24

9.5K 554 8
                                    

Setelah makan malam bersama Tania kembali kedalam kamarnya. Walaupun sosok perempuan itu masih ada di kamarnya, Tania mencoba untuk berani.Tania tidak peduli kalau setan laknat itu masih ada di kamarnya.

Tapi setelah Tania sampai dikamar, Tania tidak tahu harus berbuat apa. Dia sangat bosan karena Tania asli tidak mempunyai handphone. Tania sudah membongkar seluruh kamar Tania asli. Tapi tidak ada satupun barang yang berguna untuk Tania gunakan.

Alhasil Tania turun lagi ke bawah ingin menjumpai mamanya. Tania celingak-celinguk mencari keberadaan sang mama. Sampai Tania mendapati mamanya sedang mengisi air ke dalam gelas di dapur.

"Mama". Panggil Tania antusias.

"Eh, Tania kamu belum tidur?". Tanya mamanya yang heran. Biasanya jam 8 malam Tania sudah tidur, tetapi ini sudah menunjukkan jam 10 malam. Dirinya merasa Tania berbeda dari biasa-biasanya.

"Belum ma, Tania bosen". Jawab Tania sambil mengerucutkan bibirnya.

Mamanya terkekeh melihat Tania seperti anak kecil. Sudah lama sekali Tania tidak dekat dengannya. Biasanya jika dirinya ingin mendekati Tania tapi Tania tidak mau bahkan dia terang-terangan menjauhinya. Biasanya juga Tania adalah anak yang tidak suka mengekspresikan sesuatu. Seperti senyum, marah, sedih, maupun bergembira.

Sekarang Tania sudah kembali seperti dulu lagi yang berbagi keluh kesahnya dan menampilkan ekspresinya. Melihat hal itu membuat mama merasa bahagia dengan Tania yang sekarang. Mama berharap semoga Tania akan selalu seperti ini.

"Terus mama harus gimana biar kamu nggak bosen lagi?". Tanya Mama mencubit pelan hidung Tania.

"Handphone Tania mana ya ma?". Tanya Tania to the point.

"Bukannya kamu nggak mau handphone ya?". Mama tidak menjawab melainkan bertanya balik.

Tania terdiam sebentar mendengar jawaban dari mulut mamanya. Tania itu kolot atau bagaimana? Tania hidup di masa milenial tapi jiwanya seperti anak kolonial. Tania tidak habis pikir dengan Tania yang asli. Bahkan anak yang tidak mempunyai handphone pun ingin mendapatkan handphone. Tapi Tania yang mempunyai handphone malah tidak ingin handphone.

Apakah sekarang dunia sudah terbalik?

Tania menunduk sedih saat dirinya gagal untuk mengobati rasa rindunya kepada game kesayangannya. Biasanya jika ada waktu luang Tania akan bermain game sampai dirinya tertidur.

"Udah, nggak usah sedih. Mama waktu itu beli handphone untuk kamu terus karena kamu nggak mau mama simpan aja, mana tahu nanti kamu butuh. Dan sekarang terbukti kan kamu butuh?".

"Jadi Mama simpan handphone Tania?". Tanya Tania berbinar yang diangguki oleh mamanya.

"Bentar ya, Mama ambilkan dulu". Telah mengatakan itu Mama berjalan meninggalkan Tania di dapur untuk mengambil handphone Tania.

"YESS". Tania bersorak kegirangan saat ternyata sebentar lagi Tania akan bermain game. Tania bahkan lompat-lompat seperti anak kecil saking senangnya.

Mama kembali dengan membawa handphone dan earphone di tangannya. Tania tersenyum manis penuh arti saat mamanya kembali. Mamanya menyodorkan handphone dan earphone yang ada di tangannya. Tania dengan senang hati mengambil keduanya. Padahal Tania hanya meminta handphone tetapi mamanya juga memberikan dia earphone. Ini akan mempermudah baginya untuk bermain game tanpa takut terdengar suara oleh orang-orang.

"Itu handphone kamu, tapi belum ada data-datanya di sana karena kamu nggak pernah mainin handphone kamu". Ujar Mama.

"Iya, nggak papa kok ma. Tania cuma butuh buat main game kok". Jawab Tania jujur membuat mamanya tersenyum mendengar jawaban jujur anaknya.

"Sekarang kamu udah tau game ya. Memangnya di sana boleh bawa handphone?".

"Enggak sih, cuma Tania mau coba-coba aja mana tahu ketagihan".

"Ada-ada aja kamu Tania". Kekeh mama.

"Tania ke kamar dulu ya ma. Assalamualaikum". Pamit Tania dan diangguki oleh Mama.

"Wa'alaikumussalam". Jawab Mama saat siluet Tania sudah menjauh darinya.

"Apa dia udah pergi dari rumah ini?".

***

Keesokan harinya Tania terbangun dengan keadaan yang sangat baik dan tersenyum manis. Akhirnya Tania bisa merasakan tidur sendiri tanpa adanya keributan teman-teman di sekelilingnya. Bahkan di kamar Tania juga mempunyai AC sehingga Tania tidak lagi kepanasan di waktu malam.

Disaat tadi malam Tania sangat nyenyak sekali tidurnya karena dirinya sudah melepas rindu dengan game kesayangannya. Untung saja dia masih mengingat account nya sehingga dirinya bisa login kembali.

Pagi hari yang cerah membuat muka Tania semakin cerah. Entah kenapa Tania merasa sangat bahagia dan damai di rumah ini. Mungkin sebelumnya Tania tidak pernah memiliki orang tua dan sekarang dirinya bisa tinggal bersama orang tua. Walaupun itu bukan orang tuanya tapi Tania merasa bisa sedikit mengobati rasa sayangnya kepada orang tua.

Tania berharap Tania bisa membanggakan mereka seperti anak pada umumnya.

Entah kenapa setiap kali sentuhan hangat dari mama dan papanya membuat Tania merasa kalau Tania berhak bahagia. Tania merasa kalau mama dan papanya akan selalu ada untuknya. Padahal ini semua hanya sementara dan semua ini juga bukan punya Tania.

Bolehkah Tania egois untuk kali ini saja menginginkan mereka tetap berada di sampingnya?

Tidak apa-apa kalau dirinya akan meninggal dalam keadaan penyakit kanker yang mengenaskan. Tapi jangan pisahkan dia bersama orang tuanya ini.

"Pagi ma..pa". Siapa Tania dari arah tangga.

"Pagi juga sayang". Balas keduanya serempak.

Tania duduk di kursi meja makan yang sudah disediakan. Dengan tersenyum manis Tania menetap lembut keduanya. Biasanya Tania tidak pernah sebahagia ini.

"Biasanya korban-korban bully itu akan mengalami trauma atau depresi. Tapi kamu nggak nampak kayak sedang trauma atau depresi". Celetuk papanya membuat Tania tersedak saat meminum susu hangat buatan Mama.

Tania mendehem menetralkan suaranya dan juga jantungnya yang hampir copot. Tania lupa dengan hal itu, harusnya dia berlagak seperti korban bully, tapi sesampai di rumah dia seperti santai-santai saja dan pasti itu membuat orang tuanya merasa heran.

Persetan dengan trauma.

Walaupun dirinya pandai dalam berakting tersakiti tapi dirinya tidak bisa berakting seperti korban karena dirinya tidak pernah menjadi korban.

"Iya, mau mama sama papa bawa kamu ke psikiater?. Mereka bisa periksa kamu, mungkin kamu ada kelainan". Sambung mama.

Gila, mereka kira gue itu kena bipolar lagi makanya dia mau bawa gue psikiater. Gue baik-baik aja, gue cuma nggak bisa gimana caranya jadi orang trauma. Seharusnya gue lihat dulu tadi malam di Google gimana cara berlagak menjadi korban yang trauma. Ini gue malah semalaman main game. Bodoh lu Tania.

"Gak usah ma.. pah aku baik-baik aja. Aku nggak butuh ke psikiater aku cuma butuh refreshing aja".

"Emangnya kamu mau ke mana? Biar mama sama papa temenin".

"Tania nggak mau ke mana-mana Tania cuma butuh refreshing dengan cara main game doang itu udah buat Tania bahagia kok".

Jawaban dari Tania membuat mama dan papanya tercengang. Apakah ini anaknya? Sangat berbeda sekali Tania ini dengan Tania yang dulu. Bahkan sifatnya saja kelewat santai membuat Mama dan papa tidak percaya kalau Tania dibully oleh orang-orang.

"Ya udah, apapun yang kamu suka mama dan papa akan setuju setuju aja selagi itu hal yang positif".

"Makasih ma.. pa, Tania sayang kalian".

Ukhti FiguranWhere stories live. Discover now