PELAKU DAN KORBAN BULLYING

3.7K 365 26
                                    

"Saat guru mendengar anak didiknya mengadu karena di bullying, mereka hanya akan memberikan nasehat tidak berguna bagi pelaku, dan paling mirisnya guru seolah-olah tidak melihat apapun atau cuma menegur namun tidak mau di tindak lanjuti

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Saat guru mendengar anak didiknya mengadu karena di bullying, mereka hanya akan memberikan nasehat tidak berguna bagi pelaku, dan paling mirisnya guru seolah-olah tidak melihat apapun atau cuma menegur namun tidak mau di tindak lanjuti. Begitupun seterusnya, memang dasarnya manusia tidak akan pernah peduli, mereka hanya fokus pada dirinya sendiri. Takdir tidak pernah memihak, sekalipun kita hancur lebur." --Januarta Dirgantara.

☁️☁️☁️

Tiga hari kemudian....

Januarta mengusap peluhnya sendiri menggunakan pakaiannya yang lusuh lantaran terkena debu. Napas cowok itu terengah-engah butiran keringat menetes membahasi seluruh tubuh. Rasa lelah dan haus melanda, ia baru saja mengangkut lima karung beras berukuran 50 kg tapi rasanya seperti ingin mati, apa mungkin dirinya belum terbiasa? Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 12.15 WIB. Terik matahari masih sangat panas menerangi Bumi, para pegawai tetap melanjutkan aktivitasnya memindahkan karung beras dari mobil pick up ke dalam Toko.

"Ta, ayo kerja. Nanti kalau Pak Haji lihat kamu teh bisa di marahin." tegur Pak Umang.

"Iya, Pak." balas Januarta mengangguk pelan. Sudah tiga hari dia berkerja di Toko beras Pak Haji karena bantuan dari Pak Jaya. Entahlah, bagaimana caranya Januarta akan membalas Budi pada beliau karena selalu baik pada orang sepertinya.

"Gue harus semangat. Nanti kalau udah gajian bisa beli makanan enak." ucap laki-laki itu menyemangati dirinya sendiri.

Hidup Januarta mengalami perubahan drastis. Ia memulai hari dengan bekerja mulai pukul 07.30 hingga 13.10 WIB, kemudian pulang ke rumah untuk mandi dan makan sebentar sebelum pergi ke Toko Bunga hingga larut malam. Akibatnya, ia tidak memiliki waktu untuk istirahat siang atau menghabiskan waktu bersama teman. Sebenarnya, mengenai teman, apakah Januarta memiliki teman? Seiring bertambahnya usia, secara perlahan satu per-satu orang mulai menghilang dari kehidupannya, termasuk dirinya sendiri.

"Ta, di truk masih ada satu karung beras kamu tolong bawa ya, bapak teh mau ke kamar mandi ada panggilan alam." ujar pak Umang memegangi perutnya.

"Baik."

Dari kejauhan seseorang memperhatikan gerak-gerik Januarta dari balik jendela mobil, ia menatap iba pada putranya. Terlebih lagi, kondisi Januarta sangat kurus tidak sama seperti dulu. "Dasar anak keras kepala, coba aja kamu dulu mau nurutin ayah masuk fakultas kedokteran bukan malah ingin menjadi seorang guru olahraga yang tidak berguna, pasti hidup kamu enggak akan seperti sekarang."

Ya, dia Narendra ayah dari Januarta. Laki-laki berumur lima puluh tahun itu menatap penuh amarah.

"Tuan, maaf jika saya lancang." sejak dulu pak Harto tidak setuju jika Narendra menuntut Januarta menjadi apa yang dia mau, padahal remaja itu memiliki kesukaannya tersendiri seperti di bidang olahraga.

"Ya, To, Kamu mau bilang apa?"

Pak Harto sedikit ragu untuk mengeluarkan pendapat, tapi di sisi lain dia sudah muak."Sebagai orang tua kita memang sepatutnya memikirkan masa depan anak kita."

SEMICOLON [ Segera Terbit ]Where stories live. Discover now