12. Langit Favorit

Start from the beginning
                                    

"Selama gak gangguin waktu belajar kamu, mama setuju aja."

Mungkin orang tuanya terkenal cukup disiplin dalam mendidiknya, tapi mereka selalu memberikan ruang sendiri untuk Laura dan dunianya. Selama masih dalam urutan prioritas yang tepat, maka orang tuanya akan setuju saja. Menjadi anak tunggal tentunya menimbulkan rasa khawatir yang lebih tinggi untuk mama dan papanya, tapi bukankah kepercayaan antara orang tua dan anak itu perlu? Peduli tidak harus mengekang dan memaksakan kehendak.

"Kakak juga masih mikir-mikir," ucap Laura pelan. Membuka ponselnya, dia beralih membuka aplikasi chatting, berniat mengucapkan terima kasih kepada Bumi.

Tapi baru saja Laura akan mengetikkan pesan, sebuah pesan lebih dulu masuk dari Bumi.

Bumi:
Lagi typing, berarti udah terima yogurt dan bunganya

Laura terkekeh membaca pesan itu. Apakah Bumi mengamati room chat mereka sejak tadi? Menunggu Laura mengirimkan pesan?

"Cieee... sekarang senyum-senyum sendiri karena chatan sama cowok yaa.." ejekan itu terdengar dari sang papa yang baru saja masuk ke area dapur bersama tab dan kaca mata yang bertengger manis di pangkal hidungnya.

"Apaan sih pa?" Laura jadi salah tingkah sendiri. Dengan cepat dia meraih satu pouch yogurt dari dalam plastik dan segera pergi menuju kamarnya.

"Jangan begadang kaaa, apalagi karena main hp!" teriak sang papa mengingatkan.

Menghentikan langkahnya, Laura berbalik untuk membalas. "Iya pa," balasnya sebelum kembali menuju kamar. Dia sempat melirik sebentar ke arah jam dinding, masih ada satu jam setengah hingga jam malamnya. Ya, setidaknya itu waktu yang cukup untuk bertukar pesan sebentar dengan Bumi.

***

Waktu weekend yang biasanya di gunakan para remaja untuk bersantai ria dengan mengurung diri di kamar, maka hal seperti itu tidak berlaku untuk Laura. Daripada memilih untuk tidur hingga siang karena begadang semalaman, Laura justru sudah bangun sejak subuh tadi. Selesai shalat dia tidak lanjut tidur lagi, melainkan olahraga sebentar dengan jogging di sekitar kompleks rumahnya saja.

Cukup sampai setengah tujuh lalu dia balik ke rumah lagi. Hari minggu ini dia ada agenda untuk membantu sang mama untuk bersih-bersih rumah. Tentang agenda harian, nyatanya Laura memang anak yang cukup terstruktur. Bahkan sejak masih di kindergarten dia sudah menyusun jadwal hariannya. Seperti jam berapa dia bermain, permainan apa yang akan dia lakukan, jam berapa selesainya, dan segala hal lainnya. Bahkan mama dan papanya pun sampai heran akan sikap anak 6 tahun mereka saat itu.

"Mama punya resep baru nih, mau bantuin buat gak?" Baru saja Laura duduk di kursi meja makan dan menuangkan air putih ke gelasnya, sang mama sudah lebih dulu menanyainya.

"Mau!" seru Laura semangat.

Dan pagi ini berlalu dengan Laura membuat bolu bersama sang mama. Rasanya waktu berlalu terlalu cepat dengan segala aktivitas yang di lakukan Laura di rumah. Hingga sore datang, membuatnya harus bersiap untuk pergi keluar, menepati janjinya untuk ke cafe bersama Melda dan Zellyn. Sebenarnya ini semua adalah bentuk paksaan karena dua sahabatnya itu sangat penasaran akan kelanjutan dari hubungan Laura dan Bumi.

"Hati-hati ka, sebelum maghrib udah pulang ya," peringat sang papa sembari memberikan dua lembar uang merah kepada sang anak.

"Iya pa, kakak pergi dulu, assalamu'alaikum."

Rambut hasil catokan yang di hiasi headband biru muda itu bergerak seiring langkah Laura menuju garasi rumahnya. Well, walaupun di kelilingi dengan aturan yang cukup ketat Laura tetap masih punya jatah jalan-jalan di hari libur seperti sekarang.

AmertaWhere stories live. Discover now