12 - TREVOR

12 10 2
                                    

Happy Reading!

. . .
. .
.

┊⌇ ⌦ Chapter twelve: Debts❞

ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
"Sesuai perjanjianku, ini hadiah atas kemenanganmu."

Aku menerima sejumlah uang yang tersodor ke arahku dan menghitungnya. Setelah memastikan jumlah uang itu tepat seperti yang telah dijanjikan, aku menjejalkannya ke dalam tas ransel.

Miles mencengkeram ujung tas ranselku sebelum aku dapat pergi dari tempat tersebut, menghentikan pergerakanku. "Aku ingin mengajakmu sekali lagi. Ada sebuah balapan yang akan diadakan minggu depan. Tepat pada tanggal empat Juli. Sebagian besar NYPD akan sibuk berpatroli di Central Park selama hari kemerdekaan dilaksanakan. Aku mendengar bahwa akan ada perayaan pesta dan parade kota besar-besaran di sana."

Aku mempertimbangkan tawaran tersebut. "Dan berapa banyak hadiah yang bisa kudapatkan?"

Miles memandangku. Tatapannya terlihat serius ketika dia menjawab, "Sepuluh juta dolar, kalau kau menang."

Sudut bibirku berkedut mendengar jumlah uang yang disebutkan. Aku menyampirkan tas ransel ke bahu dan membalas, "Aku akan memikirkannya."

ㅤㅤ
Memasuki gedung kumuh di hadapanku, beberapa pria yang berkumpul di tempat itu melirik ke arahku. Aku mendekati seorang pria berbadan besar yang duduk di sebuah sofa, tengah bermain poker bersama ketiga temannya.

"Aku ingin menemui bosmu," ujarku.

Pria itu meletakkan sebuah kartu di meja, kemudian menoleh dan memandangku dengan tatapan meremehkan. "Kau kemari untuk membayar utangmu?"

"Utang ibuku," aku mengoreksi dengan cepat. Kata terakhir itu terasa asing di mulutku. Rasanya seperti mencecap sebuah racun yang mematikan.

"Hmph." Pria itu menggeram kesal begitu menyadari bahwa ia kalah. Dia lalu membanting sisa kartunya ke meja dan bangkit untuk pergi memasuki sebuah ruangan. "Ikuti aku," perintahnya dengan suara berat.

Aku menjejalkan kedua tangan ke saku jaket, berusaha agar tak menampakkan raut tidak nyamanku. Gedung itu hampir terbengkalai. Para berandal ini menggunakannya sebagai markas karena gedung itu tak juga dirobohkan oleh otoritas berwajib. Bagaimana ibuku bisa mengenal dan terlibat dengan orang-orang berbahaya ini, aku tidak tahu, dan tak mau tahu.

"Bos," pria itu memanggil. "Hawkins Kecil ini datang untuk membayar."

Seorang pria yang duduk memunggungiku mengepulkan asap cerutunya ke udara. Kursi kulit yang ia duduki berputar, dan pria paruh baya yang duduk di sana memandangku dengan tatapan malasnya.

Mata cekung milik pria itu selalu berhasil membuatku merasa terintimidasi. Manik gelapnya yang seakan sehitam bayangan terasa menembus jiwa setiap kali aku menatapnya. Berada di tempat itu membuatku seperti anak kecil yang terperangkap. Dengan pria-pria menyeramkan di tempat itu sebagai momok menakutkan yang menghuni gedung terbengkalai tersebut.

"Hawkins, eh?" Pria itu--Anton Wallace, mencondongkan tubuhnya ke depan, cerutu di tangan kanannya dijentikkan, dan abunya jatuh mengotori meja. "Berapa banyak yang kau bawa?"

"Tiga juta," jawabku. "Itu jumlah yang kau sebutkan waktu itu, 'kan?"

Aku melihat pria itu terkekeh geli. "Yup. Dua bulan yang lalu."

Aku membasahi bibir bawah, tiba-tiba merasa tidak enak dengan cara Wallace menyeringai ke arahku. "Apa maksudmu?"

"Ibumu kemari lagi minggu lalu," Wallace memberitahu. "Memohon padaku untuk dipinjami lebih banyak, karena ada sebuah acara sosial yang harus dia datangi, dan dia membutuhkan gaun serta sepatu baru." Matanya bersinar bengis, senyumnya terlihat kejam ketika dia menambahkan, "Wanita itu begitu putus asa, membutuhkan uang secara instan. Dia bahkan merasa tak keberatan ketika aku menyuruhnya untuk berlutut dan mencium kakiku."

Meant To Be (ON HOLD)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang