15|| Pria asing

Mulai dari awal
                                    

Pemuda itu menggeleng, "tidak mau, taehyung tidak mau mempunyai ayah lagi, ayah Taehyung sudah meninggal!"

"Dengar dulu... Kamu harus mengerti kondisi ibu, ibu butuh pendamping."

Taehyung lagi-lagi hanya menggeleng,"Tidak ibu! Ibu sudah berjanji hanya akan mencintai ayah! Taehyung tidak Terima ibu menikah lagi!"

Pemuda itu menatap sang ibu dengan penuh amarah. Tidak, dia tidak bisa bila ibunya harus menikah lagi. Perasaannya akan hancur, dia memang rindu akan sosok ayah tapi bukan berarti ibunya harus menikah lagi.

"Sayang... Kami harus mengerti.. "

Taehyung tetap tak mau menerima, pemuda itu melangkah mundur dengan pelan, menatap sang ibu dengan kekecewaan.

"Ibu sudah berjanji hanya akan mencintai ayah.. "

"Lalu apakah ayahmu hanya mencintai ibu?"

DEG!

Seakan langkah kaki itu membeku pada saat itu juga. Perkataan ibunya barusan berhasil langsung menusuk perasaan Taehyung, mencabiknya habis-habisan.

Benar.

Ayahnya mencintai wanita lain.

Tatapan sang ibu kini tak kalah kecewa, tatapan tercampur luka dan kenangan itu kembali Taehyung dapati pada saat itu. Ruangan kali ini terasa lebih dingin dari sebelumnya, Taehyung bahkan tidak mampu berbicara lagi, perkataan itu membungkam dirinya.

"Lalu... Kenapa ibu tidak bisa mencintai pria lain?"

Dada Taehyung sesak. Kini dia tak tau apa yang harus dia jawabkan kepada sang ibu, tangannya terkepal. Pemuda itu menundukkan kepalanya saat dia rasa air matanya tidak bisa dia bendung lagi.

"Taehyung... Apa kau bisa menjawab pertanyaan ibu?"

"Ayah memang mencintai wanita lain, karena itu aku membencinya, bu. Tapi kalau ibu juga melakukan hal yang sama kau dan ayah tidak akan ada bedanya. Lalu... Apakah aku juga pantas untuk membenci ibu?"

Dengan perkataan itu Taehyung berlalu pergi dari sana, berlari keluar dengan perasaan sesak yang luar biasa. Ternyata dirinya begitu menyedihkan, bahkan lebih menyedihkan dari pada Jimin.

***

Aeri dan Jiwoo memilih untuk tidak memberi tahu Jimin tentang penyakitnya itu, mereka bahkan harus memberikan informasi palsu kepada pemuda tersebut karena tak ingin melukai perasaannya dengan informasi yang menyedihkan.

Aeri tau, jiwoo juga tau, bahwa cepat atau lambat Jimin akan tau dengan penyakitnya. Tapi bukan sekarang. Keadaan Jimin masih belum pulih, setelah nanti pulih mereka akan menjelaskan dengan perlahan.

Karena Jimin yang akan di rawat inap, Aeri akan pergi kerumah pemuda itu terlebih dahulu untuk mendapatkan baju bersih miliknya dan juga perlengkapan lainnya. Dia tau, Jiwoo memang sudah lama bersahabat tapi belum ada keberanian untuk kesana sendirian.

Payah kata Aeri, padahal tidak akan ada yang akan memakannya disana ataupun menjadikannya tumbal, kecuali kalau keluarga Jimin melakukan pesugihan.

Sudahlah, kita tinggalkan tentang keluarga Jimin. Kini Aeri tengah berjalan sendiri digang yang sepi, niatnya perempuan itu akan mencari kendaraan saja tapi tidak kunjung menemukannya jadi dia jalan kaki saja.

Namun langkah itu terhenti, saat sepasang matanya menangkap sesosok pria yang entah mengapa selalu saja dia bertemu di ketidak kebetulan. Taehyung.

"Nah, sekarang kita liat kejadian sial apalagi yang akan kita lalui kalau bertemu si sialan itu."

Aeri lalu melangkah menghampiri Taehyung yang duduk bersandar ditembok---ditemani rokok, pemuda itu nampak menangis terisak di sana.

Niat awal Aeri untuk mengomelinya tentang Jimin kini dia urungkan saat melihat pemuda itu menangis tersedu-sedu.

Sempat terbesit di pikirannya bahwa mungkin saja pemuda itu kerasukan iblis karena sifatnya yang hampir sama, tapi setelah di lihat mungkin tidak.

"Hei! Taehyung!"

Aeri mencoba memanggilnya, namun tak di pedulikan sama sekali. Perempuan itu lalu semakin mendekat, dan menepuk pelan bahunya, "Hei, kau tak apa?"

Taehyung mendongak kan kepalanya menatap Aeri. Mata pemuda itu sembab, mungkin sudah lama sekali menangis, rambutnya lepek dan acak-acakan. Aeri tau, pasti dia punya masalah serius.

"Are you okay, stupid? Kau terlihat menyedihkan? Apa ada yang mengambil permen karet mu?"

Aeri mencoba memberi lelucon, siapa tau saja pemuda itu akan kesal seperti biasanya dan tidak akan menangis lagi. Namun ternyata usaha perempuan itu salah, Taehyung malah semakin menangis.

"Kau punya masalah? Ceritakan saja aku--"

Ucapan perempuan itu berhenti, saat kepala pemuda itu tiba-tiba saja sudah bersandar dibahunya dengan tangisan yang semakin besar.

Mau-tidak mau Aeri menepuk pelan punggung pemuda itu mencoba menenangkannya. Dia tidak tau apa masalahnya, tapi tangisannya sungguh terdengar menyedihkan.

"Aku mau mati saja..."

"Hei jangan bicara begitu! Biarpun kau brengsek tapi kau harus hidup!"

Taehyung menggeleng, "sakit sekali, disini sakit sekali..." Ucapnya sambil memegangi dadanya.

Aeri jadi semakin iba mendengarnya, apalagi sampai Taehyung mau mati saja.

"Dengar yah, semua orang pasti punya masalah, dan semuanya pasti ada jalan keluar. Kamu tidak boleh menyerah!"

Entah karena perkataan Aeri menyakitkan, menyebalkan, Aeri tidak tau tapi pemuda itu malah semakin terisak di bahunya. Perempuan itu semakin mengeratkan pelukannya berusaha agar pemuda itu merasa nyaman dan bisa lebih tenang.

Dia jadi penasaran, apa yang membuat Taehyung si tukang bully ini bisa menangis seperti anak kecil saat ini.

Namun dia simpan pertanyaan itu untuk nanti saja, yang terpenting sekarang pemuda itu berhenti menangis dulu.

"Tak apa.. Kau tidak sendirian, ada aku Taehyung."

Perasaan Taehyung campur aduk, pemuda itu berfikir mungkin saja dia akan di tertawakan oleh Aeri saat dia berhenti menangis nanti. Tapi, entah kenapa rasanya nyaman menangis di pundak perempuan itu, tangannya yang secara lembut terus menepuk punggungnya yang membuat seakan-akan semua lukanya perlahan terobati.

Bahkan sekarang suara perempuan itu berhasil membuat hati Taehyung tenang, lega, dan rasanya sungguh nyaman.

Apalagi saat dia berkata bahwa dia ada untuknya.



TBC

Maaf apabila banyak typo, Terima kasih yang sudah mau membaca dan meninggalkan vote serta komen.

Ending [Vmin] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang