Chapter 4: Glossary

Start from the beginning
                                        

Seperti bocah penurut, mereka menggangguk serentak dan pergi mengekori remaja bermata merah kecokelatan yang kini tengah menyeringai lebar.

***

"Sudah kukatakan, bukan?! Aku tidak bersalah!" sungut Bjorn sembari merampas ponsel dari tangan Kate. Dari raut wajahnya, jelas sekali bahwa ia terlihat marah, lebih tepatnya tersinggung. Tentu saja. Wajar bila ia merasa tersinggung sekaligus sakit hati atas tuduhan yang dilemparkan oleh Albert dan yang lainnya. "Aku tidak tahu soal potongan ginjal itu!"

Sadar diri, Albert membungkukkan tubuh. "Ma-maafkan aku, Bjorn," ungkapnya. "Maaf telah menuduhmu."

Diikuti oleh Alice dan George. Mereka berdua berucap serentak, "Tolong maafkan kami, Tuan Williams."

"Cih!" Bjorn berkacak pinggang. Menatap tajam satu persatu dari mereka. "Maaf saja tidak cukup membuatku lega," geramnya. "Coba lihat Vincent dan Kate. Tidak seperti kalian, Vincent dan Kate adalah polisi sejati. Selesaikan masalah dengan logika dan bukti. Bukan dengan tuduhan dan asumsi! Kalian paham?!"

Jari telunjuk membentang ke arah Albert. "Dan, kau Albert. Sebagai seorang polisi senior, kau benar-benar sangat mengecewakan," komentar Bjorn masih diselimuti rasa kesal.

Sekali lagi, Albert berkata, "Maafkan aku."

Napas berat berembus. Bjorn memijat kening. Ia berjalan mendekati Albert yang masih membungkukkan tubuh jangkungnya, lalu menepuk salah satu pundak sebanyak beberapa kali. "Kau harus meneraktirku satu porsi burger monster dan kentang goreng saus guacamole. Tidak ada penolakan."

Perlahan, tetapi pasti. Albert mulai mengangkat tubuh, kemudian tersenyum lebar. Tanpa ragu, pria jangkung itu segera merangkul pundak Bjorn. "Tentu saja. Kau akan mendapatkannya, Sobat."

Pertengkaran bodoh antara dua sahabat resmi berakhir. Baik Kate maupun yang lainnya turut mendesah lega. Bahkan, Alice sampai bergumam, "Syukurlah."

Namun, kelegaan tidak berlangsung lama saat ponsel mereka berdering secara bersamaan. Di depan layar terdapat sebuah pesan dari nomor misterius. Dahi mengernyit, entah kenapa Bjorn mulai merasakan firasat buruk. Meski demikian, ia tetap membuka pesan yang terpampang di layar, sama seperti yang lain.

.

.

Halo, para aparat yang terhormat!

Apakah kalian menyukai hadiahku?

Katakan jika kalian menyukainya, karena ginjal itu adalah salah satu koleksiku yang berharga. Aku sengaja mengawetkannya menggunakan etanol agar keutuhan tetap terjaga sampai di tangan kalian.

Kalian tidak perlu sedih. Setelah ini, aku akan terus mengirimi kalian hadiah yang menarik. Kalau perlu, aku akan mengirim pisau berdarah yang aku pakai untuk mengeksekusi dan mencabik manusia-manusia laknat itu. Bagaimana?

Tangkap dan temukan aku. Itu pun jika kalian mampu.

Randall

.

.

Dahi mengernyit geram. "Cih" Emosi dalam dada berkobar layaknya api jahanam. Selama berkarir menjadi seorang polisi, baru kali ini Bjorn menemukan penjahat yang begitu menyebalkan. Pesan singkat itu membuatnya jengkel setengah mati. "Randall ... bajingan itu ...."

"Ternyata dia dalang dari semua ini," ujar Vincent.

Sambil menggelengkan kepala, Kate bergumam pelan, "Aku tidak habis pikir. Kenapa Randall senang sekali melakukan semua ini?"

The Murderer's SchemeWhere stories live. Discover now