24

121 22 2
                                    

Seperti halnya buku dongeng yang selalu mempunyai bagian mimpi buruk

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Seperti halnya buku dongeng yang selalu mempunyai bagian mimpi buruk. Maka hari itu adalah mimpi buruk bagi Arini. Wanita paruh baya itu baru saja menerima panggilan telepon dari pihak rumah sakit, mengatakan bahwa kondisi Ayana mendadak menurun drastis di tengah-tengah kemoterapinya.

Kepanikan yang melanda membuat Arini sama sekali tidak bisa berpikir jernih. Ia saat ini sedang duduk di kursi penumpang, meminta diantar oleh salah satu karyawannya menggunakan sepeda motor untuk lebih cepat sampai ke rumah sakit.

Dalam hati, ibu itu berdoa agar putrinya baik-baik saja. Sekuat tenaga Arini membuang pemikiran buruknya. Ia tidak ingin pemikirannya menjadi doa untuk putri semata wayangnya.

"Ini tidak bisa lebih cepat lagi bawa motornya?" tanya Arini pada karyawannya.

"Maaf, Bu. Kalau lebih cepat dari ini yang ada kita akan kena tilang," jawab karyawan laki-laki itu dengan sopan.

Arini menghela napasnya. Di tangannya sejak tadi ada ponsel yang terus-menerus mencoba menelepon calon menantunya. Tapi, anak itu tidak pernah mengangkat panggilan itu. Kepalanya yang penuh dengan rasa khawatir membuat Arini tidak tahu harus menghubungi siapa lagi untuk memastikan keadaan di sana.

Ayana, tolong bertahan, Nak. Jangan tinggalin Ibu, batin Arini berteriak.

Sama halnya dengan Arini yang dikurung kepanikan. Dua pemuda yang ada di luar ruangan juga sama paniknya. Riku terus-terusan menggedor pintu ruangan di mana Ayana di tangani. Anak itu mengamuk meminta dibukakan pintunya agar ia bisa masuk. Sedangkan, Yushi hanya mampu duduk terdiam dengan tubuh yang bergetar dan tangan yang tertaut kuat.

Ia begitu panik ketika beberapa menit lalu ia mendengar pintu ruangan kemo yang dibuka kasar dan suara langkah seorang perawat terdengar terburu-buru. Hingga tidak lama, beberapa orang terdengar ramai dan menyebutkan nama Ayana sebagai pasien darurat.

"Sialan! Buka pintunya! Biarkan aku masuk!"

"Biarkan aku masuk, sialan!"

Suara teriakan heboh dan gedoran pintu itu menambah kesan menegangkan di sana. Membuat Yuta yang menjadi satu-satunya orang dengan pemikiran jernih mencoba untuk menenangkan Riku yang mengamuk.

"Hei, tenanglah. Mereka sedang menangani dia di dalam," ucap Yuta sembari menepuk pundak yang lebih muda.

Namun hal itu tentu dianggap angin lalu oleh Riku. Pemuda itu masih saja berteriak dan menggedor pintu penuh emosi. Rasa paniknya sedang melambung tinggi. Ia takut jika kekasihnya kenapa-kenapa di dalam sana. Ia takut setengah mati jika harus kehilangan Ayana saat ini.

Anak itu tidak ingin kehilangan apapun yang dimilikinya, terlebih Ayana. Kekasihnya itu terlalu berharga untuk direnggut darinya secepat ini.

Di tempatnya duduk, Yushi menahan takut yang sama. Ia terlalu takut jika harus kehilangan lagi. Sudah terlalu banyak yang pergi, dia tidak ingin Ayana juga berakhir sama. Yushi masih membutuhkan Ayana di dalam hidupnya untuk menuntun dia keluar dari perasaan sunyinya. Yushi masih ingin mendengar tawa Ayana yang selalu menyenangkan.

Blind StarWhere stories live. Discover now