04 - Teleportasion.

3 2 0
                                    

Hi, one vote from you is
very valuable to me, thank u! 𔘓

●●●●


2022.


Ini masih jam 08.00 pagi, tetapi Anna berharap waktu cepat berlalu.

Ia melangkahkan kakinya, menuju ruang kelasnya.
Wajah-wajah itu melihatnya, dengan tatapan yang Anna tidak sukai.
Mereka menatap Anna dengan kasihan, menjijikan atau bahkan menatapnya tidak suka.

Dalam hati, Anna berharap ia tidak bertemu dengan Mia ataupun dengan murid-murid segeng dengan gadis pembully itu.
Batinnya sudah lelah, ditambah semalam ia mengambil part time lagi.


Byur.



"Tepat sasaran,"

Anna menoleh ke arah atas. Tubuhnya terkena jebakan. Pakaiannya basah, karena disiram oleh Mia dan teman-temannya melalui lantai dua sekolahnya.

Anna mendesah.
Ia selalu bingung, kenapa Mia sangat jahat padanya? sebenarnya apa yang Anna lakukan sampai-sampai Mia menjadi sangat-sangat membenci dirinya.

Ditanya ke orangnya pun percuma. Itu hanya akan menyakiti perasaan Anna.
Karena setiap kalimat yang Mia lakukan tidak make sense diucapkan oleh manusia waras lainnya.




Syukurlah, batin Anna. Gadis itu cukup bersyukur bahwa Mia hanya menyiramnya, tidak melakukan hal jahat lainnya.

Ia baru saja selesai berganti pakaian di kamar mandi. Untungnya ia membawa setelan baju olahraga, jadi ia tetap bisa mengikuti kelas hari ini.


"Helmi.." Anna bergumam pelan. Netranya dan Helmi bertemu.

Helmi membawa setelan seragam perempuan ditangannya, tapi Anna berpikir itu bukan untuknya. Karena setelah itu, Helmi pergi tanpa meniggalkan sepatah kata apapun.

Memang harusnya begini kan?
Anna hanya tersenyum pahit untuk menutupi kesedihannya.









Iryana berjalan menuju tujuan utamanya.
Markasnya Jane, tempat mesin itu berada.
Ia ingin kembali melihat Anna lagi, ia hanya ingin memastikan bahwa Anna Anna baik-baik saja. Walaupun sebenarnya ia juga tidak yakin dengan hal itu.

"Sabar Ira, astaga."

Jane hanya menggeleng-geleng melihat kelakuan sahabatnya itu. Pasalnya, ia baru tiba disini satu menit yang lalu, tetapi ia ingin cepat-cepat berteleportasi ke dunianya Anna.

"Lo tunggu tiga puluh menit dulu ya, mesinnya gue cas dulu." Ucap Jane.

"Kenapa nggak lo charger dulu pas gue belum ke sini?" protesnya.

"Lo selalu dadakan ya kalau ke sini," jawab Jane. "Lagian lo juga tahu, gue udah ga pernah pake mesin ini lagi." Lanjut pria itu. Ia mengaktifkan mesin tersebut.

Kenapa coba Jane berkata seperti itu? Iryana menjadi tidak enak padanya.

"Ya deh." Finalnya, pasrah. "Oh iya gue penasaran deh sama omongan lo yang kemarin."

"Omongan gue yang mana?" jawab Jane bingung.

"Tentang diri gue yang lainnya, tapi bukan Anna, kata lo gue udah nika-"

"Oh itu," Jane memotong ucapan gadis itu. "Katanya ga penting? kenapa tiba-tiba pengen tahu?"

"Penasaran aja, lagian kalau soal menikah dan jodoh itu bukannya beda-beda ya disetiap dimensi?"

Ia tidak langsung menjawab pertanyaan dari Iryana, Jane terdiam dalam pikirannya sendiri.
"Iya, beda kok." Jawabnya, ia memalingkan wajahnya.

Ira mengangguk mengerti. "Jadi, diri gue yang disana nikah sama siapa?"

Jane bergumam, haruskah ia jujur pada gadis ini?
"Helium namanya kalau ga salah,"

Iryana terheran-heran.
Nama yang asing, ia belum pernah mendengar nama manusia seperti itu. Kesimpulan Ira, berarti bukan teman atau kerabat ia kenal yang menjadi jodoh Iryana di dimensi lainnya.

"Dikira nama salah satu unsur kimia kali," respon Iryana. "Terus lo nikah sama siapa?"

"Gue?" Jane menunjuk dirinya. "Belum kayaknya, lagian juga gue sama Jane didimensi lain seumuran, nggak beda umur kayak lo sama Anna."

Selain nasib yang berbeda, usia mereka di dunia yang lain juga bisa berbeda. Walaupun memang tidak begitu jauh gap agenya. Seperti Ira dan Anna yang berbeda usia tiga tahun.



30 menitpun berlalu. Mesin dunia pararel itu baterainya sudah terisi penuh.
Iryanapun melangkah masuk ke mesin tersebut.

"Ready, Ra?" tanya Jane, disusul oleh anggukan gadis itu.

"Selalu inget apa yang udah gue peringat-"

"Iya astaga," Iryana memotong ucapan Jane, muak telinganya mendengar kalimat yang sama berulang kali dari Jane setiap harinya.
"Gue nggak akan segila itu buat hancurin hidup gue sendiri, Jane."

"Okay," Jane menyentuh tombol mesin itu. "Gue tunggu kepulangan lo." Ujarnya, sebelum Iryana menghilang dari pandangannya.





Iryana tiba tepat didepan minimarket tempat Anna bekerja sambilan.
Ira terkejut karena ia melihat Anna yang sedang bekerja didalam mini market tersebut.

"Anj," Ira berlari sambil menutup wajahnya. "Mesin itu beneran bikin sial ternyata." Ucapnya setelah berlari sejauh mungkin dari tempat kerjanya Anna.

Ira bergegas memakai masker dan kacamata hitam yang ia bawa.
Bisa bahaya kalau sampai ada yang mengenalinya sebagai Iryanna.

Tanpa Ira tahu, Helmi sudah lebih dulu melihatnya. Tetapi ia tidak menyapa Iryana, karena Helmi berpikir bahwa Ira hanyalah manusia yang kebetulan mirip dengan temannya, Anna.

Ira bergegas pergi menuju tujuannya.
Ia ingin mencari lebih tahu siapa itu Mia, dan orang-orang dibelakangnya.
Mustahil bagi murid biasa bisa bebas melakukan pembullyan brutal jika tidak ada orang-orang penting disekelilingnya.

"Dasar Mia Khalifa artis bokep, gue cari lo sampe mati." Iryana bergumam  sendiri, lalu ia berlari.

"Anna?" Ucap Helmi pelan, setelah ia mendengar kalimat dari gadis itu.










Alarm dari mesin pararel yang Jane punya mengeluarkan bunyi aneh.
Pasalnya, selama Jane menggunakan mesin ini, belum pernah mesin tersebut mengeluarkan bunyi aneh seperti ini.

"Ayah?" Jane terkejut melihat ayahnya masuk ke markas ini. "Kenapa Yah?" tanyanya.

"Panggil yang yang tadi teleport, mesin ini udah ngeluarin pinalti level 1." Ujar Ayah Jane, tangannya mengotak-atik sesuatu yang terhubung dengan mesin pararel ini.

Didimensi lain, Iryana sedang berada didepan kantor polisi. Ia sudah mendapatkan sedikit informasi dari 'orang dalam'. Ira berencana untuk membayar seorang polisi agar mau bicara tentang Mia, perempuan iblis itu.

Tapi sebelum Ira bergerak, jam tangan yang Jane berikan berbunyi aneh.
Ira menyentuh hologram yang muncul dijam tangannya, lalu tubuhnya ditarik oleh gravitasi.

"S-sakit,"

Aneh. Belum pernah Iryana merasakan sesakit ini jika ia berteleportasi untuk pulang ke dimensi asalnya.

___

Kindly buat feedbacknya, aku berterima kasih sama kalian yg sudah sempetin vote :)

Two fateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang