ANXIETY DAN RASA TRAUMA

2.4K 280 21
                                    

“Bagi mereka yang tidak pernah merasakan Trauma akibat bullying, pasti dengan enteng mengatakan seperti ini, ‘Kamu kalau jadi orang jangan dendam harus memaafkan, namanya juga manusia pasti pernah berbuat kesalahan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Bagi mereka yang tidak pernah merasakan Trauma akibat bullying, pasti dengan enteng mengatakan seperti ini, ‘Kamu kalau jadi orang jangan dendam harus memaafkan, namanya juga manusia pasti pernah berbuat kesalahan.’ aku sudah memaafkan sejak lama, bahkan sebelum mereka meminta maaf pada diriku. Namun masalahnya adalah, rasa takut terus muncul menghantui setiap saat, dan itu sungguh menyiksa hingga aku harus pergi ke psikiater untuk memulihkan mentalku yang rusak.” ---Biru Erlangga Mahaputra.

☁️☁️☁️

Bullying.  Kalian pasti tidak asing dengan kata ini bukan? Semua orang pernah mengalaminya, dan jika seseorang berada di situasi seperti ini,  dan mendapatkan bullying secara fisik maupun verbal jarang ada orang yang membantu bahkan mereka akan ikut mengucilkan korban hingga tidak memiliki teman. 

Kalau di tanya mengapa? Karena beberapa dari manusia tidak peduli dengan perasaan orang lain, asalkan tidak terkena bullying, mereka pasti akan bertindak acuh karena takut menjadi  sasaran berikutnya. Itulah yang Biru tahu.

Sepulang dari berkerja laki-laki berumur dua puluh satu tahun itu menonton percakapan di televisi yang membuatnya bengong. Di rasa bosan Biru kemudian mengganti salurannya ke Chanel lain. Detik itu juga ada berita yang dimana seorang anak SD mendapatkan tindakan bullying oleh teman-temannya, tubuh anak perempuan itu di oper ke sana kemari dan di pukul secara bergilir hingga babak belur.

“Oper tubuhnya ke sini, aing belum puas mukulnya.”

“Hahaha Dasar Tunawicara! Hidup maneh aja enggak sempurna. Apa ibu maneh enggak kecewa ngelahirin beban kayak maneh? Kalau aing jadi maneh udah  bunuh Diri!”

Jantung Biru mencelos, serpihan di masa lalu mulai menyerang, jantungnya berdetak lebih kencang tak beraturan, napasnya sesak sekujur tubuhnya terasa sakit.

Rasain! Sakit kan? Mati lo!" umpat Januarta sambil terus menendang punggung Biru hingga akhirnya ia tersungkur di halaman sekolah. Pakaian Biru, yang sebelumnya bersih, kini menjadi kotor akibat perlakuan tersebut."Dasar miskin! Lo udah mandi belum sih? Bau banget!" cibir Sagara sambil menjambak rambut Biru, sedangkan Mario merekam kejadian tersebut.

"Mending ikut ayah lo ngojek sana! Ngapain sekolah? Toh pada akhirnya juga bakalan nerusin profesi ayahnya jadi tukang ojek!"Setiap hari, tanpa absen, Biru Erlangga Mahaputra mengalami bullying secara fisik maupun verbal. Sebagai siswa yang mendapatkan beasiswa dan banyak penghargaan setiap tahunnya, Biru terisak karena tidak dapat melawan perlakuan tersebut, terutama karena Januarta adalah anak kepala sekolah.

Biru memang pintar, namun ia di-bullying karena berasal dari keluarga kurang mampu dan kesulitan dalam bersosialisasi. "Huek! Bapak lo noh, kasihan. Panas-panas nyari uang buat makan, tapi anaknya malah di-bullying di sekolah," Januarta memberikan bogem ke wajah Biru.

"Ayah gue cuma kerja, kenapa lo kelihatan jijik sama ayah gue? Enggak ada salahnya jadi tukang ojek!" sahut Biru.

Suara-suara mereka di masa lalu berdengung di telinga Biru, “ibu, gimana bisa Biru mengendalikan perasaan emosi atas kejadian tersebut sedangkan pelaku enggak pernah minta maaf.” lirih Biru memukul dadanya berusaha menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

Anjanu dan Renjana baru saja menginjakkan kaki di ambang pintu, karna baru saja pulang dari sekolah terkejut mendapati sang kakak tersungkur di atas lantai dengan cepat keduanya berlari menghampiri Biru, "Kak Biru kenapa kak?" tanya Anjanu khawatir, terdengar suara berita tentang kasus bullying di televisi hal itu membuat anak-anak laki-laki itu langsung mematikannya.

"Obat. Ambil obat kakak di laci," lirih Biru. Dengan sigap Anjanu membuka laci yang di tunjuk oleh Biru lalu mengambil obat-obatan tersebut dan diberikan pada sang kakak, sedangkan Renjana bertugas mengambil segelas air putih.

Biru meminum beberapa butir obat sekali teguk. Cowok itu berusaha mengatur napas kembali. Memperhatikan sang kakak kesakitan menahan Anxiety yang kambuh, Anjanu dan Renjana lantas memeluk tubuh sang kakak untuk menguatkan.

"Jangan ingat lagi masa lalu yang udah terjadi dalam hidup kakak, ayo sembuh, kak. Nja enggak tega lihat kak Biru seperti ini terus,"

"Jana tahu orang-orang yang memiliki trauma sulit untuk sembuh, tapi mau Sampai kapan kak Biru hidup seperti ini? Kakak bisa menyelamatkan banyak orang lain dengan sifat kakak dan menyembuhkan mereka tapi kenapa kakak enggak bisa menyelamatkan diri kakak?" lirih Renjana.

Rasa sesak mulai menghilang karena obatnya sudah mulai bereaksi, Biru mengusap air mata Anjanu dan Renjana. "Jangan nangis, kakak gapapa. Ayo dong, masak udah gede nangis." Biru menyuruh mereka berdua untuk tersenyum.

Anjanu tidak suka melihat kak Biru yang seperti ini, selalu menyembunyikan lukanya dan mengatakan dirinya baik-baik saja, "Kakak takut ya terlihat lemah di hadapan aku dan Renjana? Makanya kakak seolah-olah terlihat baik-baik saja, padahal enggak sama sekali. Aku bukan lagi bocah SD yang tidak mengerti keadaan, kak. Aku paham kondisi kakak saat ini...padahal kita keluarga. Rasa sakit kakak, rasa sakit kita semua." Isak Anjanu mengusap air matanya kasar diikuti renjana yang menangis tanpa suara.

"Aku masih ingat dulu sepulang sekolah kakak mencari pekerjaan tambahan demi aku, bapak, ibu, dan Jana, karena waktu itu Bapak sakit dan ibu enggak punya uang untuk beli makanan, jualan kue kakak juga laku dikit. Aku masih ingat kak, kakak nangis di belakang rumah sendirian tanpa ada yang tahu. Kakak cuma beli nasi bungkus empat, dan kakak sama sekali enggak makan... ”

“Aku tahu setelah kita selesai makan..., padahal kakak tidak harus berbuat seperti itu." lanjut Anjanu, tangisan remaja laki-laki itu tersendiri menyakitkan.

"Aku gagal kak, gagal menjadi seorang adik. Bukan berarti karena kak Biru anak pertama, kakak harus menanggung beban sendirian." Biru menghamburkan pelukannya ke dalam dekapan Anjanu dan Renjana.

"Kalau kak Biru butuh tempat cerita cari Jana ya? Tangan Jana memang kecil dan enggak bisa ngasih pelajaran sama orang yang  udah nyakitin kakak, tapi tangan kecil ini bakalan peluk kak Biru di saat Dunia enggak berpihak sama kakak.”

Biru mengangguk pelan. Pertahanan laki-laki itu runtuh seketika, dia ikut terisak.
Definisi keluarga yang sebenarnya adalah ketika kita ada di masa terpuruk, mereka akan mengeluarkan tangan dan membekap kita tanpa di suruh
.
.
.

Nextt?
Spam emot ☔

Jangan lupa komen dan follow!

Apa kalian pernah mengalami hal seperti Biru? Di bullying hingga mengalami trauma berkepanjangan?

Pesan untuk Biru?

SEMICOLON [ Segera Terbit ]Where stories live. Discover now