Sembari memakan keripik pisang, Aiden masih melanjutkan ceritanya. Bahkan, tak ada yang protes sama sekali meskipun ucapan Aiden bersahutan dengan bunyi kriuk keripik pisang.

"Menurut gue, Daksa itu perlahan diajak gabung sama gengnya Elang. Kenapa gue mikir gitu? Ya, karena gue juga sempat curiga. Daksa ini dulu bisa dibilang cupu banget. Eh, nggak juga deng. Intinya, dia itu nggak banyak yang nemenin. Entah karena apa.

Nah, selama gue sekolah. Gue yang bloon atau gimana ini. Gue baru tahu kalau si Daksa ini kelasnya sebelahan sama gue. XI MIPA 2. Gue di MIPA 1," cerita Aiden.

"Hajell kelas berapa, Den?" tanya Varess.

"Sama kek gue, tapi dulunya kita beda kelas. Gue X-A, dia X-D," jawab Aiden.

"Wah, wah. Jel, lo tahu nggak? Kenapa lo itu di kelas D?" tanya Ravend pada Hazell yang sedang mengunyah permen karet.

Merasa dirinya dipanggil, Hazell pun menautkan alisnya seraya bertanya, "Apa?"

"Aiden itu sesuai dengan inisialnya—"

"Terus gue itu H, dan kelas gue harusnya H juga gitu?"

"Ya, kagak. Gue belum selesai ngomong elah!"

"Terus, terus?"

"Iden tuh A, Aiden. Terus, kelas A itu artinya Apik. Kalau B artinya Baik/Bagus, kelas C itu artinya Cukup."

"Kalau D? Apaan?" Hazell bertanya.

"D itu dedel, whahahaha," tawa Ravend menggema seluruh ruangan. Terbahak-bahak seorang diri layaknya orang gila, sembari ia memegangi perutnya, dan mata yang mulai merembes air mata saking ngakaknya.

"Emang, lo dulu kelas apa, Pen?" tanya Varess.

Ravend bangun, kemudian menjawab, "G. G itu good."

"Goblok," ujar Dragon yang sejak tadi diam.

Mendengar ucapan dari Dragon, lantas semuanya pun ikut tertawa, terkecuali Aiden dan Ravend. Sama halnya seperti Hazell yang tawanya sangat kencang dibandingkan yang lain, seakan ia juga ingin membalas dendam.

"Ssutt, udah. Mau dengerin cerita atau gue tinggal turu?" sela Aiden menyelamatkan harga diri Ravend yang telah ditertawakan habis-habisan.

"Lanjut!" seru lainnya.

"Singkatnya aja, gue udah kenal si Daksa sejak salah jus itu, kan? Nah, di situ gue mulai temenan sama dia. Berhubung gue dulu juga anggota OSIS–"

"Lo dulu ketuanya, bukan anggota!" sahut Hazell.

"Iya, iya. Nah, gue ajak dia buat interaksi juga. Terus, gue juga sempat ajak dia gabung OSIS. Dianya nggak mau. Ya, gue nggak mau maksa juga.

Gue tiap hari pasti nongkinya sama anak OSIS, kan. Termasuk Hazell. Nah, di situ gue sering ketemu sama si Daksa ini. Dia ngikut sama Elang mulu. Enggak tahu kenapa. Gue, ya, biasa aja sama si Elang. Tapi, ntah, Elang ini kalau sama gue agak kesel atau gimana gitu. Kek ketemu musuhlah intinya," jelas Aiden.

"Kok, bisa gitu?" tanya Starlie.

"Lo ada salahkah sama si Elang?" lanjut Jessie bertanya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 11 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Hi, We Are ZxVorst Team Where stories live. Discover now