan hanya mengangguk dan mempersilahkan Clara untuk masuk. Mau bagaimanapun wanita tua didepan ini adalah orang tuanya dan ia tidak bisa bersikap durhaka kepada beliau.

Karena Tania adalah seorang santri dan menjunjung tinggi ta'dzim kepada orang tuanya. Tania sudah menguasai ilmu-ilmu tentang berbakti kepada orang tua. Dan Tania tidak bisa begitu saja untuk mengabaikan ilmu yang ia pelajari.

"Kamu marah sama mama?." Tanya Clara hati-hati.

"Enggak"

"Kenapa kamu gak marah sama mama?"

"Durhaka kepada orang tua itu dosa, Tania gak ada waktu buat nambahin dosa." Jawab Tania datar.

Clara tersenyum lembut mendengar jawaban dari anaknya. Ia mengusap surai hitam Tania dengan lembut. Clara tahu, walaupun anaknya pembangkang tapi Tania menyayangi Clara dan Regan.

"Maafin mama ya.. karena kemarin mama gak sengaja luapin emosi mama ke kamu. Mama tahu, ucapan mama pasti membuat kamu sakit hati. Tapi mama gak ada niatan kayak gitu." Ucap mama meminta maaf dengan raut yang sedih.

Tania mengangguk dua kali dengan tatapan datar. "Iya, mama gak salah kok. Tania memang butuh introspeksi diri aja. Tania akan coba untuk berubah." Jawab Tania datar. Jauh dari lubuk hatinya yang paling dalam Tania memaafkan ucapan Clara dengan tidak ikhlas. Tapi seikhlas mungkin Tania memaksa dirinya untuk memaafkan sang ibu.

Mungkin ia memaafkan sang ibu tapi Tania adalah orang yang pendendam dan pengingat betul kesalahan orang lain terhadapnya. Walaupun Tania tidak bisa dendam kepada ibunya tapi Tania tetap mengingat kata-kata ibunya yang menyakitkan.

Tania memang sering mendengar bandingan orang lain terhadapnya, tapi orang tersebut akan berakhir ditangannya untuk diberi pelajaran. Tapi kalau mamanya sendiri yang membandingkannya apa Clara harus berakhir ditangannya juga?

Yang ada Tania akan ditangkap dengan kasus penganiayaan terhadap orang tua.

"Gak usah dipaksakan, semua ini juga salah mama yang gak pernah ngedidik kamu dengan baik." Jawab Mama dengan senyum sendunya.

"Sekarang kamu tidur ya.. jangan terlalu memikirkan yang tadi. Sekali lagi mama minta maaf." Clara membawa Tania ke tempat tidur dan langsung menyelimuti Tania. Sebelum pergi, Clara juga sempat mencium kening Tania.

Tania yang diperlakukan seperti itu hanya terdiam dengan beberapa pertanyaan yang berlumut di otaknya.

Apakah ibunya terkena bipolar?

Ibunya seperti mengalami penyakit bipolar lantaran mood nya yang sering berubah-ubah. Tadi siang ia melihat mamanya yang marah kepadanya. Di meja makan ia melihat mamanya yang biasa-biasa saja. Dan sekarang ia melihat jiwa keibuan didalam tubuh mamanya.

Tak ingin memikirkannya berlarut-larut Tania memutuskan untuk memejamkan matanya. Tania tertidur menyusuri alam mimpi ditemani oleh guling yang ada di dekapannya.

***

"Kok gue kembali?"

"Apa semua itu cuma mimpi?"

"Terus kenapa gue bisa ada di ruangannya ustadz Arlan?"

"Kayaknya gue ketiduran disini deh makanya gue bisa mimpi sepanjang itu"

Tania terus mengoceh saat ia terbangun di sofa dalam ruangan ustadz Arlan di pesantren modern nya dulu. Tania menatap sekeliling sudut ruangan dengan perasaan yang tidak bisa dijabarkan lagi.

"Gue kira itu semua nyata." Celetuk Tania.

"Yang kamu alami semua itu nyata dan ini semua hanyalah mimpi." Ujar seseorang yang ada dibangku kebesaran pemimpin pesantren.

Tania menoleh ke asal suara dan melihat bahwa ustadz Arlan terduduk sambil menatap dokumen-dokumen yang ada dimeja.

"Ustadz Arlan?"

Tania tidak bisa mencerna ini semua sekaligus. Tania seperti dipermainkan oleh dua dunia. Berjalan kearah ustadz Arlan dan duduk di kursi tepat dihadapan ustadz Arlan.

"Kalau ini mimpi kenapa ustadz bisa tahu?"

"Karena saya yang meminta untuk bermimpi bertemu dengan mu Tania." Ujar ustadz Arlan yang masih setia menatap dokumen-dokumen untuk diperiksa. Mana mungkin ia melihat wajah Tania langsung yang bukan mahramnya.

Alis Tania terangkat pertanda bingung dengan jawaban ustadz Arlan. "Buat apa ustadz Arlan mau nemuin saya? Yang bener aja, walaupun udah beda dunia masih bisa ketemu?" Tania masih tidak menyangka dengan semua yang diluar nalar baginya.

"Saya ingin membicarakan suatu hal tentang mu. Dan walaupun kita berbeda dunia tidak ada alasan bagi kita untuk memperkuat silaturahmi." Jawab ustadz Arlan.

Tania mengangguk mendengar jawaban dari ustadz Arlan. "Ustadz mau bicara apa sama saya?" Tanya Tania to the point .

Haiiii gessssss

Kembali lagi bersama author mager.

Karena kalian ga bisa nembus vote 500 jadi ak gak double up hari ini.

Kalau mau aku double up kalian harus tembus 1k komentar ya gessss

Thanks yang masih setia sama cerita aku.







Ukhti FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang