08. Siapa?

1 0 0
                                    

"Jorji!" panggil seseorang dari arah belakang. Jorji yang tengah berjalan di lorong Fakultas Hukum lantai 1 menghentikan langkah dan menoleh ke arah sumber suara. Di sana sudah berdiri seorang gadis dengan membawa sebuah spunbond bag berwarna krem. Dilihat dari ukurannya, sepertinya itu berisi makanan.

"Lo udah makan siang, Ji?" tanya gadis itu semangat. Itu adalah Nandini, teman kelas Jorji.

Bukannya langsung menjawab pertanyaan orang di depannya, Jorji malah melirik Nandini dari ujung kepala hingga ujung kaki lalu menghentikan pandangan pada barang yang dibawa gadis itu.

"Kok malah bengong? Lo udah makan belum? Makan bareng gue yuk?" tanya Nandini lagi seraya mengangkat tas tersebut. Benar saja, itu adalah tas yang berisikan makanan.

"Lo beli sebanyak itu cuma buat berdua?" jawab Jorji polos.

Nandini mengangguk lalu tersenyum.

"Apa gak mubadzir lo beli sebanyak itu? Kebetulan gue udah makan tadi bareng Derga sama Hersa."

Mendengar jawaban itu, wajah Nandini seketika murung, mengetahui kemungkinan bahwa ajakannya bisa saja ditolak oleh Jorji.

"Gue gak tau lo sukanya apa, jadi gue beli beberapa makanan yang mungkin lo suka." jelas Nandini.

"Yaudah, kita makan bareng anak kandidat aja, mereka ada di auditorium. Kebetulan gue minta mereka kumpul. Ada yang mau gue bahas." Jorji lantas mengambil alih tas tersebut karena melihat Nandini yang mulai kesulitan dengan bawaannya.

Dengan berat hati Nandini pun menuruti perkataan Jorji, padahal ia sudah terlanjur antusias karena berpikir bisa makan berdua hanya dengan Jorji. Cara ini ia lakukan untuk menarik perhatian pria yang ia sukai itu.

***

Qila masih berkutat dengan soal esai yang hampir selesai. Sudah 1,5 jam ia menghabiskan waktu mengerjakan soal pra-UTS mata kuliahnya hari ini. Sedangkan Zefa di sampingnya sudah siap untuk mengumpulkan kertas kerja miliknya ke meja dosen.

"Tungguin gue dong. Sebentar lagi nih." bisik Qila pelan.

"Gue kebelet banget pipis, Qil. Gue tunggu di luar aja ya?"

Memang benar, Zefa sedari tadi menahan ingin buang air kecil, karena dosen tidak memberikan izin kepada siapapun untuk keluar bahkan ke toilet sekalipun. Mau tidak mau, Zefa dan─mungkin beberapa orang lain di sini juga harus menahan diri sampai selesai mengerjakan soal untuk bisa keluar dari kelas.

Qila mengiyakan dan meminta temannya itu untuk menunggu di depan toilet lantai 2. Zefa setuju lalu kemudian pergi dengan membawa serta semua barangnya.

15 menit kemudian giliran Qila yang keluar dari ruang kelas. Ia menyerahkan kertas kerjanya ke meja dosen lalu bergegas menuju toilet di lantai 2. Gadis itu berjalan sambil tangannya sibuk mencari ponsel di dalam tas, namun ia tak kunjung mendapatkan ponsel itu di genggamannya.

Baru saja netranya mengarah ke dalam tas dengan harapan bisa menemukan ponselnya dengan segera, Qila malah tak sengaja menabrak seseorang yang datang entah dari mana. Ia terkejut dan tubuhnya limbung, hampir saja jatuh. 

Dengan sigap, orang di depan Qila  menahan tubuh gadis itu dengan kedua tangannya.

"Lo gak papa?" tanyanya. Qila lantas menatap wajahnya.

"Maaf, gue gak sengaja karena lagi cari─" Qila belum selesai dengan kalimatnya, namun pria di depannya sudah memotong pembicaraannya.

"Qila? Lo Ashqila Maheswari adeknya bang Jerian kan?"

Qila tertegun mendengar ada seseorang yang menyebut nama kakaknya di kampus ini. Mungkin kalau ada yang mengenal dirinya, itu adalah hal wajar. Tapi, ini Jerian?

Dia kenal bang Jerian? batin Qila saat itu juga.

"Iya gue Qila yang lo sebut. Lo siapa? Kok lo kenal.... abang gue?" Qila menahan ucapannya, meyakinkan diri kalau yang disebut itu adalah benar kakaknya.

"Gue Hersa, abang gue temennya bang Jerian. Pernah denger nama lo juga, dan kebetulan pernah liat foto lo. Lo gak papa kan?" jelas pria itu seraya mengulurkan tangan.

"I..iya gue gak papa. Maaf gue buru-buru, temen gue nungguin. Maaf juga ya gue gak liat jalan." final Qila setelah meraih uluran tangan pria di depannya. Ia langsung kabur tanpa menunggu balasan selanjutnya dari pria yang diketahui bernama Hersa itu.

Sambil terus berjalan, pikirannya mencari-cari jawaban. Bagaimana seseorang yang tidak ia kenal bisa mengenal dirinya dan Jerian? Kalau memang benar ia adalah adik dari temannya Jerian, pria itu patut diacungi jempol karena punya memori ingatan yang baik tentang dirinya.

***

Jorji dan Nandini masuk ke dalam ruang auditorium yang di dalamnya sudah duduk beberapa orang. Di sana ada Derga, Fian, Azra, Khalila, dan Rifka. Bahkan di ruangan itu ada Hersa yang bukan merupakan kandidat pemilihan pemimpin Hima. Ia duduk di sudut ruangan seorang diri sambil menggunakan earphone. Tampaknya ia tidak sadar kalau barusan ada orang yang masuk ke dalam ruangan karena pandangannya masih fokus pada paper yang sedang ia kerjakan.

"Itu bocah ngapain, Ga?" Jorji mendekati Derga yang kebetulan posisi duduknya paling dekat dengan pintu masuk.

"Katanya cari ketenangan." jawab Derga sambil melirik ke arah Hersa.

"Cari ketenangan kok di sini, bukannya di masjid" gumam Jorji hampir tak mengeluarkan suara.

"Tumben lo berdua datengnya barengan. Bawa makanan lagi. Abis janjian di mana?" Tiba-tiba Rifka dengan suara lantangnya memecah keheningan dalam ruangan itu. Sontak Hersa kaget dan langsung menghadap ke arah orang-orang di depannya lalu membuka sebelah earphonenya.

"Eh kalian tuh emang mau rapat ya? Gue kira pada ngumpul asal aja makanya gue gak pindah tempat." ujar Hersa kemudian bangkit dari kursinya.

"Kalem sih. Udah duduk aja di situ. Lo mau ngerjain tugas juga kan?" balas Jorji. 

Ini bukan kali pertama Hersa "melalang buana" ke ruang auditorium demi mencari ketenangan. Maka dari itu, semua orang yang ada di dalam ruangan ini tidak merasa aneh ataupun terganggu dengan perilaku "nyeleneh" pria bernama lengkap Axel Deryksma Hersa itu.

"Btw tadi gue papasan sama Qila, Ji. Ternyata dia anak kampus juga? Kalo itu mah gue kenal." celetuk Hersa seperti tidak tahu tempat.

Mendengar itu, Jorji langsung menatap Hersa serius sambil meletakkan jari telunjuknya di bibir dan berharap Hersa tidak membahas lebih banyak soal gadis yang namanya tadi disebut. Ia pun reflek menutup mulutnya karena merasa keceplosan.

Sedangkan di sisi lain, Rifka dan Nandini saling melempar tatap. Tampaknya dua gadis itu punya pemikiran yang sama soal nama yang tadi disebut oleh Hersa.

Siapa perempuan yang bernama Qila itu?

Storm and SeaWhere stories live. Discover now