MALAM BERDARAH

42 4 0
                                    

Kepulan uap panas keluar dari celah bibir pucat seorang wanita di bawah guyuran air hujan. Ia melangkah gontai menapaki jalanan besar hendak menuju satu tempat.

Di tengah guntur saling bersahutan, di balik kilat menyambar, tak sedikitpun menyurutkan niat wanita itu untuk sampai pada tujuan.

Gaun merah yang tengah dikenakannya terdapat robekan di sana sini memperlihatkan beberapa senjata disembunyikan di tubuh rampingnya.

Dilengkapi cairan merah kental mengucur dari pelipis, mengalirkan sebuah seringain tajam nan menusuk.

Ia menghentikan langkah tepat di depan pohon besar, sepasang onyx kelamnya memandang lurus ke depan, di mana di sana terdapat bangunan megah bernuansa kelam.

"I caught you," bisik nya disertai kekehan mengerikan.

Ingatannya kembali ke delapan belas tahun lalu, di mana sebuah pembantaian tepat di depan mata telah membangkitkan sebuah obsesi hadir selama bertahun-tahun.

***

Desa V tahun 19xx

Hujan mengguyur tanpa henti sejak sore hari tadi. Cuaca tak bersahabat sudah berlangsung seminggu belakangan ini.

Udara dingin begitu menusuk, merasuk sukma berkeliaran dalam jiwa. Uap hangat menari di udara dari panci masakan ibu.

Embun dari tangisan alam menempel di jendela rumah, menghadirkan gelenyar asha yang tak berkesudahan.

Pusara kebahagiaan menggeledak, menerawang kegembiraan di salah satu rumah di desa tersebut. Tunduk pada suatu keadaan melampirkan duka nestapa, membiarkan kesenangan mengambil alih.

Di sana tepatnya di kediaman Keluarga Alegra, di perbatasan Desa V dan Desa X yang masih asri dengan ditumbuhi pepohonan besar serta beberapa tumbuhan lainnya memberikan kesejukan serta ketenangan alami.

Di rumah sederhana berlantai satu itu terdengar gelak tawa dari keluarga harmonis yang terdiri dari, ayah, ibu, dan anak.

Di temani santap makan malam sederhana nan istimewa, ketiganya sangat mensyukuri atas rezeki yang telah Tuhan beri.

"Ayah curang... Ayah makan paha ayamnya lagi!" seru seorang gadis kecil di sana berusia sembilan tahun.

Gadis berambut hitam lurus sebahu, bermanik bulat bening, berhidung kecil, dan berkulit putih bersih, tengah mengembangkan kedua pipi sedikit berisinya, sambil memandang lekat pria dewasa di hadapannya.

Sang ayah, yang sedang menikmati paha ayam hanya tergelak gemas dibuatnya. Ia senang bisa menggoda putri kecilnya yang begitu disayangi.

"Tidak apa-apa, Xena Sayang, paha ayamnya masih banyak," kata wanita yang wajahnya mirip dengan gadis bernama Xena tadi.

"Benarkah Mah? Yee! Xena senang sekali... Xena suka paha ayam, apalagi buatan Mamah," akunya riang sambil mengangkat kepalan kedua tangan ke udara.

Mada, wanita yang tadi dipanggilnya ibu meletakkan kembali paha ayam di dalam panci belakang mereka ke piring sang buah hati.

Xena bahagia bukan main mendapatkan jatahnya lagi. Sang ayah, bernama Zafar mengusap lembut puncak kepala putri kesayangannya.

"Maaf, Ayah menjahili mu, Sayang," katanya, dijawab gelengan saja oleh Xena.

Gadis kecilnya itu terlalu sibuk menyantap makanan kesukaannya yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Ketiganya menikmati makan malam bersama di tengah cuaca dingin menerjang, tetapi, di sana hanya ada kehangatan yang bisa mereka bagi.

Obsesi Balas DendamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang