Chapter 2 : White Wings and Red Blood

15 5 0
                                    

Sa ... sayap?

"Lo ... lo itu apa?" tanya salah satu preman berambut hitam gondrong sembari menunjuk Carossa. Matanya melihat gadis itu seperti monster atau hantu berbahaya.

Aku juga ingin menanyakan hal yang sama!

Dua preman lari terbirit-birit saat melihat sayap di punggung Carossa. Sementara dua lainnya mengambil jarak beberapa langkah sembari memasang kuda-kuda bertahan. Melihat adanya cela, gadis itu berlari menerobos mereka dengan kecepatan penuh. Sayap di punggungnya menabrak kedua pria itu. Membuat mereka terpukul mundur bagai menabrak papan berjalan. Memberikan kemudahan bagi Carossa untuk kabur.

Kali ini aku harus berhasil!

"Tangkap gadis itu!" seru salah satu pria sembari memegang hidungnya yang terluka. "Kalo dijual, kita bisa kaya tujuh turunan!" Kedua pria yang sebelumnya ciut itu kembali terbakar api. Matanya dengan rakus tertuju pada Carossa, melihat gadis itu tak ubahnya mangsa.

Dua orang menghadang dari depan, begitupun dua lainnya mendekat dari belakang. Membuat gadis itu terkepung dari dua arah. Tembok dari dua bangunan itu menghalanginya untuk mengelak ke arah lain.

Meski cahaya putih menyala terang dari sayap itu, tetap saja tidak ada yang datang menolongnya. Carossa menatap sekeliling. Ia menemukan celah di antara dua pria besar itu. Meski kecil, seharusnya cukup untuknya kabur jika dirinya mampu berlari kencang.

Carossa memasang kuda-kuda berlari. Namun, baru saja hendak kabur, punggungnya merasakan rasa nyeri yang luar biasa. Seolah anggota tubuhnya ditarik hingga hampir putus. Gadis itu menoleh ke belakang. Tampak tangan berotot menarik sayap setengah transparan itu. Senyum lebar terlukis di wajah garang dengan tindik di hidung itu. Kedua manik hitamnya berbinar, seolah baru saja menemukan harta karun. Berbanding kebalik dengan Carossa yang menatap lelaki itu gemetar.

"Dengan ini gue bakal kaya mampus," katanya puas.

Carossa menggeleng. "Tidak! Aku tidak ingin berakhir seperti ini!" pikirnya dalam hati.

Carossa bergerak liar, berusaha lepas dari cengkramannya. Tapi tenaganya sudah banyak terkuras. Apalagi setiap gerakannya membuat punggungnya semakin nyeri. Laki-laki itu kembali mencengkram kedua tangannya, menariknya ke belakang. Kini tidak hanya punggungnya yang terasa perih, namun kedua tangannya juga. Dua pria berjalan mendekatinya dengan tali yang telah mereka simpan sendari tadi di sudut lorong. Sementara satu pria lain mencengkram kaki Carossa, hendak mengangkatnya seperti daging panggang.

Gadis itu terus meronta. Mencoba membebaskan diri. Tapi semua sia-sia. Membuatnya tampak seperti gadis lemah. Amarah, kesedihan, dan keputusasaan menyelimutinya. Ia benci kondisi ini. Kondisi kala dia tidak bisa melakukan apapun. Ia masih memiliki tujuan dan mimpi. Ia tidak ingin membuang nyawanya pada kejadian konyol dan aneh seperti saat ini.

Sementara itu, entah kenapa cahaya di sayap Carossa bersinar terasa semakin terang. Ia dan preman bertindik itu sontak memejamkan matanya. Begitu pula dengan preman botak di depannya. Sakin terangnya, cengkraman pada tangan dan kaki gadis itu terlepas begitu saja. Membuat Carossa jatuh tergeletak di atas tanah beton.

Tak lama kemudian, terdengar suara teriakan disertai dengan rintihan kesakitan. Rasanya begitu ngilu di telinga, tapi Carossa tidak bisa berbuat apapun Ia bahkan tidak tahu apa yang terjadi karena terhalau silaunya cahaya.

Saat cahaya itu sudah agak meredup, Carossa perlahan membuka kedua matanya. Butuh waktu beberapa saat bagi kedua pupilnya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kadar cahaya mendadak itu. Begitu dapat melihat jelas, kedua manik coklatnya melongo tak percaya.

Di depannya kelompok preman tadi yang terbujur kaku. Sekumpulan batang mawar penuh duri menjalar di sepanjang lorong. Dahannya terlihat begitu kuat hingga mampu menembus tanah. Membuat beton yang melapisi jalan itu retak. Bahkan ada beberapa yang becah berkeping-keping.

Dahan itu juga sangat tajam hingga mampu menembus tubuh para preman. Dua diantaranya tergeletak di atas tanah dengan dahan duri menembus tangan dan kakinya. Sementara pria berotot di depannya menatapnya tak bernyawa dengan dahan mawar raksasa menusuk dadanya. Darah mengalir dari sana, mengotori kemeja Carossa.

Jarak antara mereka berdua begitu dekat sehingga ia bisa mencium aroma besi dari pria itu. Mulutnya menganga dan mengalir di situ cairan merah. Carossa refleks berjalan mundur. Namun langkahnya terhenti saat punggungnya menabrak sesuatu. Di belakangnya tampak tubuh pria bertindik dengan nasib yang tak kalah buruk. Terdapat luka tusukan di dada dan perutnya. Kedua tangannya juga tak luput dari serangan dahan berduri. Tapi yang lebih mengerikan adalah ketika sesuatu yang seharusnya ada di atas leher pria itu lenyap.

"KYAAAA!" Carossa menjerit saat menyadari bagian yang hilang itu menggelinding di kakinya.

Kakinya refleks menendang gumpalan itu. Tendangannya tidak begitu kuat, sehingga hanya membuatnya menggelinding hingga menabrak tembok. Tampak kepala pria dengan tindik di hidungnya tergeletak. Wajahnya telah kotor oleh darah. Mulutnya sedikit menganga dengan kedua manik hitam melotot. Carossa melihat wajah itu sekilas. Mata pria itu seolah menatap tajam tepat ke arahnya.

Ini ... tidak mungkin! Apa yang terjadi?

Carossa tidak bisa menahan diri untuk mengeluarkan isi perutnya. Membuat genangan darah bercampur dengan isi perutnya. Tubuhnya bergetar hebat. Keringat dingin kembali mengalir di sekujur tubuhnya. Membuat seragam putihnya semakin lembab. Gadis itu bisa mendengar detak jantungnya yang cepat. Dadanya bergerak naik turun, mencoba meraup oksigen sebanyak mungkin. Kakinya lemas, membuatnya jatuh terlutut. Membiarkan roknya semakin kotor oleh cairan merah. Carossa hanya bisa diam membeku menatap mimpi buruk di hadapannya.

Apa ... aku yang menyebabkan semua ini?

Dari beberapa dahan, tumbuh puluhan kuncup kecil. Kuncup-kuncup itu berkembang sangat cepat, memekarkan banyak bunga mawar yang sangat indah. Namun, keindahan itu tak tampak bagi Carossa. Gadis itu justru menatap puluhan mawar berwarna darah itu dengan tatapan horor.

"Hey, suara teriakan apa itu?" Telinganya menangkap suara-suara dari luar gang. Terlihat orang orang mulai berjalan menghampiri tempat ini.

Bagaimana ini? Apa yang harus kujelaskan?

Carossa menatap sayap putih setengah transparan yang tidak kunjung lenyap juga. Rasa panik mulai menjalar di hatinya. Gambaran dirinya di penjara atau bahkan rumah sakit jiwa mulai terlintas di pikirannya.

Aku ... harus pergi! Tapi bagaimana?

Di tengah kalutnya pikiran, tubuhnya mendadak tak lagi menapak tanah. Carossa menutup mulut dengan kedua tangannya, berusaha meredam teriakan. Kedua kakinya bergerak tak teratur. Semakin lama, gadis itu semakin jauh dari permukaan tanah. Hingga kini ia berada beberapa meter di atas ruko. Arah terbangnya juga semakin lama semakin tidak jelas dan tak seimbang. Bahkan beberapa kali Carossa harus mengalami rasanya kepala dan kaki bertukar posisi dan itu sangat tidak menyenangkan. Gadis itu merasa ia dapat terjun bebas kapan saja dengan gaya terbang seperti ini.

Dengan tubuh berputar-putar, sayap itu membawanya terbang melintasi jalan. Melewati bangunan, rumah, dan ruko-ruko langsung ke tempat yang ia pikirkan. Rumah yang ia rindukan. Namun, sayangnya setelah terbang setengah jalan, Carossa menyadari sesuatu yang tertinggal dan ia tidak mungkin bisa kembali untuk mengambilnya.

TASKU!

🐦To be Continued🐦

First make : 21 July 2019

Remake : 19 April 2024

Tana Toraja, 1053 words


AlstellaWhere stories live. Discover now