Bab 6 : Asjal Ruwhi.

18.5K 1.9K 707
                                    

Kafka tidak melepas pandangan dari salah satu objek yang berada tepat di hadapannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kafka tidak melepas pandangan dari salah satu objek yang berada tepat di hadapannya. Gadis itu, gadis yang dulu membersamai lomba Tahfidzul Qur'an antar pesantren kini telah kembali. Sedang, Sabina menunduk dalam begitu menyadari tatapan Kafka tertuju untuknya. Bukan hanya pesantren saja yang berbeda, tetapi orang-orang yang ada di dalamnya pun turut menyesuaikan. Termasuk Kafka, laki-laki itu terlihat bertambah dewasa sekarang.

"Assalamualaikum, Gus," salam Sabina seraya menangkupkan kedua tangannya di depan dada.

"Ah—iya, wa'alaikumussalam warahmatullah." Kafka merasa tak enak hati akan keterkejutannya. "Monggo, masuk dulu," lanjut Kafka, mempersilakan ketiga tamunya untuk masuk ke ndalem.

Di ruang tengah, Adel tersenyum puas ketika Kafka memilih pergi daripada memberinya hukuman. Gadis itu begitu semangat menarik perhatian Kafka lewat hal-hal kecil, hukuman akan ia arungi, asal bisa mendapat perhatian dari sang pujaan hati, katanya.

"Syukur deh kalau gue nggak dihukum, jadi bisa kapan-kapan lagi buat kabur. Lagipula, Kapan lagi deketin keponakan bonus Omnya?" Adel terkikik geli mendengar ucapannya sendiri, ia melihat sekeliling, sepi, lebih baik ia kembali ke asrama sekarang.

Dari arah belakang, langkah kaki yang awalnya ringan kini menjadi terasa berat begitu melihat sepasang mata yang baru saja ia lihat dalam jarak dekat, justru menatap perempuan lain. Siapa dia? Dalam benak membentuk tanda tanya hebat yang tidak bisa ia tebak.

Cantik, satu kata yang terlintas dalam hati Adel begitu dari jauh ia melihat mata gadis bercadar itu. Apakah itu juga yang membuat Kafka terhipnotis sampai melupakan apa yang ia katakan padanya tentang gadhul bashar?

Dibalik tembok pembatas, Adel mengambil napas panjang dan menghembuskannya perlahan. "Huh!" Sedetik kemudian, sebelah tangannya mengepal membentuk tanda semangat. "Semangat, Del, anggap aja ini adalah konsekuensi jatuh hati sama orang ganteng. Jadi, maklumi aja kalau banyak saingan."

Tengah asik menyemangati diri sendiri, Adel dikejutkan dengan seseorang yang tiba-tiba menarik tangannya. Zayn, anak kecil itu rupanya lebih dulu melihat Adel sebelum gadis itu menyembunyikan diri dibalik tembok.

Adel berdecak kesal, kini persembunyiannya digagalkan oleh Gus kecil yang menyebalkan. Tanpa canggung, Adel tersenyum pada semua yang ada di sana. Sudah terlanjur basah, jadi mandi aja sekalian, pikir Adel. Sedang, Zayn tertawa kecil melihat raut wajah Adel yang menurutnya sangat lucu.

"Ammu," panggil Zayn.

"Dalem," balas Kafka seraya menatap Zayn dari tempatnya. "Kenapa, Zayn?"

"Ammu, Mbak Dedei cembulu," adu Zayn membuat kedua bola mata Adel nyaris keluar. "Heh!"

Zayn tertawa, sedang semua yang berada di sana ikut tertawa kecil. Kafka? Ia hanya menggeleng pelan dengan tersenyum tipis.

"Maaf, ya, semuanya. Zayn kalau ngomong memang nggak bisa di rem, namanya juga anak kecil," ujar Adel menahan rasa malu, mau bagaimanapun tamu abah adalah orang yang wajib ia hormati.

MUARA KIBLATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang