03. Hari Kampanye

13 1 0
                                    

Menjalani hari baru sebagai anak kos sepertinya tidak membuat Jorji kesulitan. Pasalnya, ia memang sudah lama berniat untuk tinggal jauh dari orang tuanya. Namun, rencana itu baru disetujui sang bunda beberapa hari kebelakang. Itupun setelah ia berkali-kali memohon kepada ibunya agar diizinkan tinggal sendiri. Padahal ayahnya pun tidak pernah keberatan akan hal itu.

Anak sulung itu memanglah anak yang membanggakan. Alih-alih menikmati fasilitas yang orang tuanya berikan, Jorji lebih memilih untuk hidup mandiri di salah satu kamar kos milik ibunya. Ia bahkan tidak pernah membanggakan kekayaan orang tuanya dan sampai saat ini, ia hanya hidup sebagai Jorji yang sederhana.

Kini Jorji sudah bertengger di atas motor, siap berangkat menuju kampus, lengkap dengan mengenakan kacamata hitam dan jaket kulit yang sengaja tidak ia kaitkan ritsletingnya. Ia melajukan motornya pelan, menyadari bahwa cuaca pagi ini terlalu sejuk untuk dilewati begitu saja.

Hari ini adalah jadwal kampanye pencalonannya sebagai ketua Himpunan Mahasiswa. Maka dari itu, ia sengaja datang lebih pagi dari biasanya. Padahal, mata kuliahnya yang pertama saja baru akan dimulai pukul 10.30.

Bukan mau cari perhatian atau pencitraan. Teman-teman kampus Jorji pun tahu kalau ia selalu datang pagi setiap hari. Supaya lebih produktif, katanya. Ya pantas saja kalau dirinya dipaksa untuk mencalonkan diri sebagai ketua Hima tahun ini.

"Aih abang Jorji meuni kasep euy" sapa Hersa, sambil berjalan menuju parkiran menghampiri Jorji yang baru selesai melepas helm full face nya.

"Lo ngapain lagi balik ke parkiran, Sa?" sahut Jorji.

"Kacamata aing ketinggalan, bro. Jadi gak bisa liat awewe seksi." sambung Hersa yang malah dibalas keplakan oleh Jorji. Pria berkemeja hitam itu hanya meringis sambil mengelus lengan karena pukulan yang dilayangkan Jorji cukup keras.

"Itumah bukan mata lo yang minus, tapi akhlak lo" balas Jorji meledek. Ia lalu pergi meninggalkan Hersa yang masih sibuk mencari kacamatanya.

Saat sampai di ruang auditorium milik Fakultas Hukum, Jorji sudah disambut oleh beberapa pasang mata yang terkesima melihat penampilannya hari ini. Sepertinya, ketampanan yang ia miliki memancarkan aura yang tidak biasa di mata Nandini dan 6 orang lain yang sudah hadir lebih dulu ketimbang Jorji.

"Lah, gue kira gue kepagian. Ternyata gue yang terakhir dateng ya? Sorry" ucap Jorji membuka pembicaraan di antara mereka yang sebelumnya hanya diam menyambut kedatangan Jorji.

"Masih nunggu Pak Artha, ada yang mau disampein katanya." sahut gadis bernama Khalila.

Tak lama, sosok yang dimaksud Khalila datang dengan membawa beberapa lembar kertas. Pak Artha langsung membagikan kertas yang dibawanya itu kepada para hadirin sebelum dirinya membuka mulut untuk berbicara.

"Jam 10, semua bakal calon ketua keliling fakultas untuk promosi ya. Ajak teman-teman yang lain untuk datang ke fakultas kita, supaya suara pemilihannya makin banyak. Ini pesan dari Pak Kaprodi" Jelas Pak Artha, diikuti anggukan oleh beberapa orang.

"Untuk mahasiswa non FH juga bisa ikut pemilihan. Nanti 5% dari total suara yang masuk akan jadi perhitungan juga bagi bakal calon ketua." tambahnya.

Jorji dan yang lain hanya mengangguk sampai salah seorang dari mereka mengajukan pertanyaan.

"Pembagiannya seperti apa, Pak?" tanya Derga yang duduk di sebelah Jorji.

"Oh iya, pembagiannya seperti ini. Rifka dan Nandini ke Fakultas Psikologi, Jorji dan Derga ke Fakultas Ilmu Komunikasi, lalu Khalila dan Fian ke FEB. Sisanya ke FISIP ya, Azra dan Binar." ujar Pak Artha memberikan instruksi.

"Kok Lila, Fian, Azra, sama Binar digabung cowok cewek, Pak? Harusnya Saya, Nandini, Jorji, sama Derga juga diseling dong Pak." protes Rifka yang tidak terima dengan pembagian itu.

"Gabungin Nandini sama Jorji dong Pak, saya sama Derga." sergahnya lagi. Nandini yang namanya disebut langsung menyenggol lengan Rifka seraya berbisik.

"Itu mah lo nya aja yang mau deket-deket sama gue kan Rif?" tanya Derga dari sebrang.

"Jangan kepedean deh. Gue ngalah itu biar Nandini bisa deket sama Jorji." Ocehan Rifka malah membuat satu ruangan ramai.

Nandini tersentak karena dirinya dituduh seperti itu. Namun dalam hatinya ia senang, karena memang itu yang ia inginkan. Meskipun hanya ia dan Rifka yang tau.

"Sudah jangan ribut. Kalian jalan sesuai dengan pembagian yang saya sebutkan tadi. Saya sudah pertimbangkan ini sebelumnya." Pak Artha mencoba menengahi mereka yang masih sahut menyahut tak terima.

Jorji yang namanya menjadi bahan pembicaraan hanya bisa diam, sedangkan Nandini menunduk malu akibat ulah temannya itu.

***

"Lo naksir Nandini juga gak sih, Ji?" tanya Derga saat keduanya berjalan menyusuri lorong gedung menuju Fakultas Ilmu Komunikasi sesuai arahan dari Pak Artha.

Jorji hanya menggeleng. Sepertinya, jawaban itu tak sesuai dengan apa yang Derga kira.

"Mata lo minus, Ji? Cewek secantik itu lo gak naksir? Gimana bisa?" Derga sedikit tidak percaya dengan jawaban Jorji.

"Ya emang semua orang termasuk gue harus suka sama Nandini? Kan enggak."

"Iya juga sih." jawab Derga pasrah.

Jorji dan Derga sudah sampai di depan pintu perpustakaan Fakultas tujuannya. Derga merasa tempat itu cocok karena jumlah pengunjung yang datang dilihat cukup banyak. Jorji juga setuju akan hal tersebut.

Jorji dengan sigap meminta izin kepada petugas perpustakaan untuk melakukan promosi. Setelah izin sudah didapat, barulah mereka memulai aksinya.

Hal yang sama juga dilakukan ke-3 pasangan bakal calon lainnya. Namun berbeda dengan Rifka dan Nandini. Mereka berdua memutuskan mengajak dua temannya yang lain untuk turut serta dalam kegiatan promosi. Sebagai teman yang tidak bisa dipisahkan keberadaannya, tentu saja Sheira dan Safa menyetujui ajakan tersebut. Pikir mereka, ini adalah kesempatan yang bagus untuk bisa cabut dari kelas.


Storm and SeaWhere stories live. Discover now