Takayama Riki

48 5 0
                                    

Ceklek

Pintu rumah keluarga Takayama baru saja dibuka oleh seorang bocah laki-laki yang baru menduduki bangku kelas 1 SMA seminggu yang lalu. Laki-laki dengan wajah menggemaskan yang terkesan polos dan pipi yang seperti roti bakpao bernama Takayama Riki, adik dari Takayama Nicholas.

"Aku pulang"

Jika dulu-dulu Riki selalu berharap diberi balasan "selamat datang" saat ia pulang ke rumah, tapi setelah kepergian kedua orang tuanya, ia berharap tidak ada suara yang membalas ucapannya kecuali suara kakaknya. Karena Riki tau, kakaknya sedang bekerja, dan tidak ada orang lain di rumah ini kecuali dia dan...

"Woee...kau pulang lebih awal, huh? Suaramu mengganggu mimpiku. Aku baru saja bermimpi menang lotre dan baru akan mencium wanita pujaan hatiku. Tetapi suaramu yang seperti burung gagak itu membangunkanku. Sialan."

...pria menjengkelkan yang mengaku sebagai pamannya. Sebut saja namanya Kaido.

"Kenapa kau hanya berdiri di sana?! Cepat ambilkan beer di kulkas dan masak makan siang! Aku sudah lelah dan kelaparan"

"Lelah dari Hong Kong?! Kau baru saja bangun dari tidur?!"

Tentu itu hanya suara hati Riki. Ia tidak mau merusak moodnya dan malah berakhir ditampar oleh pamannya karna berteriak padanya.

"Kalau lelah paman seharusnya tidur di kamar paman, di atas kasur yang empuk. Bukannya tidur di atas sofa yang keras"-"dan bau bangkai", ujarnya. Tentu tiga kata terakhir hanya dia ucapkan di dalam hatinya.

Prang!!!

Niat Riki untuk langsung memasak seketika buyar ketika ia merasakan sakit dan perih di punggungnya. Ia menoleh ke belakang dan sudah melihat banyaknya beling yang berserakan di lantai, karena pamannya yang stress itu tadi melempari punggungnya dengan sebuah botor kaca bekas beer. Ia melihat pamannya sudah berjalan menghampirinya, tidak peduli dengan beling yang dipijaknya.

Plak

Satu tamparan keras mendarat mulus di pipi kanan Riki

"Kau bilang apa tadi, sialan? Huh?! Kau sudah lupa?! Aku sudah menyuruhmu untuk mencuci selimut dan seprai kasurku. Aku harus tidur di sofa yang keras karna kau, bodoh"

Dibentak seperti itu membuat Riki hanya bisa memegang pipi kanannya dan menunduk menahan air matanya agar tidak jatuh. Tamparan pamannya tidak main-main. Riki yakin, tamparannya akan meninggalkan bekas dan kakaknya pasti akan tau jika dirinya ditampar, lagi.

Setelah membentaknya, pamannya keluar dari rumah pergi entah ke mana. Meninggalkan jejak darah yang keluar dari telapak kakinya.

Riki memang berniat menyuci selimut dan seprai pamannya kemarin. Tapi sudah 2 hari hujan terus mengguyur Kota Kyoto dari pagi sampai tengah malam. Jika Riki nekat mencuci, seprai dan selimutnya pasti akan basah karena tidak dijemur. Dan pamannya tentu saja akan marah jika kasurnya tidak diberi seprai dan selimut.

Memang serba salah, tapi yang salah tentu saja pamannya. Uang yang didapatkannya entah dari mana, hanya ia belikan minuman keras dan untuk berjudi. Tidak pernah digunakan untuk membeli perabotan rumah, bahan makanan, atau keperluan rumah lainnya. Bahkan seprai dan selimut yang ada di rumah ini hanya tersedia satu untuk masing-masing kamar, kamar pamannya dan kamar kakak beradik Takayama. Mereka hanya bisa mengandalkan uang gaji Nicholas yang tentu saja harus dibagi-bagi lagi dengan keperluan yang lainnya, dan yang tidak jarang juga dicuri begitu saja oleh pamannya.


~DF~


Chapter kali ini adalah tentang Riki/Taki. Gimana menurut kalian?^^

Terima kasih sudah membaca chapter kali ini, dan sampai jumpa di chapter selanjutnya💙

Vallet's Boarding House || AndTeamOù les histoires vivent. Découvrez maintenant