Sera diam lagi, ia sibuk memutus waktu yang tepat untuk menjatuhkan bomnya. Gadis itu sudah terlalu sesak disini, kostum yang ia gunakan juga bukan dirinya sekali. Jika bukan karena untuk mendukung rencananya, mana mau Sera keluar dari zona nyaman. Sera itu manusia yang sangat menjunjung tinggi kenyamanannya.

Kedapatan jika Angga menatap ke arah dadanya, Sera membalas menatap mata laki-laki itu.

"Dada gue emang bagus, tapi gue pikir lo nggak tertarik? Padahal ini asli lho, sayang banget lo suka sesama batang."

Angga berdeham pelan, kepergok seperti ini tentu saja membuatnya malu. Namun, menyadari kalimat terakhir Sera ia mengerutkan keningnya.

"Maksudnya?"

"I mean, lo gay?" Sera tersenyum tipis. Melihat lawannya yang kebingungan ia tentu senang. Ternyata semudah ini, laki-laki mata keranjang ink memakan umpannya dan membuat ia dengan mudah melancarkan aksinya.

"What?"

Sera menunjukkan mimik wajah perihatin, "Sayang banget. Padahal lo ganteng, muka lo masuk ke dalam tipe gue. Tapi, dibanding muka gue selalu mastiin gimana orangnya, gimana sifatnya, intinya ini itu lah. Bukan bermaksud ganggu privasi orang lain, but after establishing a relationship someone will be bound. Gue nggak mau sama orang yang nggak jelas," ujar Sera sesaat kemudian menunduk sedih.

"To the point aja, maksud lo apa? Gay? Lo pikir gue apaan?" Jelas saja Angga marah, sudah menunggu lama. Ia justru dituduh seorang guy.

Sera mengeluarkan amplop coklat dari dalam tasnya. Menaruh di atas meja bundar di hadapannya. Angga buru-buru mengambil benda itu, mengeluarkan isinya dan melotot terkejut. Sera rasanya ingin tertawa melihat ekpresi lucu itu. Bagaimana bisa semenyenangkan ini?

"Sinting! Gue nggak gay!" Beruntung tempat merek bertemu cukup tertutup, Sera tidak perlu terlalu merasa malu karena sikap tidak tahu tempat Angga ini.

"Tapi itu lo!"

"Gue nggak gay, pasti ada yang jebak gue. Itu lo, kan?" Mata Angga memicing curiga. Gadis di depannya ini memang bersikap ramah, tapi siapa yang tahu jika dirinya sebenarnya tidak menginginkan hubungan yang direncanakan ini?

"Gue kalau tersinggung itu akan berdampak buruk buat lo, jadi singkirin pikiran jelek lo tentang gue! Foto ini bisa aja gue sebar, kalau lo nuduh gue yang nggak-nggak. Bukan nama gue yang jelek, tapi nama lo sama keluarga lo." Senyuman manis gadis itu tidak surut, matanya sedikit menyipit.

Angga menghela napas, ia harus bersikap tenang. "Jadi, mau lo apa? Gue nggak gay."

"Tha fact is you gay," ujar Sera. Ia menatap amplop coklat yang telah Angga taruh di atas meja.

"Kasih gue waktu buat buktiin kalau gue bukan guy," pinta Angga memberikan jalan terbaik menurut pemikirannya. Ia juga menginginkan perjodohan ini, melihat secantik apa Sera secara langsung tentu saja ia mau.

"I don't have time to wait, do you cancel or do I cancel? Kalau gue yang cencel itu pasti nggak baik buat lo, gue nggak bisa janji kalau nggak ngebeberin alasannya ke Oma."
Sera tersenyum pada waiters yang mengantarkan pesanan mereka. Dirinya mulai menyantap appetizer yang telah ia pesan dengan tenang, menikmati kekalutan laki-laki di hadapannya.

"Kenapa lo nggak bisa nunggu?"

"Gue nggak suka sesuatu yang nggak pasti."

Pembawaan Sera terlalu tenang untuk Angga yang sudah kepalang  kesal. Laki-laki berkemeja hitam itu bangkit dari duduknya, dengan gerakan tertahan ia menatap kembali Sera.

"Fine! Gue bakalan ngomong soal ini ke orang tua gue."

Sera menumpukan dagunya di atas jemarinya yang saling tertaut di atas meja, ia tersenyum kecil dengan wajah teduh.

"Kalau bisa jangan jelekin gue di depan orang tua lo ya? Citra gue itu bagus dan sebenarnya di depan lo juga bagus kan? Jangan jadiin gue kambing hitam untuk membatalkan niat perjodohan ini, kalau gue denger—"

Sera menjeda ucapannya sebentar, menatap lamat-lamat Angga.

"—kasihan citra lo dan keluarga lo di mata publik bisa hancur cuman karena gue kesel."

Ternyata Sera sudah memikirkan apa dampak terburuknya jika Angga yang membatalkan, ia seolah bisa membaca niat Angga selepas pulang dari sini. Menjelekkan namanya di depan kedua orang tua laki-laki itu.

"Sinting!" Angga beranjak pergi, meninggalkan Sera yang menatap puas punggung Angga yang kini menghilang di balik pintu jati tinggi.

"So simple!" Sera kembali melanjutkan makannya dengan tenang, ia sangat menghargai makanan. Gadis itu dididik untuk menghormati makanan oleh Bi Mawar sejak kecil.

Setelah mempelajari yang sudah-sudah, Sera mengambil langkah ini. Ia yang memukul mundur Angga dengan cara licik, jika sebelumnya dirinya yang langsung membuat aksi agar ia bisa membatalkan perjodohan. Tetapi, berujung dimarahi.

Salahkan saja Helena yang keras kepala, Sera kan jadi menumbalkan orang lain. Usai menghabiskan hidangannya dan juga minuman yang telah Angga pesan, ia memanggil waiters untuk memberikan dirinya bills.




*******

Sera berjalan dengan tegap seraya menatap ponselnya, sibuk membalas pesan Helena yang menanyakan soal kencan buta yang ia buat. Sera membalas seadanya jika ditanya bagaimana Angga? Apa ia tampan atau tidak dan sebagainya.

Sedetik kemudian Sera menabrak sesuatu yang keras hingga membuat ponselnya terjatuh mengenai lantai mermer putih yang keras. Sera yakin seratus persen jika layar ponselnya saat ini sudah retak.

"Oh god.... Al giorno d'oggi, le persone sono più importanti per il proprio cellulare che per l'ambiente circostante, camminare invece di usare gli occhi rende difficile per le altre persone." (Saat ini masyarakat lebih mementingkan ponsel dibandingkan lingkungan sekitar, berjalan menggunakan mata dan justru menyulitkan orang lain.)

Badebah sialan ini! Dia pikir Sera tidak mengerti bahasa yang sedang dia gunakan itu? Sera bahkan sudah mempelajarinya sejak  ia lulus elementary school. Bahasa Italia dengan aksen Korea. Sera jadi bertanya-tanya berapa banyak bahasa yang diketahui orang ini?

Ingin rasanya Sera menjejalkan high heels yang ia gunakan ke mulut laki-laki ini. Sera mengangkat kepalanya, menatap orang di depannya dengan alis mengekerut, siap menghemburkan kemarahannya yang sudah berada di ujung lidah. Memang hanya dia yang bisa marah-marah? Sera juga bisa.

"Disini gue yang dirugiin, HP gue yang jatuh stupid! Lo bangsa spasies darimana hah? Kelakuan lo bener-bener Canis lupus familiaris. Lo juga buta hah? Mata gue disini!" Sera berkata datar, berbanding terbalik dengan laki-laki itu yang sempat membentaknya. Sera tidak habis pikir, setelah membentaknya, laki-laki itu justru diam cukup lama menatapnnya. Ugh... Terpesona kah?

Sera akui yang berdiri di depannya ini lumayan tampan, tubuhnya sangat tinggi menjulang di depan Sera yang bahkan sudah memakai hak setinggi 7 cm. Alis tebal yang sangat rapi di jidatnya—mata Sera sudah akan ke mana-mana jika tidak sadar, orang di depannya ini, manusia menyebalkan yang memaki-maki dirinya beberapa saat lalu.

"Seraphina?"

"Huh?"

______________________________________________

SATU KATA UNTUK PART INI!!!

SATU KATA UNTUK SERA!!!!

SPAM NEXT DISINI YAAA GUYSSS!!!!

SEE U IN ANOTHER PART!!!!

INVISIBLE STRINGWhere stories live. Discover now