Bab 23 Menggoda

253 19 5
                                    

"Sayang...."

Mata ku terbuka saat suara lembut itu membangunkan ku. Ternyata, saat menunggu Jihoon aku ketiduran. Saat aku memperhatikan wajahnya, ada lebam di tulang pipinya.

"Hoonie-a, ada apa dengan wajahmu?" Aku langsung terduduk dan merabanya.

"Aahh," ringisnya. "Ini tidak apa-apa."

"Tidak apa-apa bagaimana? Kamu berkelahi? Sama siapa? Ayahmu?" Aku panik dan langsung menebak begitu saja.

Jihoon menunduk dengan tangannya yang memainkan cincin di jari manis ku.

"Ada apa, jihoona," ucapku lembut dan mencoba menangkup wajahnya. Ternyata bukan hanya lebam. Ada luka robek di bagian sudut bibirnya.

"Aku akan menjelaskan semuanya padamu. Jadi, dengarkan aku baik-baik. Karena aku tidak akan mengulanginya lagi."

Aku mengangguk.

"Kamu tahu kan ayahku orang yang ambisius dan perfeksionis dalam segala hal. Bahkan dalam mendidik anaknya, dia begitu keras." Jihoon duduk di lantai tepat di bawah kaki menghadap ke arahku. Sesekali dia meletakkan kepalanya di pahaku."Ayah ingin aku menikah dengan Rora karena orang tuanya Rora adalah sahabat dekat ayahku. Ayah ku dan ayah Rora bekerja sama dalam membangun sebuah perusahaan, seperti perhotelan, resort, restoran dan banyak lagi. Ada yang di Korea dan di Jepang. Sedangkan Aiurs Corporation, aku dirikan hasil kerja keras ku sendiri. Dengan nama yang aku pilih, Aiurs. Yang sebenarnya aku juga tidak tahu apa arti sesungguhnya. Hanya terjadi begitu saja."

"___aku harus rela membuang mimpi ku sejak remaja sebagai musisi. Padahal aku suka sekali seni, musik. Aku dididik untuk memperbaiki keadaan yang tidak bisa ayahku perbaiki. Apapun masalah yang ayah timbulkan, aku lah yang harus bertanggung jawab. Begitu pula dengan bisnis. Ayah ingin aku menikah dengan Rora supaya bisnis yang sudah ada semakin berkembang. Karena ayah Rora akan menginvestasikan uangnya untuk ayahku. Di Jepang kemarin, aku hampir saja menikah dengan Rora. Aku meninggalkan Rora di altar, karena aku tidak bisa menikahinya. Ibu juga tidak setuju dengan ayahku. Mungkin ibuku kasian dengan putranya. Seperti itulah." Bahu Jihoon turun dan kepalanya kembali diletakkan di atas pahaku.

"Jadi kalian hampir menikah?"

Anggukan kepalanya menggesek pahaku.

"Rora cantik, imut dan pintar. Kenapa tidak mau? Aku rasa Rora akan membawa keuntungan lebih bagi perusahaan mu," jelasku.

Jihoon mengangkat kepalanya dan menatap ke arahku tidak suka. "Kamu dukung aku untuk nikah sama dia? Tahu gitu kemarin beneran aku nikahin saja. Kalau tahu reaksimu begini."

Kelepasan, aku menjitak kepalanya. "Jadi benar kan, kamu mau nikah sama dia sebenarnya!"

Jihoon sepertinya lelah, terdengar dari helaan napasnya. "Meskipun aku nggak ketemu kamu. Aku tidak akan menikah dengannya."

"Kenapa?"

"Aku sudah menganggapnya benar-benar seperti adikku. Berkali-kali aku memikirkan hal itu. Bagaimana kalau aku tidak bertemu Yeri? Apakah aku akan suka dengan Rora? Tapi, jawabannya tetap tidak. Rasa sayangku ke Rora murni ingin menjaganya. Bukan ingin ku jadikan istri atau pendamping hidup. Tidak ada getaran berarti saat bersamanya." Jihoon mengusap bibirku, "berbeda saat pertama kali aku melihatmu. Jantungku seperti akan melompat dari tempatnya."

Aku terkekeh, Jihoon memang seperti itu. Selalu hiperbola dalam menghadapi situasi tertentu. Ku ulurkan tanganku dan mengusap rambutnya yang agak lepek.

"Kenapa aku tidak menyadari itu ya," ucapku.

Jihoon mengedikan bahunya. "Kamu terlalu sibuk menghabiskan waktu di kamar. Sama seperti Junkyu. Keluar kamar kalau lapar, mandi dan sekolah."

My Healer // 💎 Park Jihoon Donde viven las historias. Descúbrelo ahora