RAGAKU MASIH HIDUP TAPI JIWAKU SUDAH MATI.

2.3K 257 60
                                    

"Mengapa bisa manusia gemar sekali menghancurkan hidup seseorang? Tidakkah mereka berpikir apa dampak dari perbuatan yang telah mereka lakukan?"--Januarta Dirgantara

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Mengapa bisa manusia gemar sekali menghancurkan hidup seseorang? Tidakkah mereka berpikir apa dampak dari perbuatan yang telah mereka lakukan?"--Januarta Dirgantara.

🌨️🌨️🌨️

Januarta sedang asyik mencatat beberapa materi di buku tulis merasa terganggu kala mendengar kelas ribut lantaran Andhika dan kedua temannya memalak salah satu mahasiswa bernama Jingga---laki-laki yang duduk paling belakang dan jarang berbaur sehingga dia di kucilkan dan tak pernah di anggap keberadaannya.

Terlebih lagi cowok itu tidak pernah mempedulikan penampilannya, Gaya Rambut Model Belah Pinggir, suka Minder dan tidak percaya diri, menggunakan kacamata bulat, kalau berbicara selalu gagap--- tidak berani menatap sang lawan berbicara, pemalu, pendiam dan tidak memiliki satu orang teman.

Jika kamu tidak memiliki seorang teman, berasal dari keluarga kurang mampu, dan tidak bisa bersosialisasi matilah kamu,  Karena kamu akan menjadi bahan bullying orang-orang yang beranggapan bahwa dirinya paling berkuasa. Entah itu dari segi kekayaan, populer, dan memiliki banyak teman. Dunia tidak adil bagi mereka yang tidak memiliki apapun. Semua orang berlomba-lomba menjatuhkan agar dirinya tidak di injak-injak.

"Uang jajan lo berapa?" tanya Andhika menghembuskan asap rokoknya di hadapan jingga hingga cowok itu terbatuk-batuk.

"Lima belas ribu," jawabnya takut-takut.

"Miskin amat! Emang uang itu cukup buat beli makanan?" sembur Pradipta menyodor kepala Jingga namun cowok itu tidak melawan karena takut. Apalagi tubuh Pradipta sangat kekar jika terkena pukulannya tentu dia akan langsung pingsan.

“Lihat nih uang jajan gue aja satu juta, lo lima belas ribu cuma dapat Air putih sama roti doang? Hahah. Menyedihkan.” Bayu memamerkan sepuluh lembar uang berwarna merah pada Jingga.

Uang lima belas ribu udah cukup banyak buat jajan bagi aku. Tapi kenapa mereka malah ketawa? Demi apapun, Jingga ingin menangis melihat kondisinya sekarang karena ia terus menjadi bahan bullying.

"Diem Mulu lo bisu ya?!" geram Bayu menendang pinggang Jingga keras.

"Ngelawan dong lemah banget jadi cowok!"Jingga merasa kasihan pada dirinya sendiri, mengapa hidupnya selalu di rendahkan habis-habisan oleh orang lain? Sehina itukah dia? Setiap perkataan membekas, lukanya terasa sakit. Luka karena di bullying. Semua orang terlihat acuh. Tak ada satupun yang menolong, mereka asyik dengan dirinya sendiri.

“Dasar banci!”

Bayu mengambil spidol dari dalam tas sedangkan Pradipta dan Andhika memegangi kedua tangan Jingga agar laki-laki itu tidak bisa memberontak. Senyum jahat tercetak di wajah Bayu saat mengukir sesuatu di wajah cowok itu, dia merasa puas. "Lepas. Lepasin gue, gue mohon."

Andhika tak menggubris perkataan Jingga, "Lo tahu kenapa orang-orang di kelas ini enggak ada yang nolong lo? Karena mereka semua benci sama kehadiran lo di sini!" Andhika melontarkan kalimat paling menyakitkan pada Jingga, tanpa sadar dia kembali menorehkan luka berulangkali tanpa rasa bersalah.

Setelah puas mencoret wajah Jingga mereka pun melepaskan cengkraman-nya.
Salah satu mahasiswi melemparkan gulungan kertas ke arah Jingga, saat di buka terdapat makian yang menyuruhnya enyah dari muka bumi.

Salah satu mahasiswi melemparkan gulungan kertas ke arah Jingga, saat di buka terdapat makian yang menyuruhnya enyah dari muka bumi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mati-matian ia menahan air mata agar tidak terjatuh dari pelupuk mata. Andhika dan Bayu ikut membaca isi surat tersebut, mereka berdua semakin mengucilkan Jingga. "Benar. Lo harusnya mati ngapain hidup?! Mau gue kasih tau sesuatu enggak? Sebenarnya ibu lo itu nyesel pernah melahirkan orang kayak lo!"

"Jaga ucapan lo ya!" pada akhirnya Jingga membuka suara. Mata cowok itu memerah menahan amarah, dia tanpa takut menatap wajah Andhika. Kedua tangannya terkepal kuat.

"Udah berani lo sama gue?! Brengsek!" Andhika hendak melayangkan pukulan pada Jingga, namun dengan cepat Januarta langsung menahannya. Tatapan cowok itu terlihat jengkel , dia sudah tidak tahan melihat perilaku Andhika dan kedua temannya. Setiap mendengar kalimat yang mereka lontarkan mampu membuat darah tingginya naik.

"Lo punya otak atau enggak punya sama sekali? Kalau lo punya otak enggak akan menindas orang yang lebih lemah. Mentang-mentang lo kuat jadi bisa semena-mena?"

“Uang lima belas ribu cukup kok beli soto sama air putih, emang harus banget ya uang jajan dia ngikutin standar kalian bertiga?” tanya Januarta berusaha menahan emosi agar tidak melakukan kekerasan. Melihat ekspresi sombong Andhika sudah mampu membuatnya naik darah.

Andhika menghempaskan tangan Januarta kasar,"Lo enggak usah ikut campur. Atau Lo mau ikut join bareng kita? Kan, dulunya, lo juga pembullying." kekeh Andhika menarik sudut bibirnya ke atas.

"Gue emang mantan pelaku bullying. Tindakan gue emang enggak bisa di benarkan dari segi apapun. Tapi gue enggak mengulang nya. Dan lo semua yang di kelas ini, mau itu pelaku, dan si pengamat tanpa mau membantu itu juga terlibat dalam kasus bullying!" teriak Januarta.

"Lo sadar enggak sih? Perbuatan bullying itu merugikan. Apa dengan cara ini bisa bikin lo bahagia? Kebahagiaan lo rendah jika mengambil kebahagiaan orang lain lalu menyakitinya." kata Januarta kemudian memberikan sapu tangan pada Jingga, "Bersihin. Jangan mau di tindas."

"Cukup bullying gue aja, enggak usah bullying orang lain. Dasar pecundang. Jangan membullying kalau lo enggak mau menyesal seumur hidup kayak gue." bisik Januarta tepat di telinga Andhika.

"Brengsek ya lo, gue sumpahin lo mati, Ta. Sial!" Andhika mengamuk menatap punggung Januarta yang mulai menghilang dari arah pandangan.

Jingga menundukkan kepala memegang erat sapu tangan yang diberikan oleh Januarta. Gue lelah. Hidup tapi terasa mati berkali-kali akibat perbuatan manusia yang tidak memiliki perasaan seperti mereka.

Di luar kelas Januarta berjalan menatap kosong ke arah depan. Dia tidak ingin ada Biru yang lainnya di Dunia ini, dan tidak ada lagi pelaku bullying seperti dirinya.
.
.
.
.

Next? Spam emot 🌷
Jangan lupa vote dan ramaikan kolom komentar.

Btw kalian asalnya darimana nih?

Kelas berapa?

Kalian baca cerita ini pukul berapa?

SEMICOLON [ Segera Terbit ]Where stories live. Discover now