Prolog

1.8K 189 23
                                    

Seorang remaja laki-laki berseragam SMA tengah duduk di dalam mobil bersama dengan seorang pria bernama Hasan yang diketahui adalah sopirnya. Remaja laki-laki itu memiliki paras yang tampan, berkulit putih bersih, dan berhidung mancung. Sementara pak Hasan dapat digambarkan dengan ciri-ciri tubuhnya yang berperawakan besar dan kekar, serta berbadan tinggi tegap seperti seorang bodyguard.

Diketahui, nama remaja laki-laki itu adalah Jeano. Namun, orang-orang biasa memanggilnya Jeje. Baginya itu tidak masalah karena sedari kecil, ia memang lebih sering dipanggil dengan sapaan akrabnya, yakni Jeje.

Jeje merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Ia memiliki dua kakak laki-laki bernama Arsen dan Liam. Sementara itu, orang tuanya bernama Dastan dan Aily. Keduanya adalah orang yang cukup terpandang dan disegani, terlebih oleh orang-orang yang tinggal dekat dengan lingkungan mereka. Penyebabnya adalah karena orang tua Jeje itu merupakan orang yang memiliki banyak harta dan terkenal royal pada sesama. Tak hanya itu, seluruh keluarga dan saudara-saudaranya pun merupakan keturunan dari keluarga kaya raya dan konglomerat. Karena kekayaan yang dimiliki keluarganya itu memang sangat fantastis, tak heran Jeje pun sering mendapat julukan 'anak sultan'.

Namun, meski Jeje adalah keturunan dari keluarga kaya, ternyata kehidupannya tidak semulus dan sesempurna yang orang lain pikir.

Kira-kira apa yang membuat Jeje merasa demikian?

Drtt!! Drtt!! Drtt!!

Ponsel milik Jeje yang tersimpan di dalam tas sekolahnya tiba-tiba bergetar. Hal itu menandakan ada seseorang yang sedang mencoba meneleponnya saat itu.

Dengan segera, Jeje pun langsung mengangkat telepon itu setelah mengeluarkan ponsel itu dari dalam tas sekolahnya.

"Kenapa, kak?"

Tanpa memberi salam sapa dan tanpa banyak basa basi, Jeje langsung bertanya maksud dan tujuan pada si penelpon yang ternyata adalah kakak keduanya yang bernama Liam.

"Kamu udah pulang sekolah belum, Je?" sang kakak bertanya dari seberang telepon.

"Udah. Ini lagi di jalan," jawab Jeje.

"Oh, ya udah. Nanti kalo udah sampe rumah jangan lupa makan siang, ya? Barusan mama pesen sama kakak suruh ngingetin kamu makan siang. Tapi maaf ya, kakak ngga bisa nemenin kamu makan siang hari ini soalnya kakak masih ada kuliah lagi siang ini," ucap Liam.

"Barusan mama telepon kakak cuma buat minta tolong kakak ngingetin Jeje makan siang?" tanya Jeje.

"Ngga, sih. Awalnya mama nanyain tugas tesisnya kakak udah sampe mana. Kamu kan tau sendiri, kakak udah didesak-desak suruh cepet-cepet lulus biar bisa cepet bantuin kerjaan kak Arsen ngurusin bisnisnya papa. Terus habis selesai nanyain itu mama baru minta tolong kakak buat ngingetin kamu makan siang," ucap Liam.

"Kenapa mama pake minta tolong kakak segala buat ngingetin Jeje makan siang?! Kenapa mama ngga telepon Jeje aja langsung?! Kenapa harus lewat kakak?!" ucap Jeje dengan nada kesalnya.

"Ya kan mungkin biar sekalian, Je. Katanya mama juga mau nemenin papa meeting siang ini. Mungkin mama ngga ada waktu lagi buat telepon kamu karena mama mau persiapan meeting, makanya mama minta tolongnya ke kakak biar kakak yang telepon kamu," ucap Liam.

"Halah, bilang aja Jeje ngga penting!" ucap Jeje.

"Jeje kok ngomongnya gitu, sih?! Nih, dek! Dengerin kakak, ya! Adek harus ngerti lah, papa sama mama kan emang tiap hari tuh sibuk. Tapi sibuknya mereka kan karena kerjaan mereka banyak. Mereka kerja juga buat adek, kan?" ucap Liam yang langsung refleks berubah memanggil Jeje dengan sebutan 'adek'. Itu memang kebiasaannya setiap kali ia sedang menasehati adik bungsunya.

Shadows Of The Past || JENO × HYUNJINWhere stories live. Discover now