Chapter 10. Shizu.

213 26 2
                                    

Lautan yang sangat tenang terhempas luas tanpa ada ujung nya dengan langit cerah yang terlihat sangat indah, aku berdiri di tengah-tengah lautan itu dengan damai. Itu lah yang ku pikirkan.

Ada satu sosok yang sangat familiar bagi ku, sosok yang menurut ku sangat berharga.

Menatapku dengan rasa penuh kecewa di balik matanya.

Mulutku terbuka untuk mengatakan sesuatu, namun sesaat kemudian. Itu tertutup kembali hingga akhirnya aku tidak berani menatap matanya.

"Kau berubah sangat jauh, sampai-sampai aku tidak dapat lagi mengenali mu. Slime-san."

Untuk sesaat, aku merasakan sesuatu di dalam diriku seperti dihantam benda keras. Tidak berani untuk menatap matanya.

Aku bertanya-tanya, ekpresi seperti apa yang dia berikan padaku saat ini. Yang jelas, aku tak berani untuk menatap nya sekarang.

"Apa kebencian itu benar-benar telah menyelimuti mu sepenuhnya?"

Untuk ke sekian kalinya, perkataan ku tercekat saat ingin membalas. Seolah sangat sulit untuk mengeluarkan suara agar dapat membalas perkataan nya. Hingga akhirnya, yang bisa ku lakukan hanyalah diam sambil membuang pandangan ke arah lain.

"Dulu, aku mengenal mu sebagai sosok yang ramah dan baik hati. Apa kau masih ada di sana?"

Orang yang ada di hadapan ku, Shizue Izawa. Aku bisa mendengar suaranya yang gemetar, mungkin karena rasa kecewa yang amat besar kepadaku hingga dia sulit mempertahankan perasaan nya saat ini.

"Lihatlah Slime-san, tempat ini begitu tenang, nyaman, damai, dan hangat. Tempat yang sangat indah, seolah surga itu sendiri. Aku benar-benar beruntung karena berada di sini."

Untuk pertama kalinya, aku memberanikan diri untuk menatapnya. Shizu menatapku dengan penuh kehangatan yang terpancar melalui matanya. Senyum nya yang indah berhasil membuat hatiku sedikit tergerak kembali.

Namun, senyuman itu tak berselang lama hingga wajahnya kembali menunjukan kesedihan yang mendalam.

"Namun sekarang ... Itu hanyalah tempat yang di penuhi oleh keputusasaan juga pembantaian keji di dalamnya."

Seperti yang di katakan Shizu, tempat yang sebelumnya indah ini telah di gantikan menjadi sesuatu yang di luar akal sehat manusia. Mungkin orang lain akan menjadi langsung gila jika diam di tempat seperti ini. Tempat yang sebelumnya indah itu telah menjadi teror itu sendiri, dengan lautan darah yang tak kunjung terlihat ujung nya. Beserta segunung mayat yang berserakan. Dengan warna merah gelap, mengubah drastis suasana di dalam sini.

Aku tidak mengerti, namun bau menyengat benar-benar ku rasakan melalui hidungku. Melihat ketidak normalan ini, membuat ku sangat mual hingga akhirnya aku muntah tanpa sepengetahuan ku sendiri.

"Tempat yang dulunya terlihat seperti surga ini, berubah drastis menjadi keberadaan yang tidak di inginkan siapapun."

Teriakan mereka, penyesalan, keputusan asaan, dendam, amarah, kebencian semua emosi negatif terkumpul di sini menjadi satu hingga aku sendiri tak kuat untuk melihatnya.

"Slime-san, aku yakin kau bisa melalui cobaan ini."

Aku bisa melihat kaki Shizu telah berada di hadapan ku, dia berjongkok hanya untuk memeluk ku dengan lembut.

Sudah berapa lama aku tidak merasakan kehangatan seperti ini? Terlepas dari situasi kita yang sekarang, namun kehangatan Shizu bisa kurasakan hingga ke dalam diriku. Hingga air mataku mengalir tanpa sepengetahuan ku.

"Aku tidak bisa mengatakan tindakan mu salah, namun bukan berarti aku juga membenarkan hal tersebut. Kembali lah Slime-san, menjadi sosok yang ramah dan baik hati kembali. Seperti yang kita janjikan saat itu, buatlah negara yang penuh dengan kedamaian. Meskipun saat ini tidak bisa, namun kau selalu bisa mencoba nya lagi dan lagi. Jadi jangan menyerah, aku yakin kalau itu kau. Slime-san, kau pasti bisa melakukannya."

"Aku tidak bisa ...,"

Mungkin untuk pertama kalinya, aku dapat membalas perkataan Shizu. Meskipun itu terlalu menyakitkan bagiku.

Shizu menggelengkan kepalanya, memeluk ku dengan lebih erat.

"Aku yakin kau pasti bisa ... Kau pantas untuk bahagia Slime-san, kau memiliki hak untuk bahagia."

Bahagia ya, apa memang aku pantas untuk mendapatkan nya. Merasakan kebahagian saat berdiri di atas lautan darah dan tumpukan mayat.

Tidak.

Apakah aku pantas untuk bahagia sementara membiarkan para bawahan dan pengikut ku mati begitu saja.

Tidak.

Di atas mayat-mayat mereka yang ku injak apa aku memilki hak?

Tidak.

Apa aku memang pantas untuk bahagia?

Tidak, aku tidak memiliki nya.

Aku bisa melihat keterkejutan di wajah Shizu saat aku mendorong nya hingga dia terjatuh.

"Slime-san ... " Suaranya yang bergetar. Jujur, itu membuat perasaan ku tercampur aduk.

"Aku berterimakasih kepada mu karena masih memperdulikan orang seperti ku. Namun, hanya aku yang bisa menebus semua dosa ini. Dengan tangan ku sendiri, jadi. Jangan ikut campur." Saat pedang tercipta melalui tanganku, dengan cepat aku menusuk an nya tepat ke arah jantung Shizu. Membuatnya muntah darah dengan ekspresi terkejut.

"Slime- ... San ...."

Aku berusaha membuatnya untuk tidak lagi menghawatirkan ku, aku ingin dia meninggalkan ku sendirian. Dan jika karena itu dia membenci ku, itu akan sangat bagus bagiku. Namun apa yang ku lihat, kenapa dia masih bisa tersenyum seperti itu?

"Kenapa kau masih bisa tersenyum ..." Suara ku gemetar saat melihat senyum tulus dari Shizu, tatapan nya begitu hangat saat tubuh nya mulai memudar.

"Karena aku percaya padamu ... Slime-san. Aku yakin kau pasti bisa melalui ini semua ..."

Nafasku seolah tercekat mendengar perkataan terakhirnya. Mencoba untuk menggapai nya, namun itu semua percuma karena Shizu telah menghilang. Dan di sini, hanya tersisa aku dan lautan darah berserta mayat-mayat yang menggunung.

Seolah keberadaan ku di sini untuk menandakan kalau ini tempat dari monster kejam yang tidak memiliki hati nurani.

Tangan ku yang berlumuran darah. Membuat katana itu terjatuh karena aku sudah tidak memiliki kemampuan untuk menggenggam nya. Terduduk dengan lemas saat tidak mengetahui apa yang seharusnya ku lakukan.

Perlahan, kegelapan mulai mengambil alih tempat tersebut. Benar, mungkin ini adalah akhir bagiku. Akhir dari perjalanan ku.

Akhir dari penderita an ku.

Tidak, bukankah aku hanya melarikan diri saja?

Aku tidak perduli ... Biarkan kegelapan ini melahap ku tanpa sisa. Mungkin itu adalah akhir yang baik untuk ku. Karena tidak perlu lagi menderita.

"Benar ... Ini yang terbaik."

Namun sebelum kegelapan itu benar-benar melahap ku, aku bisa melihat seorang gadis dengan cahaya terang yang menyelimuti seluruh tubuhnya. Itu sangat terang sampai aku tidak dapat melihat jelas siapa itu. Menarik tangan ku dari sana.

Itu sangat cepat hingga kegelapan itu tak berhasil melahap ku, membawaku ke tempat entah berantah. Yang pasti dia mengeluarkan ku dari neraka ini.

Siapa gadis ini? Terlihat sangat asing, namun terasa sangat familiar. Seolah dia adalah bagian dari diriku sendiri.

Bersambung.

Lost Of Tempest

Lost Of TempestWhere stories live. Discover now