Room Sweet Room

40 3 0
                                    

Ceklek

"Aku pulang"

Nicholas baru sampai di rumah pada jam 8 malam. Jika biasanya dia baru akan pulang di atas jam 11 malam, tapi hari ini dia diizinkan pulang awal karena tadi siang dia masuk kerja lebih awal. Dan hal pertama yang Nicholas lihat saat sudah memasuki rumah adalah adiknya yang sedang memanaskan makanan tadi siang.

"Kakak?! Selamat datang! Kakak pulang awal hari ini. Ada apa?"

Riki hanya senang kakaknya pulang lebih awal dari biasanya. Biasanya di jam segini Riki masih sendirian di rumah, atau berdua dengan pamannya yang stress itu. Memanaskan makanan untuk kakaknya makan saat pulang bekerja, belajar dan mengerjakan tugas sekolah, hingga jatuh tertidur karena terlalu lama menunggu kakaknya yang pulang terlambat.

"Tuan Tanaka mengizinkan kakak pulang lebih awal. Dan lihat, dia memberi kita masing-masing 1 porsi katsu ayam", ucap Nicholas sambil mengangkat satu tangannya yang memegang plastik yang di dalamnya ada kotak berisi katsu. Dihadiahkan tatapan berbinar dari kedua mata adiknya, dan jangan lupa senyum yang membuat pipi adiknya bertambah bulat seperti bakpao.

~~

Dan di sinilah mereka sekarang, di kamar minimalis yang mereka tempati berdua. Kamar yang hanya berisi 1 lemari pakaian, 1 meja belajar, 1 kasur berukuran 120 cm x 200 cm, 1 kipas angin dinding dan 1 buah meja kecil yang saat ini mereka pakai untuk meletakkan makanan.

Setelah mandi, Nicholas langsung bergabung bersama adiknya yang sudah lebih dulu duduk di lantai, menghadap katsu ayam yang sudah tersaji di depannya. Siap menyantap makanan tersebut, tidak peduli apakah paman mereka yang masih keluyuran tidak jelas itu akan pulang dan mengamuk karna tidak diberi katsu ayam

"Selamat makan!", ucap mereka bersamaan. Suasana menjadi hening karena mereka berdua hanya fokus memakan makanan yang ada di atas meja.

"Ekhem.."

Beberapa menit berlalu sampai suara Nicholas memecah keheningan di antara mereka. Dari tadi ada sesuatu tentang adiknya yang mengganggu pikirannya.

"Riki?"

"Eum? Ada apa, kak?" Riki yang baru saja ingin memasukkan makanan ke dalam mulutnya, harus beralih menjawab kakaknya yang sedang menatap dirinya.

"Kau mencuci seragammu?"

Diberi pertanyaan seperti itu tentu saja membuat Riki panik, menatap seragamnya yang sedang diangin-anginkan di depan kipas angin. Tetapi ia tetap berusaha untuk menjawab pertanyaan dari kakaknya dengan tenang.

"Iya...bajunya terkena noda saat aku masak tadi siang. Jadi aku cepat-cepat mencucinya agar warna nodanya tidak terlalu menyerap, hehe..", jawab Riki dengan senyum yang sangat kelihatan canggung. Ia berharap kakaknya mempercayai ucapannya.

"Lalu bagaimana dengan goresan-goresan kecil yang ada di bagian punggungnya? Apakah nodanya sampai membuat seragammu tergores? Dan ada 2 jahitan kecil juga di sana"

Zonk...bagaimana kakaknya bisa tahu? Padahal itu hanya jahitan kecil yang terlihat samar.

"Cepat habiskan makanannya. Kakak akan mengobati lukanya setelah ini", ucap Nicholas seperti sudah tau apa yang telah terjadi pada adiknya.

~~

Setelah makan dan merapikan meja, serta mencuci alat makan yang kotor di dapur, Nicholas langsung kembali ke kamarnya dan adiknya. Mengambil kotak obat yang ada di atas lemari meja belajar, dan duduk di hadapan adiknya.

"Perlihatkan punggungmu!", nada ucapan Nicholas begitu datar. Riki tak punya pilihan selain membalikkan badannya dan duduk memunggungi kakaknya. Tidak, Nicholas tidak marah pada

Riki. Ia hanya kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa menjaga adiknya. Dan tentu saja kesal karena mereka tidak bisa melarikan diri dari Kaido yang selama ini berbuat semaunya. Ada alasan mengapa Nicholas dan Riki tidak bisa menjauh dan lari begitu saja dari Kaido.

Dan begitu Riki membuka bajunya dan memperlihatkan punggungnya, Nicholas bisa melihat lebam yang sudah berwarna kebiruan, dan ada juga beberapa luka gores yang tidak terlalu dalam atau yang hanya sekedar goresan.

"Aku tidak apa-apa, kak. Ini tidak sakit kok, jangan khawatir"

"Jangan khawatir katanya? Yang benar saja", batin Nicholas. Tidak menjawab perkataan adiknya, Nicholas langsung saja mengobati luka di punggung adiknya dengan telaten seperti sudah terbiasa. Tidak lupa mengobati pipi adiknya yang samar-samar terlihat memerah.

"Kali ini karena apa?", Nicholas bertanya di sela-sela kegiatannya. Riki pun menceritakan kejadian tadi siang. Ingin berbohong pun percuma, kakaknya pasti bisa langsung tahu jika dia berbohong.

"Ingin rasanya kakak melemparkan kembali semua pecahan beling itu ke mukanya. Itu salah dia sendiri. Pulang ke rumah dalam keadaan mabuk dan muntah di atas kasurnya sendiri. Lain kali jangan menyahuti omongannya, biarkan saja dia mengkhayal antara hidup dan mati"

Seiring dengan omelannya yang berakhir, Nicholas juga sudah selesai mengobati luka di punggung dan pipi adiknya. Setelah mengucapkan terima kasih, Riki berbalik menatap kakaknya dengan tatapan sendu. "Tapi kakak tahu kan, dia pasti akan tetap menyakiti kita walaupun kita tidak melawan ucapannya"

Yah..rasa lelah, kesal, marah, dan serba salah yang harus terus mereka hadapi setiap harinya. Menghadapi dan tinggal bersama pria stress menyerempet gila yang mengaku sebagai pamannya. Membuat mereka harus menghela napas setiap harinya.

"Hah...sudahlah, ayo tidur. Kakak sudah sangat lelah hari ini."

Tidur bersama-sama di atas kasur berukuran kecil, saling memeluk satu sama lain seolah menyalurkan rasa aman, nyaman, dan energi untuk tetap kuat menjalani hari esok.


~DF~


Haii..gimana menurut kalian chapter kali ini?

Semoga nggak terlalu kepanjangan dan buat kalian bosan ya^^

Terima kasih sudah membaca chapter kali ini, dan sampai jumpa di chapter selanjutnya💙

Vallet's Boarding House || AndTeamМесто, где живут истории. Откройте их для себя