Bab 5 : Perkara Nikah.

19.8K 1.8K 335
                                    

Zaki terkekeh menanggapi ucapan Kafka

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

Zaki terkekeh menanggapi ucapan Kafka.
"Ada ada aja. Tapi, saya salut sama anta, menurut saya ilmu yang anta miliki di usia sekarang adalah pencapaian yang patut diapresiasikan."

"Jangan berlebihan, Gus. Saya ini apalah, ilmu yang antum miliki jauh lebih tinggi dari saya yang masih bocil ini," balas Kafka diakhiri tawa diujung kalimat.

"Bocil dari mana? Antum udah dua puluh dua tahun, mungkin sebentar lagi menuju jenjang yang lebih serius." Zaki menahan tawa, ia teringat dengan Adel yang terus berusaha mendekati Kafka.

Kafka berdecak.
"Yang tua dulu aja, Gus. Kayak antum misalnya."

Zaki tidak menanggapi ucapan Kafka, ia kembali membuka kitab yang ada, Gus berusia dua puluh delapan tahun itu menggeleng pelan melihat kitab yang sedang Kafka pelajari itu.
"Nah, ketahuan, kan, anta, Gus. Bilangnya nggak mau nikah cepet, tapi kitab yang dipelajari semuanya tentang perempuan."

Kafka menghela napas, kenapa lama-lama Zaki mirip dengan kakak iparnya? Cerewet sekali, pikirnya.
"Namanya juga buat bekal masa depan, saya juga mau nikah, nggak mau jadi jomblo tahunan kayak situ," sindir Kafka membuat si empu merotasikan kedua bola matanya malas.

"Jodoh saya masih on the way. Mungkin sebentar lagi sampai," balas Zaki sekenanya.

Kafka tertawa.
"Dari mana antum tau sebentar lagi sampai? Memangnya belanja online yang lusa pesan, sekarang sampai?"

"Sebenarnya saya udah punya calon," ujar Zaki tiba-tiba, kedua tangannya masih asik membuka-buka kitab yang ia pegang.

Kafka terkejut mendengar itu, dengan gerakan cepat ia mengambil paksa kitab yang masih berada di tangan Zaki agar si empu kembali fokus ke arah pembicaraan.
"Siapa?"

Zaki menatap Kafka dengan serius.
"Anta mau tau?"

Kafka mengangguk.

"Dia,..." Zaki menjeda ucapannya. "Perempuan."

Mendengar itu Kafka menjatuhkan rahangnya seketika.
"Gak lucu."

***

Zaki tersenyum geli begitu keluar dari ndalem, kapan lagi bisa menggoda anak dari pemilik pesantren ini, pikirnya.

"Ekhem." Ayra berdekhem cukup keras menyadarkan Zaki dari lamunannya. "Bang Zaki udah dibolehin pulang sama dokter?" tanya Ayra.

Zaki mengernyitkan dahinya.
"Maksudnya? Abang nggak sakit, kok."

"Lalu senyam-senyum sendiri gitu kenapa? Horor banget aku liatnya."

Zaki terbelalak, ia mengerti sekarang.
"Astaghfirullah, jadi menurut kamu abang ini gila?"

Ayra terkekeh.
"Loadingnya lama amat, Bos."

"Kamu ini." Zaki melihat sekeliling Ayra. "Zayn mana?"

MUARA KIBLATOnde histórias criam vida. Descubra agora