Bab 31 Resmi

196 20 6
                                    

*tinggal kan komen dan vote kalian 🐶

-
-

Pertemuan ku dengan Jeongwoo berjalan lancar. Meskipun dia banyak bicara, tapi dia tipe pria pemalu. Tidak banyak yang aku obrolkan dengan sepupu Jihoon itu. Karena tiba-tiba Jeongwoo dijemput temannya.

Junkyu sempat menelepon juga, menanyakan tentang kabarku. Dan setelah aku jelaskan bahwa aku baik-baik saja, sepertinya dia lega. Mungkin karena sudah dua malam aku tidak pulang ke rumah.

"Junkyu yang telepon?" tanya Jihoon saat sedang menyetir mobil, perjalanan menuju pulang. Entah ke apartemen atau ke rumah ibuku. Aku ikut saja, meskipun isi kepalaku rasanya ingin pecah karena foto-foto Jihoon yang ku simpan di dalam tas ku.

Aku mengangguk. Sepertinya Jihoon menyadari perubahan sikapku.

"Kamu baik-baik saja? Sepertinya kamu banyak diam sejak bertemu denganku hari ini. Ada yang salah denganku?" cecar nya.

Aku menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan nya.

Sepertinya jawabanku tidak memuaskannya. Mimiknya berubah serius, matanya menyipit dan menatap tajam ke arahku, dengan mobil yang masih melaju. Melihat itu aku khawatir dia tidak fokus dan malah mencelakakan kami berdua.

"Sayang, lihat ke depan. Kamu masih menyetir," pintaku sopan.

"Tidak, sebelum kamu menjawab dengan mulutmu, apa yang sebenarnya terjadi."

Aku memejamkan mata untuk menemukan kata-kata yang baik dan tidak mengundang air mata juga kesedihan. Aku tidak ingin membebaninya dengan masalah yang ada. Aku sudah pernah bilang padanya kalau aku mempercayainya.

Jihoon menepikan mobilnya dan membuka seatbeltnya. Tubuhnya menghadap ke arahku dan membuka seatbelt ku. Lantas, aku harus berhadapan dengannya, menatapnya.

"Katakan sesuatu, Kim Yeri. Kita sudah berjanji untuk selalu terbuka satu sama lain kan!" Sorot matanya terlihat tajam dan lembut secara bersamaan.

Aku menangkup wajahnya dan mengecup bibirnya sekilas. "Peluk aku, Park Jihoon," pintaku lembut.

Tidak menunggu lama dia pun langsung memelukku erat. Mengusap punggung ku dengan lembut. Mengecup leher ku dan mengendusnya.

"Aku mencintaimu, Jihoon-a."

Jihoon sepertinya membeku mendengar kata-kata ku. Sedetik kemudian dia langsung melepaskan pelukannya dan menatapku, lembut. Tidak bisa dibohongi kalau bibirnya tertarik menahan senyum.

"Kamu bilang apa barusan?"

"Aku mencintaimu, Park Jihoon." Aku mengatakannya dengan lantang sambil menatapnya. Aku tidak ingin menyia-nyiakan setiap momen yang aku jalani bersamanya. Aku tidak ingin menyesal seperti sebelumnya.

Dia tersenyum, matanya sampai sipit karena pernyataan ku barusan. Tidak bisa dipungkiri, dia begitu bahagia mendengarnya. Terlihat dari gestur tubuhnya dan mimik wajahnya.

Tangannya mengusap pipiku dengan lembut, aku memejam ketika mendapatkan sentuhan itu. Aku pasti akan jujur padanya soal foto dan lainnya. Tapi, tidak saat ini. Sekarang aku hanya ingin bersamanya tanpa dilibatkan dengan masalah orang luar. Aku tidak sanggup kehilangan senyumannya.

"Apa pekerjaan mu hari ini melelahkan?" tanyanya curiga.

Aku mengangguk, perlahan membuka mata. "Melelahkan dari pada biasanya. Entahlah."

Jihoon tersenyum dan mengusap kepalaku lembut, "kamu sudah bekerja keras. Kamu wanita hebat, Sayang. Aku bangga padamu." Lantas dia mendekap ku erat. "Aku bangga padamu. Aku akan mentraktir mu es krim. Mau?"

My Healer // 💎 Park Jihoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang