Prolog

26 2 0
                                    

Malam ke-5 di bulan November akan selalu menjadi malam yang paling kubenci. Mungkin sebenarnya kata 'benci' masih kurang tepat untuk mendeskripsikannya. Tapi, seandainya aku bisa menghapusnya dari ingatanku, hal itu sudah aku lakukan sejak tiga atau dua tahun lalu.

Ingatan akan malam itu rasanya sama persis seperti hujan deras dan gemuruh yang saat ini sedang aku saksikan dari balik jendela kamarku, sama-sama menyeramkan.

"LO JADI ANAK GAK BERGUNA BANGET SIH?! JAGA ORANG SAKIT AJA GAK BECUS!!..."

Seharusnya bukan kalimat seperti itu yang aku dengar di hari kematian ayahku, 3 tahun lalu. Terlebih kalimat itu keluar dari mulut kakak kandungku sendiri. Apakah pantas waktu yang sudah kuhabiskan untuk menjaga orang sakit malah dibalas dengan kata-kata yang menyakitkan? Lagipula manusia mana yang bisa mengatur kematian atas manusia lain?

Menerima makian di depan banyak orang saat itu adalah hal terburuk yang pernah aku dapatkan. Namun, masa lalu akan tetap menjadi masa lalu, walau sakitnya tidak akan sembuh sampai kapanpun. Kenangan itu akan selalu menjadi bayang-bayang yang menyertai, kemanapun langkah membawa diriku pergi.

Aku kembali menutup gorden kamar sambil terus berharap bawa apa yang aku lewati sampai hari ini hanyalah bagian dari bunga tidur yang panjang, meskipun aku tidak tahu kapan akan terbangun dari mimpi buruk ini. Doa terbaik selalu aku rapalkan, semoga gemuruh yang datang tiap kali hujan lebat, seperti malam ini, hanya akan menjadi pengiring di setiap hujan lebat, bukan sebagai pengiring di dalam kehidupanku.

Izinkan aku lepas dari bayang-bayang menakutkan itu, Tuhan.

Storm and SeaWhere stories live. Discover now