7. Pasar Malam

22 7 6
                                    

Bosan, satu kata yang sangat membuatnya muak. Kini ia menatap keluar memandangi jalan yang ramai. Raihan termenung sambil menopang dagunya, ia tersenyum mengingat gadis cantik itu salah tingkah.

Jujur kali ini benar-benar beda dari yang ia rasakan, rasa ingin tahunya dan rasa suka seolah hanya ingin memiliki Queen.

Diam-diam mengambil motornya melaju begitu saja meninggalkan rumahnya di mana Barane asik nonton TV.

Sampainya di tempat ia tuju sebuah kafe cukup besar berjarak tidak jauh dari rumah, saat masuk terlihat pemandangan seseorang langsung mengalihkan ekstensi matanya.

Raihan mendekat duduk di samping tanpa meminta izin, gadis cantik itu memakai baju sekolah sama sepertinya namun saat ini Raihan sedang tidak bersekolah.

"Bolos lo?"

Gadis itu menoleh kaget, dan gugup. "Kak Rai?"

"Ya, gue? Ngapain lo di sini, bukannya masih sekolah ya."

"Tapi lo juga loh Kak," jawabnya tak terima.

"Hahaa, gue emang kan nggak sekolah. Nggak liat pakai baju biasa aja."

Sementara gadis mungil itu melongos tidak suka, mengakui jika dia memanglah bolos karena suatu hal.

"Dahlah, lo nggak membantu gue juga jangan banyak bacot," ucapnya mengumpat di bibir mungil itu.

Raihan mendelik tidak percaya ada gitu Adik kelas berkata kasar dengan Kakak kelas? Baru kali ini ia temukan.

"Wehh, galau lo?"

"Diem nggak lo! Om Rai jangan banyak ngomong, gue males mau jelasin panjang lebar gini."

"Enak aja, Om... Om! Gue masih muda ya." Raihan tidak terima melotot kesal.

Gadis cantik itu— Hawa tertawa kecil melihat raut wajah berubah marah memerah. Memiliki kesenangan sendiri sekarang malah nyenggol Raihan seolah teman sebayanya.

"Gue mau cerita... "

Seketika Raihan berubah serius sambil memajukan tubuhnya biar bisa mendengar Hawa.

"Gue sebenernya nggak kuat— "

"Lo mau cerita apa?" potongnya makin kepo.

"Gue beneran nggak kuat," kata Hawa memalingkan wajah mengusap matanya seolah mengeluarkan air mata. "Lo pasti kesel sama gue kalo udah cerita."

"Nggak akan," bantahnya menopang dagu memperhatikan gerak-gerik Hawa.

"Jujur Om, gue nggak nyangka gue bisa di sini. Kenapa Dewi Athena ngutus gue ke bumi? Atau jangan-jangan karena hubungan gue dengan Raja Jeno? Ah, jujur jadi Peri itu berat ya."

Dengan wajah cengo menatap nanar orang di depannya.

"Gimana ya? Hubungan gue harus lanjut sih sampai menikah, gue sangat mencintai Raja Jeno, Om," lanjutnya lagi penuh dramatis.

Mulut yang sedikit terbuka, dan pandangannya tidak lepas dari Hawa. Seketika Raihan ingin mengumpat seolah waktu terbuang sia-sia tapi ia pun ikut ingin bercerita.

"Gitu ya, tapi kalian beda agama."

"Anjing."

"Waww, bangsat sekali Adik kelas ini," sahutnya penuh terkejut tapi ia terkekeh pelan karena Hawa sudah mengepal kuat karena keliatan marah. "Gini, sekarang lo dengerin gue cerita. Gue juga ada masalah besar," sambungnya sendu.

Seketika Hawa bersandar di kursinya, ada perasaan kasihan dalam diri Hawa saat ini. Dia mengangguk memberikan tatapan sendu karena Raihan seakan sedih menghadapi masalahnya saat ini.

Asmara Abu Where stories live. Discover now