"Maaf," tutur Evelyn. "Tapi anakku, dia tidak boleh sendirian, Meo. Dia duniaku, dia alasanku bertahan hidup selama ini. Jika dia pergi, untuk apa aku di sini? Ujung-ujungnya aku akan tetap mati dengan rasa bersalah ini, Meo."

Romeo menggeleng. "Tidak Evelyn. Kau harus terus bersamaku. Dan jika ingin pergi menyusul anak kita, aku ikut, aku akan ikut kemana pun kau pergi."

Evelyn tersenyum. Dia mengusap pipi Romeo yang kini basah dengan air matanya. "Aku mencintaimu."

Sosok Evelyn perlahan mengabur di udara, dimana hal itu membuat mata Romeo melotot panik takut kehilangannya. "Tidak. Tidak. Evelyn!" Jerit Romeo saat Evelyn tak lagi bisa disentuhnya.

"Evelyn jangan tinggalkan aku sendiri. Evelyn!"

"Evelyn!"

Romeo membuka matanya dengan nafas terengah-engah, dia menatap sekeliling mencari keberadaan Evelynnya. Namun, dia tak menemukannya membuat pria itu memaksakan diri untuk turun dari bangsal rumah sakit mencari Evelyn. Mengabaikan rasa sakit yang menyerang kepala saat ia memaksa menggerakkan tubuhnya.

Pria itu turun dari kasur dan mencabut paksa jarum infus yang ada di tangannya membuat tangannya sedikit mengeluarkan darah. Ia berjalan sempoyongan menuju pintu, namun baru beberapa langkah berjalan, dia sudah jatuh mengenaskan.

"Astaga, Tuan!"

Seorang perawat yang baru saja memasuki ruang inapnya terkejut mendapati keadaannya.

Perawat itu berlari ke arah Romeo, dia meletakkan semua barang bawaannya di lantai dan membantu Romeo berdiri. "Tuan, apa yang anda lakukan? Anda harus beristirahat sebab keadaan anda belum pul--,"

"Dimana istriku?" Tanya Romeo saat ia sudah berhasil berdiri dibantu oleh perawat itu. Dia tak memperdulikan ocehan perawat itu tentang dirinya. Baginya Evelyn lebih penting.

"Dimana Evelyn? Bawa aku ke sana sekarang. Aku harus menemuinya."

Perawat itu terdiam kebingungan. Dia tidak punya kuasa untuk itu. "Maaf, Tuan. Tapi anda tidak bisa menemui Nyonya sekarang, anda har----akhhhh!"

Romeo mencekik perawat itu dan menatapnya bengis penuh amarah. "Punya hak apa kau melarangku bertemu Evelyn, heuh?" Dia mendesis seraya menguatkan cekikan. Menahan rasa sakit di kepalanya yang membuat pandangannya sedikit kabur tak biasa.

"T-tuan sakh.. Sakhit Tuanh!" Perawat itu memegang lengan Romeo berusaha meloloskan diri, namun semakin kuat upayanya melepaskan tangan Romeo, semakin kuat pula cekikan yang di lehernya.

"Antarkan aku ke istriku sekarang, atau kau dan keluargamu akan kubunuh tanpa tersisa!" Ancam Romeo dengan mendesis rendah. Dimana kalimatnya tentu saja membuat perempuan muda itu ketakutan.

"S-saya tidak tahu, d-dimana istri anda, Tuanh.." ungkapnya jujur. Dia kian terengah saat pasokan udara kian menipis di rongga paru-nya. "Saya hanya.. Hanya di-ditugaskan m-menjaga anda."

Romeo memiringkan kepalanya dengan tatapan kian tajam menghunus perempuan di hadapannya. "Kau pikir aku mudah dibohongi, heuh?"

"TUAN?!"

Bondan yang baru memasuki ruang inap Romeo  langsung berlari ke arah pria itu saat mendapati Tuan-nya itu tengah mencekik seorang perawat tak bersalah.

Romeo AlmaheraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang