7. Selalu Bahagia Yah

48 5 0
                                    

Jangan lupa vote ⭐
Dan komen😊

                            .
                            .
                            .
                            .
                            .

"Kenapa kamu?" Tanya Hardi begitu Rina memasuki ruangannya. Lelaki dewasa itu memperhatikan sang anak yang menunduk sejak tadi, lalu ia berjalan mendekat kearah gadis belia itu.

Tubuh Rina bergetar, antara takut dan menahan rasa sakit kepala nya yang kian menjadi. Gadis itu tidak menjawab pertanyaan sang Papa, dan masih setia menatap ujung kaki nya yang dingin.

"Angkat kepala kamu Rina." Ucap Hardi penuh penekanan.
"Ada orang yang berbicara sama kamu! Jangan tunjukkan kelemahan kamu Rina!" Bentak Hardi, dan itu sukses membuat Rina mengangkat kepalanya menatap sang Papa.

Gadis itu benar-benar takut sekarang, bayang-bayang akan kejadian yang sudah-sudah terlintas dipikirannya.

"Papa tanya sekali lagi, kamu kenapa?" Tanya sang Papa dingin.
Dengan susah payah Rina menelan saliva nya, dengan masih menatap sang Papa Rina menjawab.

"Rina pusing Pa, Rina sakit." Ucap gadis itu. Mendengar itu Hardi tidak memberi reaksi apapun, ia masih menatap Rina dengan dingin.
Melihat sang Papa yang hanya diam membuat Rina semakin takut, gadis itu menundukkan kepalanya.

"Angkat kepala kamu!" Ucap Hardi keras. Sontak Rina kembali berdiri tegak dan mengangkat kepalanya, gadis itu melihat wajah Papa yang merah padam.
Dan dengan sekali melangkah, Hardi mendekat kearah Rina dan menampar gadis itu dengan keras.

Plak!!!

Sontak gadis itu jatuh terduduk dan merasakan panas di pipinya.
"Kenapa kamu ceroboh sekali! Kami tau kan sebentar lagi Olimpiade sudah mau dimulai?" Ucap Hardi penuh emosi, ia menunjuk sang anak dengan emosi yang meletup-letup.

"Jawab Rina!!" Teriak Hardi.
"Tau Pa..." Ucap Rina lirih, gadis itu masih betah dengan posisinya.
"Jadi, kenapa kamu ceroboh?!
Papa mau kamu belajar yang serius, menangkan Olimpiade ini seperti biasanya. Jangan buat malu Papa!" Ucap Hardi.

"Sekarang kamu berdiri. Berdiri Papa bilang!" Perintah Hardi dengan keras.
Rina segera berdiri dan menatap Papa, gadis itu bisa lihat sang Papa yang masih dikuasai emosi.

Hardi berdiri menjulang dihadapan Rina, lelaki dewasa itu mencengkram kedua bahu sang anak.
"Kamu harus sempurna, kamu ngga boleh punya celah. Kamu satu-satunya harapan Papa dan Papa mau kamu selalu jadi yang terbaik, ngga boleh ada kelemahan. Ngerti kamu?" Ucap Hardi penuh penekanan.

Mendengar itu Rina mengangguk cepat, ia berusaha melepas cengkraman sang Papa di bahu nya. Itu sakit dan Rina tidak suka.
Hardi melepas cengkraman itu, lalu berdiri dengan angkuh sambil mengatakan hal yang Rina tidak suka.

"Kamu harus sempurna, jangan seperti anak cacat itu." Ucap Hardi.

"Mbak Al ngga cacat Pa." Ucap Rina lantang, ia tidak suka jika Papa harus menyebut sang kakak dengan seperti itu.

"Dia memang cacat. Ngga ada yang bisa di sangkal Rina, dia cuma bisa bikin Papa malu dan ngga ada yang bisa dibanggakan dari dia." Ucap Hardi.
"Kamu ngga harus ngebela dia, kamu harus ingat kesepakatan kita. Atau Papa bakalan usir dia dari sini." Lanjut Hardi mengancam.

Rina menggelengkan kepala tidak terima.
"Ngga boleh. Rina bakal ikutin kemauan Papa, tapi jangan usir atau kasar sama mbak Alisha. Rina mohon Pa..." Ucap Rina memohon pada Hardi. Gadis itu berlutut dihadapan sang Papa.

Rina benar-benar rela jika seumur hidupnya harus diatur dan harus selalu mengikuti perintah Papa, asal Alisha bisa hidup dengan nyaman tanpa harus merasakan kesusahan dan kesakitan.

MElUKIS SENJAWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu