8 || Mom and Her Dedication

Start from the beginning
                                    

"Kan ada temen."

"Emang lo punya temen?"

"Ma! Bang Haikal babik!"

"Hush! Jangan berantem. Acara tv kesukaan mama bentar lagi mulai. Biarin mama menikmati hari libur mama yang indah ini."

"Wleee!" bang Haikal ngejulurin lidahnya buat ngejek gue.

Sama gue rambutnya gantian gue jambak. Tapi mama dengan cepat menahan tangan gue. Gue menarik diri dengan kasar.

Beda sama bang Haikal yang udah ngerebahin kepalanya di paha mama. Gue kesel, bang Haikal selau bisa manja-manjaan dan dibela mama.

Sedangkan gue?

Gue tuh lebih deket sama papa aslinya. Apa-apa gue sama papa. Lengket banget. Tapi karena papa udah nggak ada, yaudah gue gak nempel ke siapa-siapa.

Ada deh, ke kak Julian. Huaaa!

"Sini!"

Tahu gue pundung, mama nepuk sebelah pahanya untuk gue tidurin. Jadilah gue sama bang Haikal dempet-dempetan kepala di pangkuan mama.

Bang Haikal santai banget main game di ponselnya. Sementara gue menyilangkan kedua tangan di depan dada sambil natap langit-langit kamar.

Huh!

"Anak-anak mama udah gede ya. Maaf harusnya mama bisa meluangkan lebih banyak waktu untuk mendampingi kalian." Mama ngusap-usap kepala gue sama bang Haikal barengan.

"Sekarang mama cuma mau kalian sekolah yang pinter. Kejar cita-cita yang kalian inginkan. Apapun itu, mama bisa usahakan untuk membiayai anak-anak mama."

Kita berdua dengerin ucapan mama dengan seksama. Mama memang suka ceramah. Tapi gak jarang dia juga bisa bicara serius.

Kali ini mama bicara tentang pentingnya pendidikan!

"Jadi Lovely... mama akan sangat senang kalau kamu memikirkan cita-cita kamu mulai dari sekarang. Dimana kamu mau kuliah, pekerjaan apa yang mau kamu ambil. Biarin mama tahu, dengan begitu mama pasti bisa bantu. Sama kayak abang kamu ini. Ya, Haikal?"

"Iya ma..."

Gue ngangguk. "Iya, nanti Lovely pikirin."

Keinginan mama sederhana banget ternyata. Dia pengen anak-anaknya nentuin pilihannya sendiri.

Mama yang mau berjuang untuk keberhasilan gue dan bang Haikal. Bangga banget gue punya mama Tasya ini!!

•••

Saat itu gue masih sangat kecil. Gue ingat dengan jelas suara tangisan yang bergema di sekitar gue.

Di depan gue ada sebuah peti berwarna putih. Kotak cantik yang banyak dihiasi warna emas. Di dalamnya ada papa.

Iya, di usia gue yang baru menginjak 5 tahun. Gue tahu papa yang gue cintai sedang tertidur pulas di sana. Sangat damai.

Tapi kenapa semua orang pada nangis? Itu yang membuat gue bingung.

Mama, bang Haikal, juga para kerabat. Bahkan kerabat jauh yang jarang gue lihat atau bahkan gak pernah gue temuin semua berkumpul di sini dan menangis.

Rumah ini penuh sama aura kesedihan.

"Abang.."

Gue ingat menggoyangkan tubuh bang Haikal yang bersandar lemas di samping mama.

LOVEIANWhere stories live. Discover now