SEJAK KAPAN DUNIA ADIL?

1.8K 214 11
                                    

"Melihat anak yang tadinya masih kita gendong kini telah beranjak Dewasa, merupakan kebahagiaan bagi semua orang tua, namun apakah setelah beranjak Dewasa anak itu bahagia? Dia pasti memiliki banyak luka yang di simpan sendirian tanpa mau bercerita

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Melihat anak yang tadinya masih kita gendong kini telah beranjak Dewasa, merupakan kebahagiaan bagi semua orang tua, namun apakah setelah beranjak Dewasa anak itu bahagia? Dia pasti memiliki banyak luka yang di simpan sendirian tanpa mau bercerita."--Senjani.

☔🌨️

Kalau saja Januarta bisa bertemu dengan dirinya di masa kecil, pasti dia akan mengatakan hal seperti ini, Maafin semua orang yang udah nyakitin kamu, kalau capek dan emosi selalu dikendalikan. Karena emosi telah membuat kamu kehilangan banyak hal, dan jangan pernah menyakiti orang lain demi kepuasan dirimu sendiri. Lalu terima kasih banyak karena kamu hebat bisa tumbuh sendirian tanpa di tanya apakah kamu baik-baik saja?

"Ibu, Arta berangkat kerja dulu, Ya? Entar Januarta gajian, ibu mau di beliin apa?" Januarta mencium telapak tangan Senjani yang sedang menyapu di halaman rumah.

"Hati-hati di jalan, ibu enggak pengen apa-apa, Nak. Nanti kamu mau di masakin apa?" tanya Senjani. Ia masih menyimpan sedikit uang dari hasil memulung waktu itu, dan rencananya ia akan membuat makanan enak untuk putranya.

"Ata kangen Batagor buatan ibu jadi buatin Arta itu ya, Bu." ujar Januarta tersenyum lebar.

"Nanti ibu buatkan yang banyak buat putra kesayangan ibu, udah sana berangkat nanti kesiangan lagi."

"Terima kasih ibu, Januarta berangkat dulu ya, Bu." cowok itu menghidupkan mesin motornya lalu mulai melaju keluar dari per-karangan rumah. Semetara itu Senjani menggenggam erat batang sapu yang ia pegang. Tidak mungkin kalau dirinya terus berdiam diri dan membiarkan putranya berkerja sendirian, "Aku harus kerja agar tidak menjadi beban putraku Januarta."

☔🌨️

Baru saja menginjak kaki di universitas Pancasila, Mahendra sudah menjadi topik pembicaraan karena menarik perhatian semua mahasiswa. Cowok bertubuh jangkung mengenakan Hoodie berwarna putih itu berjalan di koridor tanpa mempedulikan komentar orang-orang. Wajahnya tampak lelah, dia bahkan ingin bolos kuliah hari ini, akan tetapi tinggal di rumah justru lebih memuakan dan menyebabkan-nya gila.

"Lihat tubuh anak dari jurusan Seni itu babak belur ngeri pisan aing lihatnya." bisik salah satu mahasiswa pada teman di sampingnya.

"Matanya itu kena pukul?" siapapun yang melihat kondisi Mahendra pasti sangat memprihatinkan dan megedik nyeri. Mata bagian kiri yang di perban satu, tubuhnya terdapat banyak luka bekas pukulan. Tatapan cowok itu seakan-akan kehilangan harapan untuk hidup.

Gue ternyata masih hidup padahal berharap mati kemarin malam.

"Mahendra!" teriak Arunika berusaha mengejar langkah sahabatnya yang terus saja berjalan cepat tanpa menghiraukannya sedikitpun, padahal sudah di panggil berulangkali. Mahendra yang mendengar teriakan Arunika enggan untuk menoleh dia sudah menjamin bahwa perempuan itu pasti akan bertanya mengenai kondisinya saat ini.

"Resek ya lo!" kesalnya sudah berada di hadapan cowok itu. Jika Arunika kesal ia pasti akan mengucapkan kalimat lo-gue. Dan itu sudah biasa bagi Mahendra.

"Apa?" tanya Mahendra cuek.

Apa? Apa katanya? Kesabaran Arunika sudah di ujung tanduk. "Pesan gue enggak lo jawab dari kemarin. Biasanya kalau udah sampai rumah kan lo ngechat gue, bego! Dan sekarang, kondisi lo kenapa bisa kayak gini? Lo jatuh atau-----" Arunika memeriksa dengan teliti tubuh sahabatnya yang dimana terdapat banyak bekas pukulan.

"Ini perbuat ayah lo lagi?" kedua netra Arunika menatap Mahendra penuh curiga lalu di balas gelengan kepala. Sebab dia tidak mau menceritakan tentang kejadian kemarin pada siapapun. Jika ibu tidak langsung meminta pertolongan pada Tentangga untuk ke rumah sakit sudah di pastikan nyawanya lenyap di tangan sang ayah terus saja mengamuk.

"Enggak. Gue jatuh karena enggak sengaja nabrak bebek." Alibi Mahendra sungguh konyol sekali.

"Enggak percaya. Apa-apaan kecelakaan gara-gara nabrak bebek bikin lo kayak gini? Lo selama ini selalu menyembunyikan sesuatu dari gue, padahal kalau gue ada apa-apa larinya ke lo!" kesal Arunika apalagi Mahendra tidak merespon sama sekali. "Lo dengerin gue kan? Kok Lo diem aja. Walaupun lo lagi terluka gue tetap marah catat itu baik-baik."

"Gue-----"

Mehendra menjatuhkan kepalanya di pundak Arunika. Ia benar-benar sangat lelah berada di keadaan seperti ini. Dia tidak berbicara apapun, Arunika kemudian meletakan tangannya di atas punggung cowok itu lalu berucap, "Kita pindah tempat dulu yuk? Gue tahu kondisi lo lagi enggak baik-baik aja." Mahendra hanya mengangguk.

Arunika kemudian menarik cowok itu ke belakang kampus, di sana Mahendra mencurahkan segala isi hatinya selama ini di pelukan perempuan itu, "Run, gue mau lenyap dari muka Bumi. Hari-hari gue begitu berat, enggak ada dukungan dari keluarga, selalu aja di bantai habis-habisan. Kebahagiaan enggak pernah berpihak sedikitpun ke gue, Run. Kenapa Tuhan selalu ngasih gue cobaan padahal gue enggak sekuat itu." lirih Mahendra menahan air matanya agar tidak luruh.

"Gue udah nyuruh ibu memasukkan ayah ke penjara tapi ibu enggak mau, secinta itu ibu gue sampai rela dirinya di sakiti, dan gue juga kena imbasnya."

Hati Arunika ikut teriris mendengar setiap kalimat yang di ucapkan oleh Mahendra. "Aku tahu itu berat untuk kamu Ndra, karena banyak hal yang terjadi di luar kendali kita, dan kita enggak bisa terus-terusan hidup sesuai ekspektasi. Tuhan punya skenarionya sendiri. Kamu sudah bertahan sejauh ini, bagiku sangat hebat."

"Dunia selalu enggak adil sama gue, Run."

"Memang sejak kapan Dunia ini adil, Mahendra? Semua manusia yang bernyawa punya lukanya masing-masing, hidup manusia mana yang kamu jadikan perbandingan? Aku tahu kamu terluka Ndra, bukan dunianya yang jahat. Tapi manusia itu sendiri, jangankan sesama manusia, manusia bahkan merusak lingkungan alam dan membuat para hewan dan tumbuhan menderita akibat perbuatan mereka, lalu menyalahkan Tuhan atas musibah yang terjadi. Aneh kan? Manusia egois dan hanya memikirkan diri mereka sendiri." Arunika bisa mendengar suara Isak tangis Mahendra.

"Kamu kalau ada apa-apa cari aku, Ndra. Aku pasti ada detik itu juga, kamu enggak harus pura-pura..., ini pasti sakit ya? Kamu udah makan? Ayo kita makan dulu."

"Enggak, gue mau kayak gini dulu sebentar." Arunika pun mengangguk pelan. Dia mengusap surai hitam cowok itu menunggunya tenang.

Gue takut Run. Takut menjatuhkan hati  sama lo, karena udah memperlakukan gue sebaik ini..., padahal gue tahu lo enggak akan bisa jatuh cinta sama gue.

Sial. Gue harus apa?
.
.
.

Next? Spam emot 💚
Jangan lupa follow akun Instagram yang ada di Bio aku💚🎀

SEMICOLON [ Segera Terbit ]Where stories live. Discover now