Chapt. 4

793 37 3
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh, Chaens.

Selamat Membaca ^•^
Jangan lupa vote dan komen

=================================================



Ting tong, ting tong

Suara bel rumah terus berbunyi. Ketukan pintu pun diketuk berkali-kali. Namun, tidak ada yang membuka pintunya. Sahutan dari dalam pun tidak terdengar.

Dua gadis dengan barang belanjaannya mendengkus. Ingin berteriak keras, tapi lelah menutupi suaranya.

"Pasti masih pada tidur," Varess berkata lesu.

Jessie mengangguk-angguk, tubuhnya ia bawa bersandar di pintu. Istilah jawanya, deprok. Jessie menatap lurus ke depan. Di mana gerbang rumah terbuka setengah. Banyak tanaman hijau yang sengaja ditanam.

"Gue rasa, enggak. Rain pasti udah bangun buat siapin sarapan. Shalat subuh juga," balas Jessie.

Kini, keduanya diam. Suasana sangat hening. Hanya terdengar bunyi kokok ayam yang samar. Jika saja mereka pulang siang, pastilah sudah heboh dibuatnya.

Bruk!

Tubuh Jessie langsung terjatuh ke belakang, alias terjungkal ketika pintu tiba-tiba saja dibuka tanpa adanya sahutan atau suara dari dalam.

Varess berbalik dan pura-pura menata barang agar tak terlihat sedang menahan tawa. "Varess engga lihat."

"Punggung gue, encok!" erang Jessie.

Rain melongo, melihat kejadian tak diduga. Ia tidak tahu, jika ada orang di luar. Itulah mengapa, saat Jessie dan Varess memencet bel atau mengetuk pintu tak ada orang yang menyahuti.

Jessie dibantu Rain untuk berdiri. Meskipun masih meringis karena kepalanya menjadi cenat-cenut, pusing.

"Kapan balik?" Dua kata yang keluar. Rain bertanya.

Varess mengambil barang-barangnya dan masuk. Kemudian, dibantu Jessie juga untuk mengangkut. Rain yang melihat juga turut membawakannya.

Saat masuk, Jessie sembari memegangi kepalanya. "Baru aja, sih. Cuma, lama banget dibukanya. Sekali buka, gak bilang-bilang."

"Ya, gue kira, tadi itu bukan orang yang mencet bel. Pagi banget. Kan, dikira setan."

"Setan mana muncul habis Subuh." Varess menyahut.

🐉🐲🐉

Semuanya diam dan menatap menu sarapan pagi bersama. Di ujung meja kanan, ada Ravend yang memandangi betapa menggiurkannya opor ayam.

Dan di ujung meja lainnya, ada Hazell yang sudah mengincar paha ayam. Bersamaan juga dengan Arsen yang ada di depan mangkuk berisi opor ayam. Sepasang mata keduanya pun tak beralih. Berlomba, siapakah yang akan mendapatkannya.

"Enggak usah rebutan. Itu, paha ayam ada dua. Buat Hazell satu, buat Arsen juga satu." Aiden peka dengan keadaan sekarang. Dialah orang yang pertama menyadari tatapan Hazell dan Arsen tertuju ke mana.

Hazell dan Arsen saling pandang. Tatapannya menjadi sengit.

"Padahal mau dua. Satu buat pagi ini, satunya buat nanti siang," ujar Arsen.

Tak kalah mengeluh, Hazell pun membalas. "Gue juga mau paha ayamnya dua. Untuk tangan kanan yang diapit antara jempol dan telunjuk, dan tangan kanan pula yang diapit jari tengah dan jari manis."

Hi, We Are ZxVorst Team Where stories live. Discover now