"Nggak perduli, si manusia kurang berguna itu duluan yang ganggu gue, kelakuannya yang kayak Amorphophallus bikin gue gedeg. Bisa-bisanya nyebar berita bohong kalau nilai gue ditunjang karena uang, dia pikir gue stupid apa." Sera berucap kesal, rasanya ingin kembali ke toilet dan membuat Clara tidak usah punya mulut sekalian.
Zoya segera mengeluarkan ponsel, "Apa tadi? Armo apa?" Layar ponselnya sudah menunjukkan laman goggle, siap mengetik.
"Amorphophallus?"
Zoya buru-buru mengetiknya, beberapa saat hasil pencariannya menunjukkan gambar pada bagian teratas.
"Oh, bunga bangkai." Kepala gadis itu terangguk beberapa kali.
Keduanya berbelok di koridor, Zoya menatap ke arah gedung utara. "Ser, ada Shaga."
Sera mengikuti pandangan Zoya, bibirnya secara otomatis membentuk lengkungan tidak ada lagi wajah kesal berapi-api terpatri disana. Tangan kirinya ikut terangkat melambaikan pada Shaga yang melihat ke arahnya dengan raut wajah tidak bisa Sera jelaskan, kali ini tatapannya berbeda dari biasanya. Pancaran yang jarang Sera dapatkan sebelumnya atau bahkan tidak pernah ia perhatikan? Sera tidak tahu apa itu. Dua minggu tidak masuk sekolah, membuat banyak perubahan padan laki-laki itu ternyata.
"Lo beneran mau ngejar Shaga? Pikirin lagi lah, masa cuman karena mau balas dendam sama Isa lo malah pakai cara ini."
Masih dengan tersenyum, "Cara paling cepat supaya Isabellasu itu sakit hati ya nikung cowok yang dia suka."
"Shaga itu susah, apalagi dia paling anti sama orang kayak lo."
"Kayak gue gimana? Cantik, pintar, kaya, banyak bakat? Yang kayak gitu?" tanya Sera dengan tingkat kepedean yang sudah melampaui batas. Seperkian detik di wajahnya memancarkan raut sombong yang dapat Zoya tangkap.
"Ck! Suka nindas, keras kepala, susah diatur. Yang gue denger Shaga paling anti sama orang kayak gitu." Zoya melirik sebentar Sera, memastikan gadis itu mendengarnya dengan baik. "Udah dua bulan juga kan lo dianggurin?"
"Yaudah, itu urusan belakangan. Yang penting sekarang gue mau susulin si manusia anti sama gue, mau seratus bulan pun gue jabanin asal Isabella kalah," ujar Sera kemudian berjalan cepat ke arah gedung utara. Sebelum itu ia melirik lapangan, ada kegiatan OSIS ternyata sore ini.
Sera melangkah dengan pasti, kakinya yang terbalut kaos kaki sepanjang menutupi betis hingga berada di bawah lutut itu akhirnya berhenti tepat di depan lift. Sesaat dia menatap dirinya kembali di pantulan kaca yang menjadi tembok pembatas.
"Bibir gue kurang merah," gumamnya lalu merogoh saku rok dan mengeluarkan liptint. "Good! My lips can be used for kissing."
******
"Halo, Shaga!"
Tidak sopan memang, tapi apa perduli Sera. Mereka hanya beda satu tahun. Walaupun sudah sering kena hardik Shaga karena bertingkah tidak sopan, Sera tetap pada perilaku buruknya yang menurut dia itu sudah benar.
Shaga, laki-laki dengan hoodie hitam yang pertama kali Sera lihat itu membalikkan tubuhnya. Kedua tatapan mereka berjumpa, tapi bagi Sera ia seperti baru pertama kali melihat tatapan ini atau sudah pernah? Tetapi dimana? Sera merasa tidak asing. Rasanya ada yang berbeda, tapi apa? Di depannya ini masih orang yang sama, orang yang mengatai dirinya murahan kemarin dan kemarinnya lagi.
Sebenarnya jika bukan karena ambisinya, sudah pasti ia tidak akan sudi seperti budak cinta. Tidak ada cinta di kamusnya, tidak ada hubungan. Bagi Sera itu cuman ilusi semata yang kapan-kapan bisa membunuhnya.
YOU ARE READING
INVISIBLE STRING
RomanceKaya raya, cantik, trendsetter, pintar, dan mandiri. Sempurna bukan? Ya, itu Seraphina Zephyra Jenggala. Gadis cantik yang digadang-gadang bisa menjadi Miss Indonesia beberapa tahun lagi jika tubuh gadis itu bisa semakin bertumbuh tinggi. Namun, mem...
PROLOG
Start from the beginning
