Prolog

81 17 5
                                        

Semua orang bebas memilih jalan hidup masing-masing. Hitam atau putih; surga atau neraka; baik atau jahat; kuat atau lemah; lembah dosa atau pahala; makan atau dimakan. Pilihan tetaplah pilihan dan setiap pilihan memiliki konsekuensi. Tugas kita sebagai manusia hanyalah bertanggung jawab atas pilihan yang telah kita pilih. Itu sudah menjadi hukum alam yang berlaku sejak Adam diturunkan ke dunia.

Dunia ini bukan tentang siapa yang kuat atau siapa yang unggul; melainkan siapa yang bisa bertahan dan siapa yang binasa. Tak jauh berbeda dengan hewan liar di sabana. Sadar tidak sadar, manusia termasuk ke dalam golongan makhluk Tuhan paling brutal. Saling menjatuhkan, saling memakan satu sama lain hanya demi meraih kepuasan diri. Padahal mereka tahu bahwa mereka tengah berdansa bersama kematian.

Rumit, bukan?

Ya, inilah hidup. Satu-satunya hal yang dapat membuatmu berada di puncak rantai makanan adalah bersikap seperti predator. Tenang, tetapi diam-diam merencanakan kejahatan secara terorganisir dan mendetail.

Jangan pernah melihat orang berdasarkan tampilan. Dari luar, sosok Dominik Grigorescu mungkin terlihat sangat normal.

Penampilan pria berumur 27 tahun itu terlihat cukup unik dan eksentrik. Ia memiliki postur tubuh jangkung dan atletis; sepasang mata obsidian tajam; serta rambut hitam panjang yang diikat ke belakang. Kesan seksi semakin kentara kala ia menindik kedua telinganya sendiri menggunakan anting hitam besar. Jangan lupakan tato naga yang tergambar indah di sepanjang lengan kiri. Sekilas tampak serupa dengan personil band beraliran emocore seperti Kellin Quinn atau Gerard Way.

Meski begitu, tidak ada yang tahu bahwa seorang Dominik merupakan monster mengerikan yang suka bermain taktik. Terutama orang-orang yang berniat menghancurkan kebahagiaannya. Semua ini ia lakukan hanya untuk bertahan di tengah kejamnya dunia. Terdengar konyol, tetapi ia tidak peduli.

"Hungarian Dance No. 5" mengalun indah dari tangan para musisi ternama di atas panggung pertunjukan. Sepasang kaki terbalut sepatu kulit hitam melangkah konstan, mengitari ballroom kapal yang dipenuhi orang-orang yang sedang berdansa. Dominik mengambil satu gelas sampanye, lantas berhenti di pojok ruangan. Sekadar menghindari keramaian dan fokus menikmati suara musik yang memanja indra pendengaran.

Sepasang mata elang bergerak mengawasi sekitar, menatap segerombol manusia brengsek yang sibuk menikmati pesta meriah tak jauh dari tempatnya berpijak. Mereka semua adalah tersangka utama yang tega melakukan perundungan, pemerkosaan, dan penyekapan brutal kepada mendiang kakak perempuannya.

Sebagai adik, wajar bila Dominik menyimpan dendam. Memeliharanya hingga besar dan membiarkannya meledak di waktu yang tepat. Atensi beralih, memandang salah seorang pelayan berwajah rupawan yang juga memandangnya dari kejauhan. Ia mengangguk, lalu tersenyum sebelum memutuskan untuk menaruh gelas kosong di atas meja bundar dan hengkang dari sana.

Sepasang kaki melangkah santai menuju geladak, kemudian menyandarkan tubuh di balkon kapal. Sesekali memperhatikan bulan purnama di atas langit malam.

Angin laut berembus, membelai tubuh. Seringai lebar terpatri. Detik selanjutnya, suara musik berganti menjadi suara tembakan senjata yang terdengar memekakkan telinga. Disusul jeritan manusia-manusia laknat dari dalam ballroom kapal. Dominik mulai bersenandung sembari menggerakan tangan. Menikmati melodi dalam orkestra berkabung.

Sepasang obsidian terpejam sejenak. "Kau mendengarnya?" Kepala menengadah ke atas, memasang senyum lebar penuh kepuasan. "Rekuiem ini aku persembahkan hanya untukmu, Kakak."

*
*
*

Band: Grup musik.

Emocore: Aliran musik cadas.

Ballroom: Balai riung atau ruang dansa.

The Murderer's SchemeWhere stories live. Discover now