6

223 31 4
                                    

Suara dari mesin ECG yang terpasang ditubuh anak laki-laki itu mengudara ke seluruh ruangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara dari mesin ECG yang terpasang ditubuh anak laki-laki itu mengudara ke seluruh ruangan. Membuat suasana yang sunyi itu semakin terasa dingin.

Sudah hampir dua minggu anak itu tertidur. Entah dirinya masih memiliki minat untuk bangun atau tidak, tidak ada yang tahu. Dokter tidak dapat memperkirakan kapan anak itu terbangun mengingat kondisinya yang begitu buruk ketika ditangani.

Hana masih begitu ingat bagaimana suasana memilukan yang saat itu merangkul dirinya. Keadaan Yushi yang begitu kritis membuatnya serasa hancur saat itu juga. Cucunya yang malang itu harus merasakan sakit yang tidak dapat ia bayangkan.

Belum lagi kenyataan yang terkuak ketika anak itu akhirnya tersadar dari tidur panjangnya. Kenyataan yang membuat Hana kembali merasa hancur lebur.

Cucunya buta.

"Nenek, tolong hidupkan lampu itu, Nek. Yushi tidak bisa melihat jika gelap begini."

"Nenek! Tolong hidupkan lampunya, Nek!"

"Nenek, Yushi takut, Nek. Di sini gelap, tolong Yushi, Nek!"

"Nenek, cepat bawa Yushi ke tempat terang. Yushi takut, Nek!"

Segala raungan dan teriakan Yushi saat itu masih sering terputar di telinga Hana. Wanita paruh baya itu ingat dengan jelas semua tangisan memilukan dari cucunya.

Tangisan yang hampir setiap malam didengar olehnya selama setahun. Tangisan yang membuat setiap dari dirinya ikut hancur di saat itu juga.

Butuh waktu lebih dari dua tahun bagi Yushi untuk keluar dari keterpurukannya. Saat di mana untuk pertama kalinya Yushi meminta Hana menemaninya duduk di teras rumah hingga berjam-jam lamanya. Sebuah kemajuan yang cukup, mengingat sebelumnya anak itu tidak ingin keluar jauh-jauh dari kamarnya.

Dan siapa sangka bahwa dari kemajuan kecil itu, Hana bisa melihat kembali bagaimana Yushi tersenyum dengan tulus. Senyum yang sudah lama dinantikan olehnya.

"Ih, kamu salah. Ini tuh wangi karamel, Yushi."

"Gak mungkin, itu vanila. Aku yakin seratus persen!"

Hana tersenyum melihat dua remaja yang sedang bermain tebak wangi parfum di ruang tamunya itu. Ia merasa gemas sendiri melihat bagaimana Yushi yang terlihat tidak terima apabila jawabannya disalahkan. Raut dari wajahnya yang terhiasi oleh kain penutup mata itu terlihat begitu lucu di mata Hana.

"Kalau gak percaya, nih baca sendiri!"

Ayana meraih tangan Yushi untuk diarahkan pada kertas braille yang memuat komposisi parfum yang sedang mereka tebak wanginya.

Yushi mengerutkan keningnya ketika jarinya mulai mengeja satu persatu huruf di sana. Anak itu nampak begitu teliti. Maklum ia baru belajar mengenai huruf braille sekitar satu setengah tahun yang lalu, sehingga ia belum terlalu lancar dalam mengeja dan menulis huruf-huruf braille.

Blind StarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang