15. Ungkapan

28 7 0
                                    

Jangan lupa vote⭐
dan Komen❤
*
*
*

"Bun?" Panggil seorang gadis berambut sebahu, ia masih menggunakan baju tidurnya padahal sekarang sudah hampir siang.

"Bunda!" Panggilnya sedikit keras, ia bawa kursi rodanya menuju dapur. Tapi ia tidak menemukan siapapun.

"Pada kemana sih?" Gumamnya.
Karena tidak menemukan siapapun, ia beranjak dari dapur dan kembali masuk kedalam kamar. Namun baru saja masuk kedalam, suara orang sedang mengobrol menarik perhatiannya. Ia pun keluar kamar dan menuju keluar rumah.

Begitu membuka pintu, pemandangan didepannya membuat ia tertegun.
Ia lihat Bunda bersama sang kakak berjalan kearahnya, sambil membawa beberapa plastik belanjaan dan sesekali mereka tertawa karena obrolan kakaknya.

"Kamu ngapain dek?" Tanya Syafa bingung.
"Jangan disitu, kamu ngalangin jalan." Ucap Bunda, pasalnya posisi Syifa berada tepat didepan pintu, membuat mereka tidak bisa lewat.

Syifa terdiam ditempatnya, ia tidak habis pikir dengan Syafa. Beberapa hari ini Syafa banyak diam, ia tidak akan berbicara karena masih marah. Bahkan kemarin saat berangkat sekolah, gadis itu tidak pamit atau mengatakan sepatah kata pun, bahkan saat pulang sekolah kemarin bisa Syifa lihat kalau Syafa seperti habis menangis. Lantas, kenapa sekarang sikapnya seperti ngga terjadi apa-apa?

"Heh! Malah ngelamun. Awas, Bunda mau lewat." Tegur Syafa, ia tarik kursi roda itu keluar, lalu ia biarkan Bunda masuk.

Bunda masuk dan menatap kearah Syafa, yang ditatap mengangguk yakin dan memberi senyum tipis.

"Bunda masuk dulu yah. Adek nanti mandi, ngga biasanya kamu jam segini baru bangun?" Ucap Bunda, setelahnya berlalu menuju dapur.

Sekarang tinggal Syifa dan sang kakak di teras rumah. Syifa hanya menunduk, sementara Syafa masih berdiri didepan gadis itu, tidak melakukan apapun.

"Tumben habis subuh tidur lagi?" Pertanyaan itu terucap begitu saja dari Syafa, ia beranjak dari tempatnya lalu membawa kursi roda itu untuk mendekati bangku yang ada di teras.

Syifa tidak menjawab, ia hanya memperhatikan apa yang Syafa lakukan. Sampai gadis itu sudah duduk di bangku dan menghadap kearahnya, posisi mereka saat ini berhadapan.

Syafa menghela napasnya pelan, ia genggam tangan yang lebih muda 11 menit dari nya itu. Perlahan pandangan gadis itu berubah, seperti ada perasaan bersalah dari sorot mata nya ketika Syifa menatap Syafa.

"Kak?" Ucap Syifa.
"Maafin aku yah," ucap Syafa, ia elus dan genggam lebih erat tangan Syifa.
"Beberapa hari ini aku udah ketus bahkan ngga ngerespon omongan kamu." Lanjut Syafa, ada rasa penyesalan di setiap ucapannya.

Syifa terdiam, matanya berkaca-kaca. Ia balas genggam tangan yang sejak tadi menggenggamnya, lalu ia menggelengkan kepala.

"Kenapa jadi kakak yang minta maaf?" Tanya Syifa tidak terima. Ngga gini seharusnya.

"Syifa yang minta maaf. Maaf ngga jujur sama kakak, Syifa selama ini ngga pernah jujur sama apa yang Syifa rasain. Syifa pikir dengan begitu, kakak ngga akan khawatir sama keadaan aku. Tapi ternyata, aku salah..." Syifa menangis.

"Maaf udah buat kakak kecewa, aku ngga bermaksud bohong dan nahan sakitnya sendirian. Aku cuma ngga mau, kakak ikutan sakit setiap ngelihat aku kesakitan. Maaf..." Gadis itu menunduk dan menumpahkan rasa sesalnya.

Syafa menatap Syifa terharu, ia bangkit dari duduknya lantas memeluk sang adik. Ia biarkan bahunya basah dengan air mata Syifa, tak apa asalkan Syifa lega.

"Maaf..." Lirih gadis itu beberapa kali. Syafa menganggukkan kepalanya di bahu sang adik, sambil sesekali menepuk punggungnya pelan.

Sampai beberapa saat, tangis Syifa mereda. Syafa lepas pelukannya, lalu menatap wajah sembab Syifa. Mereka saling pandang beberapa saat, lalu sama-sama terkekeh setelahnya.

MElUKIS SENJAWhere stories live. Discover now