Bab. 5

83 36 51
                                    

Halo semua. 😸 Nyaw.

Jangan lupa vote, komen dan share ke teman terbaikmu. Semua itu sangat berarti bagi Nay. 😺 Nyaw.

Minal aidzin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Btw, adakah thr untukku. 😸 Nyaw.

Selamat membaca.♡







"Apa?! Tangan kalian hampir dipotong!” Wajah Mama merah padam, kesal setengah mati. “Siapa orangnya? Enak aja main potong tangan kedua putriku yang cantik jelita.” Ia mengusap sensor HoloLink, mencari-cari kontak seseorang.

 “Sudah, Ma. Gak usah dilebih-lebih, kan. Toh, Dewan Sekolah pasti sudah bertindak,” aku menyela sambil menahan tangan Mama.

 “Benar, Ma. Nanti malah makin heboh di forum sekolah,” sambung Dwi.

 “Siapa suruh mereka bertindak seenaknya. Bisa-bisanya kalian dituduh teroris. Biar mama hubungi semua jurnalis di negeri ini. Biar sekolah kalian dijadikan bahan gorengan sama mereka. Lihat aja besok, beritanya bakal makin viral.”

 “Sudah Ma, gak usah. Lagian Dewan Sekolah sudah mengadakan pers tadi. Masa Mama lupa sih. Kan Mama yang bacakan beritanya. Mana HLink Agensi juga ikut ngasih menjelaskan, kalo itu semua murni kesalahan teknis,” Dwi menerangkan amat detail.

 Mama menepuk kening, menjatuhkan badan di punggung sofa. “Mama benar-benar lupa, Dwi. Tapi tetap aja. Mama gak terima kalian dituduh teroris. Coba bayangkan kalo papamu sampai tau ini. Sudah pasti seluruh koneksinya langsung dihubungi.”

 “Ya, Mama jangan kasih tau lah. Lagian ayahnya Cindy juga pasti gak terima anaknya dituduh teroris. Pasti dia menyuruh anggota Harist Group bertindak.” Aku memijat-mijat salah satu lengan Mama.

 Ia melipat dahi, menatap lekat kami berdua bergantian. “Gak bisa. Mama harus menuntut Dewan Operasional Sekolah kalian. Biar mereka tau rasa, betapa kejamnya para jurnalis kalo sudah turun tangan.”

 Aku dan Dwi sigap menahan tangan Mama yang hendak mengusap HoloLink

 “Ma, jangan gitu, dong. Kita, kan, dapat uang ganti rugi. Mana banyak lagi, jadi jangan dibikin makin heboh, ya,” aku memohon sangat melas, daripada besok jadi topik panas di forum sekolah.

 “Iya Ma. Nanti uangnya malah habis buat ini-itu. Kan jadinya sayang,” timpal Dwi meyakinkan.

 “Jadi kalian lebih sayang uangnya. Gak sayang tangan kalian. Gak sayang jantung mama hampir copot.”

 “Bukan gitu, Ma.” Aku memalingkan wajah. Sedangkan Dwi terdiam seribu bahasa.

 Satu menit berlalu, situasi menjadi lengang.

 “Iya-iya. Kalo begitu mama mau ke kamar dulu. Kalian sudah makan malam?” tanya Mama sambil bangkit dari sofa.

 “Sudah, dong. Gak tau Kakak. Dia habis ketakutan melihat kecewa terbang lagi,” Dwi mengejek disambut tawa Mama.

 “Bukan kecewa. Tapi kecoak!” Aku mendorong lengan Dwi sampai terjungkal dari sofa.

 “Sudah jangan berantem. Kalian sudah besar. Lebih baik kamu makan malam dulu. Kamu juga, Dwi. Jangan godai Kakakmu terus. Nanti dia kecewa betulan.” Mama mencondongkan badan ke Dwi, melirik jahil padaku. “Dwi, siapa pacar Kakakmu?”

 “Itu Ma. Si Kim, Kakak kena cinta segitiga sama Cindy.”

 Aku melotot. “Enak aja, jangan ngomong sembarangan.”

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 14 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Batas KhatulistiwaWhere stories live. Discover now