🪶 08. Stun

139 34 40
                                    

Suara sirine ambulan dan langkah kaki yang saling berkejaran terdengar memenuhi lorong Seoul University Hospital

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Suara sirine ambulan dan langkah kaki yang saling berkejaran terdengar memenuhi lorong Seoul University Hospital. Suasana tegang dan terburu-buru terasa di udara saat tim medis menerima beberapa pasien yang datang silih berganti. Tangisan dan teriakan memilukan juga ikut terdengar saat keluarga dari pasien-pasien itu datang memasuki lobi dan UGD Rumah Sakit.

Sementara itu, Lee Junho yang sedang mengadakan seminar di auditorium lantai 4 langsung berlari ke arah gedung utama tempat pasien itu berada. Di belakangnya, Jaewan dan beberapa paramedis lain ikut berlari. Tapi sayangnya mereka tidak bisa menyamai kecepatan Junho yang tampak kalang kabut saat mendengar informasi mengejutkan dari Jaewan beberapa waktu lalu. Ia tidak peduli lagi dengan seminar penelitian yang sedang dipresentasikannya. Ia juga tidak peduli dengan jabatan tinggi yang akan didapatkannya. Ia benar-benar tidak peduli semuanya. Saat ini fokusnya hanya satu. Berlari ke gedung utama dan memastikan segalanya dengan mata kepala sendiri.

Saat Junho sampai di UGD, suasana tempat itu tampak carut marut. Orang-orang hilir mudik agar bisa melakukan pertolongan pertama pada pasien darurat disana. Suara tangisan dan mesin monitor saling melengkapi satu sama lain. Menciptakan ketakutan dan ketegangan dalam waktu yang bersamaan.

Junho segera pergi ke bagian Intensive Care Unit (ICU) tepat saat Jaewan memberitahunya. Unit itu berlokasi tidak jauh dari tempatnya berdiri. Dengan langkah lebar dan jantung yang berdebar keras, Junho menghampiri ICU yang penuh dengan tim medis.

Sebelum mencapai pintu ICU, Junho melihat seorang wanita paruh baya yang sangat dikenalnya tengah menangis. Junho terdiam dengan kaku. Melihat Bibi Kim ada disana sambil menatap sebuah pintu kaca ICU membuatnya semakin menyadari sesuatu. Tanpa berpikir panjang Junho langsung masuk ke ruang ICU itu.

Tim medis yang ada disana langsung membungkuk hormat saat melihat kedatangan Junho. Pria itu tidak berbicara. Justru tatapannya langsung tertuju pada seorang gadis kecil yang terbaring kaku di ranjang Rumah Sakit. Tubuhnya dipenuhi darah yang sedikitnya sudah dibersihkan. Tapi monitor jantung, monitor pernapasan, ventilator, cairan infus, kateter urin dan beberapa alat lainnya terpasang disana.

Seketika mata Junho berkaca-kaca. Pandangannya menjadi buram seiring langkah kaki yang mendekati ranjang tersebut. Pria itu sedikit menyentuh punggung tangan sang pasien dan mengelusnya dengan rasa tidak percaya. Ia sangat takut menyakiti tubuh kecil nan rapuh ini.

Lee Jena. Putrinya. Anak yang sangat dicintainya begitu dalam.

Apa yang terjadi pada gadis kecilnya ini? Padahal tadi siang saat ia meninggalkannya di rumah bersama Bibi Kim, Jena masih baik-baik saja. Bahkan putrinya itu masih bersemangat mengantar dirinya bekerja. Ia benar-benar tidak mempercayai ini.

"Pasien mengalami edema otak dan cedera toraks, Dokter Lee. Kita akan menyiapkan operasi darurat untuk menyelamatkan pasien."

Pernyataan seorang dokter emergensi membuat Junho semakin tidak bisa berpikir. Entah apa yang dirasakannya sekarang. Tapi ia merasa takut, gelisah dan cemas dalam waktu bersamaan. Sebagai seorang dokter yang telah melihat banyaknya korban kecelakaan, perasaannya tidak menentu saat melihat Jena dalam kondisi seperti ini.

DILUTED HORIZONS [ON GOING]Where stories live. Discover now